Mari Optimalkan Peran Ayah dalam Keluarga Demi Terwujudnya Keluarga yang Samara
Mari Optimalkan Peran Ayah dalam Keluarga Demi
Terwujudnya Keluarga yang Samara
(Oleh : Dr.H.Sukarmawan,M.Pd.)
Dalam suatu keluarga, semua anggotanya mesti memiliki
peran tersendiri. Begitu juga dengan sosok seorang Ayah dalam keluarga. Peran seorang
Ayah umumnya dikenal sebagai tulang punggung keluarga atau sosok
yang paling berperan dalam memberi nafkah keluarga. Akan tetapi, dalam
perspektif Islam ternyata untuk menjadi sosok Ayah yang baik dalam keluarga tidak
hanya semata-mata berperan sebagai tulang punggung keluarga dalam hal mencari
nafkah untuk menghidupi seluruh anggota keluarga..
Ternyata dalam Islam
telah diatur peran dari seorang Ayah
dalam keluarga. Berikut ini akan penulis uraikan tentang peran seorang Ayah
dalam keluarga menurut perspektif Islam.
Peran yang Pertama adalah Menjadi Pemimpin dalam Keluarga
Sebagai seorang Pemimpin dalam keluarga maka sosok
Ayah yang sepatutnya berperan utama dalam keluarga. Ayah
harus mampu menjalankan peran sebagai pemimpin untuk menggerakkan seluruh
anggota keluarga menuju Pulau Kebahagiaan
yaitu rumah tangga yang Sakinah ,
Mawaddah dan Rahmah (Samara). Tentunya ini sejalan dengan apa yang Allah swt
firmankan dalam Quran surat An-Nisa ayat 34:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ
اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ
قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ
فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ
فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum
wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta’at
kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah
telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya , maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
(An-Nisa’: 34)
Berdasarkan kandungan dalam QS, An-Nisa ayat 34
tersebut di atas maka jelaslah bahwa laki-laki sudah diberikan kelebihan oleh
Allah swt daripada perempuan, sehingga sosoknya layak menjadi pemimpin dalam rumah
tangga (keluarga).
Peran
Kedua adalah Memberikan nafkah untuk
keluarga
Ketika seorang anak gadis/ anak perempuan memutuskan
untuk menikah, maka pastikan bahwa calon suaminya sudah siap untuk menafkahinya.
Hal ini karena, saat menikah, anak perempuan sudah bukan lagi menjadi
tanggungan orang tuanya, tetapi sudah beralih tanggung jawab tersebut kepada suaminya.
Islam mengatur hal ini juga dalam Quran surat
An-Nisa ayat 34. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa laki-laki
diberikan kelebihan daripada perempuan sehingga laki-laki, dalam hal ini ayah
perlu memberikan nafkah untuk istri dan anaknya.
Dalam petikan ayat 233 QS.
Surat Al-Baqarah, Allah swt dengan jelas dan tegas
menyatakan :
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ
“Dan kewajiban
ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.
Peran Ketiga
adalah Menjadi Pelindung Keluarga
Masih mengacu pada apa yang disebutkan Allah dalam
Surat An-Nisa ayat 34, maka Ayah memiliki peran sebagai pelindung keluarga.
Sosok Ayah dengan segala kelebihannya membuatnya harus menjadi orang pertama
yang siap pasang badan kalau terjadi sesuatu dengan anggota keluarga. Mari kita
simak dengan seksama bagaimana Nabi Nuh berupaya menjalankan perannya sebagai
ayah untuk memberikan perlindungan kepada anaknya dari mara bahaya. Hal ini
termaktub dalam Alqur’an Surat Albaqarah: 233, Allah swt berfirman :
وَهِىَ
تَجْرِى بِهِمْ فِى مَوْجٍ كَٱلْجِبَالِ وَنَادَىٰ نُوحٌ ٱبْنَهُۥ وَكَانَ فِى مَعْزِلٍ
يَٰبُنَىَّ ٱرْكَب مَّعَنَا وَلَا تَكُن مَّعَ ٱلْكَٰفِرِينَ
Bahtera
itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil
anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku,
naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang
yang kafir” (Q.S. Albaqarah: 233).
Pada
ayat tersebut di atas terdapat dua lafal yang menjadi sorotan, yakni ibnahu dan ya bunayya. Menurut
Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, lafal ya bunayya merupakan
bentuk tasghir (pengecilan) dari lafal ibnu yang
berarti anakku yang mungil atau menggambarkan sifat mungil anaknya. Ini
digunakan untuk memanggil anak dengan penuh rasa kasih sayang.
Dari
penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa sikap Nabi Nuh yang mengajak
anaknya pada jalan yang benar merupakan sebuah contoh bahwa ayah memiliki peran
yang sangat penting dalam membimbing anaknya.
