Apakah Masa itu Telah Datang di Tengah Kehidupan Kita Saat ini?
Apakah Masa itu Telah Datang di Tengah
Kehidupan Kita Saat ini?
(Oleh:
Dr.H.Sukarmawan,M.Pd.)
Kepada para pembaca Artikel Islami pada situs www.keluargasamara.com yang dirahmati Allah swt, Penulis
imgin mengingatkan diri Penulis pribadi dan para Pembaca Artikel semua, marilah
kita kita berupaya untuk meningkatkan taqwa kepada Allah SWT dengan menjalankan
segala perintah-Nya sesuai dengan kemampuan kita, dan meninggalkan segala yang
dilarang-Nya tanpa perkecualian, dan hendaklah kita takut kepada hari akhir
yang benar adanya dan pastiakan datang. Pada
hari itu, orang tua tidak bisa membantu anaknya. Begitu juga sebaliknya, anak
tidak bisa membantu orang tuanya. Harta yang berlimpah pun tidak berguna.
Setiap orang akan mempertanggungjawabkan amalnya di hadapan Allah subhanahu
wata’ala. Dalam QS.Surat Asy-Syu'ara' Ayat 88, Allah swt berfirman:
یَوۡمَ لَا یَنۡفَعُ مَالٌ
وَّ لَا بَنُوۡنَ
(yaitu) pada hari (ketika) harta dan
anak-anak tidak berguna,
Para
Pembaca Artikel Islami situs www.keluargasamara.com
,hendaklah kita menyadari, bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah
sementara. Kita hanya menumpang lewat. Layaknya orang asing atau seorang fii
sabilillah. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ
عَابِرُ سَبِيلٍ وَعُدَّ نَفْسَكَ مِنْ أَهْلِ
الْقُبُوْرِ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ
إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ
الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
“‘Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan
sebagai orang asing atau seorang musafir’ dan persiapkan dirimu termasuk orang
yang akan menjadi penghuni kubur (pasti akan mati).”
Dan Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma pernah
mengatakan, “Jika engkau berada di sore hari, janganlah menunggu pagi hari. Dan
jika engkau berada di pagi hari, janganlah menunggu sore hari. Pergunakanlah
waktu sehatmu sebelum sakitmu dan hidupmu sebelum matimu.”
(Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh
al-Bukhâri, no. 6416; at-Tirmidzi, no. 2333; Ibnu Mâjah no. 4114; Ahmad, II/24
dan 41)
Sadarilah
bahwa sesungguhnya dunia adalah waktu dan tempat beramal. Sedangkan di akhirat
kelak tidak ada lagi aktivitas untuk beramal, yang ada adalah hisab dari semua
amal perbuatan kita selama di dunia. Oleh karena itu, janganlah terepesona oleh
kehidupan dunia yang fana dan penuh tipu daya, sehingga membuat kita lalai dari
hakikat kita sebagai hamba Allah swt serta melalaikan kewajiban kepada Allah
subahanahu wata’ala yang menciptakan kita. Betapa banyak peringatan dari Allah
subhanahu wata’ala dan RasulNya tentang hinanya kehidupan dunia. Sesungguhnya Allah
SWT telah mengingatkan kita melalui firman-Nya:
:
أَوَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ
قَبْلِهِمْ ۚ كَانُوا أَشَدَّ مِنْهُمْ قُوَّةً وَأَثَارُوا الْأَرْضَ وَعَمَرُوهَا
أَكْثَرَ مِمَّا عَمَرُوهَا وَجَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ ۖ فَمَا كَانَ
اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَٰكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
"Dan apakah mereka tidak mengadakan
perjalanan di muka bumi, dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita)
oleh orang-orang sebelum mereka? Orang-orang itu lebih kuat dari mereka, dan
telah mengolah bumi serta memakmurkannya lebih dari apa yang telah mereka
makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa
bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka.
Akan tetapi, merekalah yang berlaku zalim kepada diri mereka sendiri." (QS.
Al-Rum 30:9)
Untuk
menjelaskan isi atau kandungan Al-Quran tersebut di atas, sebagian ulama tafsir
Al-Quran menyebutkan salah satu sabda Rasulullah saw, sebagai berikut:
"Akan datang suatu zaman atas manusia.
