Hakikat Tilaawah Al-Qur'an Dalam Pandangan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
Hakikat
Tilaawah Al-Qur'an
Dalam
Pandangan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
(Oleh:
Dr.Sukarmawan,M.Pd.)
Makna Tilaawah
Al-Qur'an Dalam beberapa ayat Al-Qur'an disebutkan sebagai mengikuti Kitab-Nya adalah membacanya
(tilaawah). Orang yang merutinkan aktivitas tilaawah Al-Qur’an ini dipuji Allah swt sebagaimana
firman-Nya dalam QS.Faathir: 29
إِنَّ الَّذِينَ
يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ
سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu
membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari
rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan
terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”,
Allah
swt pun telah menjelaskan tentang adanya korelasi antara keimanan dengan kebiasaan
dalam tilawah Al-Qur’an, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah: 121:
الَّذِينَ
آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَٰئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ
ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Orang-orang yang telah Kami berikan Al
Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu
beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah
orang-orang yang rugi.
Dalam QS.al-'Ankabuut:
45 dengan tegas Allah swt memerintahkan umat Islam untuk membaca (Tilawah)
Al-Qur’an dan mendirikan Shalat, sebagaimana Firman-Nya :
اتْلُ
مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ
عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ
مَا تَصْنَعُونَ
“Bacalah apa yang telah diwahyukan
kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat
itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya
mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat
yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Begitu
pula Firman Allah swt dalam QS.an-Naml: 91-92 :
إِنَّمَآ
أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ رَبَّ هَٰذِهِ ٱلْبَلْدَةِ ٱلَّذِى حَرَّمَهَا وَلَهُۥ كُلُّ
شَىْءٍ ۖ وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ
وَأَنْ
أَتْلُوَ الْقُرْآنَ ۖ فَمَنِ اهْتَدَىٰ فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ
ضَلَّ فَقُلْ إِنَّمَا أَنَا مِنَ الْمُنْذِرِينَ
“Aku hanya diperintahkan untuk menyembah
Tuhan negeri ini (Mekah) Yang telah menjadikannya suci dan kepunyaan-Nya-lah
segala sesuatu, dan aku diperintahkan supaya aku termasuk orang-orang yang
berserah diri. Dan supaya aku membacakan Al Quran (kepada
manusia). Maka barangsiapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya ia hanyalah
mendapat petunjuk untuk (kebaikan) dirinya, dan barangsiapa yang sesat maka
katakanlah: "Sesungguhnya aku (ini) tidak lain hanyalah salah seorang pemberi
peringatan".
Jika
kita telaah dengan seksama, ternyata hakikat tilaawah dalam beberepa ayat
tersebut di atas adalah tilaawah yang sesungguhnya yang mencakup arti tilawah
secara keseluruhan, yaitu membaca makna dan lafalnya. Sebagaiman pandangan Imam
Ibnu Qayyim AlJauziyyah yang mengatakan bahwa Tilaawah lafal adalah bagian dari
tilaawah itu sendiri. Dan yang dimaksud dari tilaawah ini adalah mengikuti apa
yang termaktub. Seperti dikatakan oleh orang-orang Arab, "Atluu atsara fulaan, wa
talautu aatsarahu," yang berarti "Qafaitu atsarahu wa qashashtuhu,
'Saya mengikuti jejak si fulan.'" Sebagaimana
disebutkan dalam firman Allah SWT dalam QS asy-Syams: 1-2.,
وَٱلشَّمْسِ
وَضُحَىٰهَا “Demi
matahari dan cahayanya di pagi hari”
وَٱلْقَمَرِ
إِذَا تَلَىٰهَا “dan
bulan apabila mengiringinya”
Artinya,
setelah matahari terbenam, maka di belakangnya bulan terbit. Orang Arab
berkata, "Jaa'al-qaumu yatluu
ba'dhuhum ba'dhan. Pembaca disebut dengan taaliyan karena dia
mengikuti huruf demi huruf, tidak membacanya sekaligus tetapi mengikutkan satu
huruf dengan huruf lainnya secara teratur. Setiap satu huruf atau satu kalimat
selesai, maka huruf atau kata lain mengikutinya. Dan, tilawah dalam makna ini
adalah wasilah. Sedangkan yang dimaksud di sini adalah Tilaawah
Hakiki. Yaitu, membaca maknanya dan mengikutinya, dengan
membenarkannya, menunaikan perintahnya, menjauhi larangannya, dan patuh
kepadanya kemana saja dia menuntun. Jadi tilaawah Al-Qur'an meliputi tilaawah
lafal dan maknanya. Tilaawah makna lebih mulia daripada sekedar tilaawah lafal.
Orang yang melakukan tilawah makna, adalah ahli AlQur'an yang berhak menerima
pujian di dunia dan di akhirat. Mereka itulah ahli tilaawah dan pengikut
Al-Qur'an yang sesungguhnya.
Dengan
demikian, dapat Penulis simpulkan bahwa pandangan Imam Ibn al-Qayim al-Jawziyyah
sebagaimana tertuang di dalam Miftâh Dâr as-Sa’âdah menjelaskan
bahwa hakikat tilawah adalah tilawah yang bersifat mutlak dan sempurna,
yaitu yang sekaligus menghimpun tilâwah al-lafzhi dan tilâwah
al-ma’nâ. Hakikat lafal tilâwah adalah al-ittibâ’ (mengikuti).
Berdasarkan
uraian singkat dari Penulis tentang Tilawah Al=Aur’an dalam pandangan Ibnu al-Qoyyim
al-Jawziyyah tersebut di atas maka sebagai keluarga Muslim marilah kita
budayakan aktivitas Tilawah Al-Qur’an seiring dengan Ibadah Shalat 5 waktu yang
wajib kita tunaikan. Ciptakan suasana dalam Rumah Tangga kita yang senantiasa
diramaikan dengan Tilawah Al-Qur’an oleh seluruh anggota Keluarga kita
disamping aktivitas Shalat 5 Waktu yang juga selalu kita ditunaikan. In syaa
Allah Keluarga Sakinah, Mawaddah dan Rahmah akan mewarnai Rumah Tangga kita. Aamiin
Yaa Allah Yaa Mujiibassaa’iliin.
Komentar
Posting Komentar