Selain
itu, berdasarkan kisah tersebut, kita dapat mengetahui bahwa jika ingin
menasihati atau mengajak anak untuk melakukan suatu kebaikan, meskipun anak
tersebut tergolong anak yang durhaka ataupun keras kepala, maka harus dilakukan
dengan penuh kesabaran, lemah lembut, serta penuh kasih sayang seperti yang
dicontohkan oleh Nabi Nuh. Sikap yang dilakukan Nabi Nuh merupakan contoh
bagaimana seorang ayah mendidik anaknya agar memiliki karakter yang baik.
Peran
seorang ayah merupakan pelindung bagi keluarganya. Sosok ayah harus mampu untuk
melindungi keluarganya dari bahaya-bahaya yang ada dan mengancam keselamatan anggota
keluarganya, baik dalam bentuk fisik maupun non-fisik.
Hanya
saja, peran sebagai pelindung keluarga tidak dengan cara yang terlalu protective.
Peran perlindunga dari seorang ayah
harus dapat memberikan kenyamanan dan keamanan secara emosional bagi istri dan anak-anaknya.
Peran Keempat adalah Memberikan yang
Terbaik Untuk Anak
Seorang Ayah memiliki
peran dalam hal memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Pemberian yang terbaik untuk anak mencakup pemberian
nama yang baik, Pendidikan yang terbaik, dan pemberian fasilitas hidup serta kebutuhan
makan yang terbaik pula. Terkait dengan
pemberian nama yang baik untuk anak, ternyata Rasulullah SAW sangat serius
dalam hal pemberian nama oleh orang tua untuk anak-anaknya, sebagaimana Sabda
Beliau, yang artinya : “Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari kiamat
dengan nama kalian dan nama bapak-bapak kalian. Maka baguskanlah nama-nama
kalian” [HR. Abu Dawud & Al-Baihaqi]
Peran Kelima adalah Bersikap Adil dan
Bijaksana Terhadap Anak dan Istri
Peran Ayah dalam keluarga menurut islam selanjutnya
adalah harus mampu bersikap adil. Karena perannya sebagai pemimpin keluarga,
seorang Ayah juga harus mampu bersikap bijaksana.
Seorang ayah harus mampu bersikap adil terhadap
semua anggota keluarga, baik itu kepada anak-anaknya ataupun istrinya.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi petunjuk untuk mewujudkan sikap
adil kepada anak, sebagaimana sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dan Muslim dari jalan an-Nu’man bin Basyir bahwasanya ayahnya datang membawa
beliau kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata: “Sungguh aku
telah memberi pemberian berupa seorang budak milikku kepada anakku ini.”
Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apakah semua anakmu kau
beri seperti (anakmu) ini?” Dia menjawab: “Tidak.”
Maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apakah engkau senang
apabila mereka (anak-anakmu) semuanya berbakti kepadamu dengan sama?”
Dia
menjawab: “Aku mau (wahai Rasulullah).” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Kalau begitu, jangan kau lakukan (pilih kasih).” (HR. Bukhari kitab
al-Hibah 12, Muslim kitab al-Hibah (9, 10, 17),Tirmidzi kitab’al-Ahkam 30.)
Dan
dalam riwayat Muslim ditambahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bertanya kepadanya: “Apakah kau lakukan (pemberian itu) kepada semua anakmu?”
Dia menjawab: “Tidak (wahai Rasulullah.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
Takutlah
kamu kepada Alloh dan berbuatlah adil terhadap anak-anakmu! (HR. Muslim kitab
al-Hibah 1 3)
Karena
sangat pentingnya sikap adil kepada anak-anak, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam berwasiat dan mengulangnya hingga tiga kali, Beliau bersabda:
Adillah kepada anakmu, adillah kepada
anakmu, adillah kepada anakmu! (HR. Abu Dawud, Nasa’i, dan Ibnu Hibban,
dihasankan oleh al-Albani dalam Silsilah Shahihah no. 1240)
Sebagai
orang tua kita harus sangat hati-hati agar tidak pilih kasih walaupun tidak
menyengaja, karena mau tidak mau kita harus menanggung akibat dari semua
perilaku anak kita terhadap sikap ketidakadilan kita sebagai orang tua. Ingatlah
kisah dalam QS,Yusuf, yang mengisahkan dampak ketidakadilan sosok ayah dari
Nabi Yusuf, saudara-saudara Nabi Yusuf ‘alaihis salam tatkala mulai merasakan
bahwa bapak mereka lebih condong hatinya kepada Nabi Yusuf alaihis salam,
segera mereka menuduh bahwa bapaknya telah berbuat kesalahan yang besar menurut
mereka, sebagaimana dalam firman-Nya:
إِذْ قَالُواْ
لَيُوسُفُ وَأَخُوهُ أَحَبُّ إِلَى أَبِينَا مِنَّا وَنَحْنُ عُصْبَةٌ إِنَّ أَبَانَا
لَفِي ضَلاَلٍ مُّبِينٍ
“Ingatlah tatkala mereka berkata:
“Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya lebih dicintai oleh ayah kita,
padahal kita ini adalah satu golongan. Sesungguhnya ayah kita dalam kekeliruan
yang nyata.”(QS.Yusuf[12]:8).