Perut-perut mereka menjadi Tuhan-tuhan mereka. Perempuan-perempuan mereka
menjadi kiblat mereka. Dinar-dinar mereka menjadi agama mereka. Kehormatan
mereka tergeletak pada kekayaan mereka. Waktu itu, tidak tersisa iman sedikit
pun kecuali namanya saja. Tidak tersisa Islam sedikit pun kecuali
ritual-ritualnya saja. Tidak tersisa Al-Quran sedikit pun kecuali pelajarannya
saja. Masjid-masjid mereka makmur dan damai, akan tetapi hati mereka kosong
dari petunjuk. Ulama-ulama mereka menjadi makhluk Allah yang paling buruk di
permukaan bumi. Kalau terjadi zaman seperti itu, Allah akan menyiksa mereka dan
menimpakan kepada mereka berbagai bencana. Kekejaman para penguasa, kekeringan
masa, dan kekejaman para pejabat serta pengambil keputusan yang menyengsarakan rakyatnya."
Maka
takjublah para sahabat mendengar pembicaraan Nabi SAW. Mereka pun bertanya,
"Wahai Rasul Allah, apakah mereka ini menyembah berhala ?"
Nabi
menjawab : "Benar. Hanya saja
berhalanya bukanlah berhala yang dipahat dalam bentuk makhluk-makhluk tertentu.
Berhalanya adalah uang. Mereka menyembah, mengabdi, dan mencurahkan seluruh
hidupnya untuk uangnya."
Lalu
Rasulullah saw bersabda : "Nanti
pada akhir zaman, ada sekelompok orang dari umatku yang datang ke masjid.
Mereka duduk dalam barisan yang rapat. Mereka berzikir. Namun zikir mereka
adalah dunia, dan kecintaan mereka terpaut pada dunia. Janganlah kamu duduk
bersama mereka, karena Allah tidak berkepentingan dengan mereka."
Kalau dalam ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis di atas, Nabi menceritakan pada
kita tentang suatu zaman ketika manusia mencintai dunia dengan amat berlebihan,
dan ketika mereka menjadikan dinar dan dirham sebagai berhala-berhala mereka
... maka beliau juga mengingatkan kita bahwa begitu cintanya manusia nanti di
akhir zaman pada dunia, sampai-sampai mereka menjalankan ibadah sekali pun,
demi kepentingan dunia mereka.
Jika
yang disebut Tuhan adalah sesuatu yang diikuti dan ditaati tanpa memikirkan
alasan-alasan apa pun, maka orang akan menaati keinginan dan perut mereka
dengan melakukan apa saja. Mereka mau menghabiskan malam seluruhnya hanya untuk
mengisi perutnya. Pada masa kehidupan Rasulullah SAW, orang-orang yang taat
ibadah kepada Allah menghabiskan malamnya dengan menunaikan shalat malam
(tahajjud). Nanti, akan datang suatu zaman ketika manusia begadang sepanjang
malam, untuk kepentingan perutnya. Perempuan-perempuan mereka menjadi kiblat
mereka. Seks menjadi buruan dan keinginan mereka.
Mereka
berusaha dan bekerja, dengan pikiran yang sepenuhnya terpusat ke arah yang
mereka inginkan tersebut. Tumpukan uang menjadi agama mereka. Kemuliaan
seseorang pada zaman itu, diukur berdasarkan kekayaannya. Manusia memberikan
penghormatan kepada orang yang memiliki banyak kekayaan. Maka di saat seperti
itulah, manusia berlomba-lomba menumpuk kekayaan untuk menunjukkan kemuliaan
dan kehormatan mereka di tengah-tengah masyarakat.
Rasulullah
SAW menggambarkan kondisi yang ada pada saat itu, Iman hanya tinggal namanya
saja. Islam hanya tinggal upacara ritualnya saja. Al-Quran hanya tinggal
pelajarannya saja. Orang-orang mungkin ramai belajar Al-Quran, tetapi tidak
mencoba hidup dengan ajaran Al-Quran. Mereka berlomba untuk membaguskan suara saat
membaca Al-Quran, tetapi tidak membaguskan akhlak mereka dengan ajaran Al-Quran.
Nabi saw juga mengatakan bahwa masjid-masjid pada masa itu ramai. Akan tetapi,
hati penghuninya kosong dari petunjuk Allah. Ulama-ulama yang membimbing
mereka, hanya dihormati karena pakaiannya saja.
Para
Pembaca Artikel Islami www.keluargasamara.com
yang dirahmati oleh Allah swt, ketahuilah bahwa Nabi telah berkata :"Orang tidak mengenal ulama kecuali
karena pakaiannya yang khas, dan bukan karena ilmu serta akhlaknya. Orang tidak
mengenal Al-Quran kecuali dengan suaranya yang indah dengan variasi langgam
qiro’ah. Mereka tidak beribadah kepada Allah kecuali di bulan Ramadhan saja.
Bila ulama-ulamanya sudah seperti itu, dan bila umat Muslim hanya
bersungguh-sungguh melakukan ibadah di bulan Ramadhan saja, maka mereka akan
diberi penguasa yang tidak memiliki ilmu. Tidak ingin memaafkan rakyatnya. Dan
tidak mempunyai kasih sayang kepada rakyatnya pula."
Di
dalam Ihya Ulumuddin, ketika menjelaskan tentang ibadah haji, Imam al-Ghazali
meriwayatkan sebuah hadis tentang situasi ibadah haji di akhir zaman.
Rasulullah saw bersabda: "Nanti di
akhir zaman, ada empat macam orang
menjalankan ibadah haji dari empat macam golongan masyarakat. Mereka adalah penguasa, pedagang, orang miskin dan para
ulama. Penguasa akan menjalankan ibadah haji sebagai sejenis pesiar atau
wisata. Pedagang akan menunaikan haji untuk kepentingan bisnis mereka. Orang
miskin menunaikan haji untuk mengemis. Para ulama menunaikan haji hanya untuk
memperoleh popularitas."
Dengan
demikian, keempat golongan di atas, menunaikan ibadah haji hanya demi
kepentingan dunia mereka semata. Mereka memang berzikir. Hanya saja,
sebagaimana disabdakan Rasulullah, zikir mereka adalah dunia. Memang ada
kecintaan di hati mereka. Akan tetapi, dalam hati mereka, kecintaan pada dunia
jauh lebih besar dari kecintaan pada Allah. Mudah-mudahan Allah swt mencabut
kecintaan kita pada dunia, dan memusatkan hati kita untuk lebih mencintai-Nya
Para
Pembaca Artikel www.keluargasamara.com,
berikut ini Penulis akan uraikan salah satu cara atau tips untuk mengurangi
kecintaan diri kita pada dunia. Tentunya meninggalkan dunia tidak berarti bahwa
kita harus meninggalkan pekerjaan, tidak perlu mencari nafkah, dan tidak perlu bekerja
keras. Sesungguhnya upaya untuk mencari harta yang halal, diperintahkan oleh
Allah swt. Bahkan Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa orang yang payah dalam
mencari nafkah, bekerja keras dan kurang tidur demi mencari nafkah yang halal
guna menghidupi anggota keluarganya, akan memperoleh pahala yang bisa menghapus
dosa-dosanya. Rasulullah juga menyatakan bahwa ada dosa-dosa yang tidak bisa
dihapus dengan apapun, kecuali dengan kesusahan dan kepayahan saat mencari
nafkah untuk menghidupi keluarganya.
Cara
atau tips untuk menghilangkan kecintaan pada dunia adalah bahwa kita bekerja
keras untuk mencari nafkah dan harta. Akan tetapi, kita juga tidak ragu-ragu
untuk membagikannya kepada orang lain yang berhak menerima sebagian harta kita.
Sebagian dari rezeki Allah itu kita bagikan, dan distribusikan untuk
membahagiakan sesama manusia yang memang dalam kesusahan.
Ujian
kecintaan kita terhadap dunia disaat Allah memanggil kita untuk mengorbankan
harta kita demi kepentingan agama Allah, demi kepentingan umat Muslimin, dan
demi menolong orang-orang yang mendapat musibah dan kesusahan. Sekiranya diri
kita masih saja menahan harta kita dan merasa berat untuk mengeluarkannya ketika
Allah memintanya, maka hal itu membuktikan bahwa kita lebih mencintai dunia
ketimbang Allah SWT.