Pada akhirnya
dengan prasangka yang buruk dan disertai rasa iri dan dengki kepada nabi Yusuf,
mereka bersepakat untuk mencelakakan Yusuf ‘alaihis salam demi mengalihkan
perhatian ayahnya kepada mereka dengan berbagai cara yang ditempuh dalam
mengenyahkan Yusuf ‘alaihis salam dari pandangan ayahnya:
قْتُلُواْ يُوسُفَ أَوِ اطْرَحُوهُ أَرْضاً يَخْلُ لَكُمْ
وَجْهُ أَبِيكُمْ وَتَكُونُواْ مِن بَعْدِهِ قَوْماً صَالِحِينَ – قَالَ قَآئِلٌ مَّنْهُمْ
لاَ تَقْتُلُواْ يُوسُفَ وَأَلْقُوهُ فِي غَيَابَةِ الْجُبِّ يَلْتَقِطْهُ بَعْضُ السَّيَّارَةِ
إِن كُنتُمْ فَاعِلِينَ
“Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu
daerah supaya perhatian ayah kalian tertumpah kepada kalian saja, dan setelah
itu hendaklah kalian menjadi orang-orang yang baik (bertaubat kepada Alloh).”
Salah seorang di antara mereka mengatakan: “Janganlah kamu bunuh Yusuf, tetapi
masukkan dia ke dasar sumur supaya dia dipungut oleh orang-orang yang sedang
safar, jika kamu benar-benar hendak melakukannya.” (QS. Yusuf [1 2]: 9-1 0)
Begitulah
akibatnya, Yusuf ‘alaihis salam yang masih muda belia dan tidak bersalah, harus
menerima akibat ungkapan kasih sayang yang tampak berlebihan dari ayahnya
terhadap dirinya. Dan begitulah akibatnya, orang tua tidak dapat menyampaikan
nasehat dan bimbingannya, pada akhirnya perkataan yang baik, nasehat, dan
petuah tidak akan didengar apabila disertai sikap yang tidak adil terhadap
salah satu anaknya.
Peran Keenam adalah Mengajarkan
kebijaksanaan dan nilai-nilai baik kepada anak
Sikap bijaksana tidak hanya harus dimiliki oleh
sosok seorang Ayah, tetapi perlu diajarkan dan ditularkan kepada anak-anaknya.
Islam memberikan contoh bagaimana seorang ayah mengajarkan nilai-nilai kehidupan
yang baik melalui kisah hidup para Nabi, salah satunya Nabi Luqman yang
mengajari putranya pentingnya kejujuran dan akuntabilitas. Luqman berkata,:
یٰبُنَیَّ اِنَّہَاۤ اِنۡ تَکُ مِثۡقَالَ حَبَّۃٍ مِّنۡ خَرۡدَلٍ فَتَکُنۡ فِیۡ صَخۡرَۃٍ اَوۡ فِی السَّمٰوٰتِ اَوۡ فِی الۡاَرۡضِ یَاۡتِ بِہَا اللّٰہُ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَطِیۡفٌ خَبِیۡرٌ
“Wahai
anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada
dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya
(balasan). Sesungguhnya Allah Maha Halus, Maha Mengetahui. [Q.S 31:16]
Peran Ketujuh adalah Menyeimbangkan Antara
Kedisiplinan dengan Kesenangan
Ayah adalah sosok pemimpin keluarga, maka seorang Ayah
yang harus mengajarkan anak-anaknya tentang arti disiplin. Akan tetapi, ada
satu hal yang sering dilupakan oleh seorang Ayah adalah menyeimbangkan antara penerapan
kedisiplinan dan pemberian hak anak untuk merasakan suasana yang menyenangkan. Haruslah
disadari bahwa bagaimanapun sosok anak tetaplah seorang anak. Ia masih memiliki
kebutuhan lainnya, selain harus menerapkan kedisiplinan dalam keluarga, salah
satunya yaitu kebutuhan, untuk mendapatkan kesenangan (refreshing).
Peran Kedelapan adalah Menjadi Contoh atau
Panutan yang Baik
Orangtua pada dasarnya memiliki hak dan kewajiban
untuk mendidik anak. Tidak heran jika mereka harus bisa menjadi panutan yang
baik (Suri tauladan) bagi anak-anaknya. Seorang Ayah harus mampu mencerminkan
bagaimana sikap laki-laki yang baik, agar bisa dijadikan contoh oleh anak
laki-lakinya dan dijadikan acuan bagi anak perempuannya ketika hendak mencari
pasangan hidupnya.
Demikianlah
uraian singkat dari Penulis, dengan harapan dapat memberikan pembelajaran
berharga bagi kita para Ayah dalam mengoptimalkan peran kita sebagai sosok Ayah
di tengah-tengah keluarga kita guna terciptanya Keluarga Sakinah, Mawaddah dan
Rahmah.
Komentar
Posting Komentar