Sungguh
akan datang pada satu masa, dimana orang tidak akan memperdulikan lagi darimana Harta yang mereka dapatkan. Fenomena
yang akan terjadi, mereka bertikai demi mencapai status sosial tinggi diantara
yang lainnya. Mereka berkelahi demi
meraup harta sebanyak-banyaknya untuk mereka simpan, padahal hakikatnya harta
tersebut tidak akan dibawa hingga ke liang lahat nanti. Manusia mulai dibutakan
dengan banyak sekali gemerlap dunia yang menipu. Memang sebenarnya hal ini sudah
diprediksikan oleh Rasulullah SAW dalam satu sabdanya:
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِي
الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ، أَمِنْ حَلاَلٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ
“
pasti akan datang suatu waktu dimana orang-orang tak lagi memperdulikan
darimana mereka mendapatkan uang. Entah itu dengan cara yang diperbolehkan atau
tidak (mereka tidak peduli).” ( H.R.
Sahih Bukhari no. 2083)
Jika
kita perhatikan disekeliling kita, boleh jadi masa itu telah hadir saat ini.
Apa yang disabdakan Rasul dari ilhamnya yang diberikan oleh Allah tersebut
telah menjadi kenyataan pada hari ini. Lihatlah media-media disekeliling kita.
Banyak berita-berita tentang tindakan korupsi dan kecurangan-kecurangan yang
terjadi di berbagai lini.
Situasi
saat ini, mayoritas orang, tidak lagi memandang status sosial dan jabatan.
Mereka berusaha berusaha untuk menduduki jabatan dan mengambil harta yang bukan
miliknya secara batil. Tindakan korupsi, penyelewengan dana dan amanah yang
dikhianati seolah sudah menjadi hal yang biasa dan ditoleransi. Sungguh telah
benar terjadi apa yang sangat ditakutkan oleh Rasulullah, hal yang
dikhawatirkan oleh Beliau akan menimpa umatnya. Bukan kemelaratan yang
Rasulullah SAW khawatirkan, tetapi lebih pada dunia yang telah terbentangkan di
hadapan kita sehingga kita berlomba-lomba mendapatkannya tanpa peduli hokum halal-haramnya.
Hingga kita kalap, tidak peduli bagaimana caranya, meskipun itu haram dan
melanggar ketentuan Allah swt dan Rasulullah SAW, sebagaimana Sabda Rasulullah SAW:
فَأَبْشِرُوا
وَأَمِّلُوا مَا يَسُرُّكُمْ، فَوَاللَّهِ لاَ الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ، وَلَكِنْ
أَخْشَى عَلَيْكُمْ أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمُ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ
كَانَ قَبْلَكُمْ، فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا وَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ
“Bergembiralah
dan berangan-anganlah terhadap apa yang menggembirakan kalian. Demi
Allah, bukanlah kemiskinan yang
aku takutkan atas kalian. Akan tetapi yang aku takutkan atas kalian
adalah apabila dunia dibentangkan atas kalian seperti yang telah dibentangkan
kepada orang-orang sebelum kalian. Lalu kalian berlomba-lomba mendapatkannya
seperti yang mereka lakukan dan harta itu membinasakan seperti telah
membinasakan mereka.” (HR.
Al-Bukhari no. 3158 dan Muslim no. 2961)
Berdasarkan
sabda Rasul di atas. tampaknya kita
hidup di zaman itu. Zaman dimana banyak dari manusia tak peduli darimana harta
yang mereka dapatkan. Kita tidak boleh membiarkan diri kita dan keimanan kita
hancur dengan terbawa arus zaman edan dan menjadi golongan mereka. Yang harus
kita tanamkan dalam diri kita adalah dua hal: yaitu Sikap Sabar dan Sikap Bersyukur.
Dengan
Sikap senantiasa bersabar dan bersyukur kita akan bisa meredam hasrat untuk
‘ikut serta’ dalam pergulatan orang-orang yang menjadi budak dunia tersebut.
Kita akan berusaha sekuat tenaga sabar meskipun banyak orang yang mencemooh
kemiskinan kita sembari mereka menyombongkan dengan angkuh kekayaan mereka.
Kita akan bersabar dan bersyukur meskipun melihat kekayaan orang-orang diluar
sana yang didapatkan dengan jalan yang tidak diridhoi oleh Allah.
Komentar
Posting Komentar