BAHAN MOTIVASI DAN MUHASAB DIRI
BAHAN MOTIVASI DAN MUHASABAH DIRI
(Oleh : Dr.H.Sukarmawan,M.Pd.)
Dari Syadad bin Aus
r.a., dari Rasulullah saw., bahwa beliau berkata, dalam Islam, orang yang dipandang cerdas oleh Rasulullah
saw. adalah orang yang pikirannya jauh ke masa depan di akhirat. Akhirat
dipandang sebagai negeri yang dirindukan setelah kehidupannya di negeri dunia
yang fana ini. Di akhirat-lah kehidupan yang sebenarnya, tidak ada kematian dan
di sanalah terdapat negeri keabadian, negeri kenikmatan abadi di surga.
“Berpikir sebelum bertindak”, itulah yang menjadi prinsip dan motto
bagi orang yang cerdas.
Jika sudah tahu, bahwa kebaikan dan keburukan akan menentukan nasib
seseorang di akhirat, maka setiap ucapan, sikap dan perbuatan yang akan
dilakukan haruslah dipertimbangkan dengan perhitungan akal sehat dan sesuai
hati nurani. Jangan sampai melakukan sesuatu yang justru akan merendahkan
posisi seseorang sebagai manusia yang merupakan makhluk ciptaan Allah yang
paling mulia.
Untuk memperjelas pengertian orang cerdas tersebut di atas, perlu dipahami
Hadits Rasulullah saw. berikut ini:
عن ابي يعلى شداد بن اوس رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم قال: ألكيس من دان نفسه
و عمل لما بعد الموت والعاجز من اتبع نفسه هواها وتمني على الله.
( رواه الترمذي(،
وقال: هذا حديث صحيح.
Dari Abu Ya’la yaitu
Saddad ibnu Aus r.a. dari Nabi saw. Beliau bersabda: “Orang yang cerdas ialah
orang yang mampu mengintrospeksi dirinya dan suka beramal untuk kehidupannya
setelah mati. Sedangkan orang lemah ialah orang yang selalu mengikuti hawa
nafsunya dan berharap kepada Allah dengan harapan kosong”. (H.R. At-Tirmidzi
dan beliau berkata, “Hadits Hasan”.
Rasulullah saw. dalam
hadits tersebut di atas menjelaskan, bahwa orang cerdas adalah orang yang pandangannya
jauh ke depan, tidak hanya berhenti sampai kehidupan dunia ini saja,
tetapi menembus batas dinding alam dunia, hingga sampai kehidupan yang abadi di
akherat kelak. Tentu hal ini terjadi sebatas pada orang yang memiliki keimanan
yang kuat, terutama keimanan kepada adanya hari pembalasan (yaumul jaza’).
Bagi orang yang tidak meyakini adanya hari pembalasan, tentu tidak akan pernah
berpikir untuk menyiapkan bekal amal apapun.
Gambaran Umum Hadits
Hadits di atas menggambarkan urgensi muhasabah (evaluasi
diri) dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Karena hidup di dunia merupakan
rangkaian dari sebuah planing dan misi besar seorang hamba, yaitu menggapai
keridhaan Rab-nya. Dan dalam menjalankan misi tersebut, seseorang tentunya
harus memiliki visi (ghayah),
perencanaan (ahdaf),
strategi (takhtith),
pelaksanaan (tatbiq)
dan evaluasi (muhasabah).
Hal terakhir merupakan pembahasan utama yang dijelaskan oleh Rasulullah saw.
dalam hadits ini. Bahkan dengan jelas, Rasulullah mengaitkan evaluasi dengan
kesuksesan, sedangkan kegagalan dengan mengikuti hawa nafsu dan banyak angan.
Indikasi Kesuksesan dan Kegagalan
Hadits di atas dibuka Rasulullah dengan sabdanya, ‘Orang
yang pandai (sukses) adalah yang mengevaluasi dirinya serta beramal untuk
kehidupan setelah kematiannya.’ Ungkapan sederhana ini
sungguh menggambarkan sebuah visi yang harus dimiliki seorang muslim. Sebuah
visi yang membentang bahkan menembus dimensi kehidupan dunia, yaitu visi hingga
kehidupan setelah kematian.
Seorang muslim tidak
seharusnya hanya berwawasan sempit dan terbatas, sekedar pemenuhan keinginan
untuk jangka waktu sesaat. Namun lebih dari itu, seorang muslim harus memiliki
visi dan planing untuk kehidupannya yang lebih kekal abadi. Karena orang sukses
adalah yang mampu mengatur keinginan singkatnya demi keinginan jangka
panjangnya. Orang bertakwa adalah yang ‘rela’ mengorbankan keinginan
duniawinya, demi tujuan yang lebih mulia, ‘kebahagian kehidupan ukhrawi.’
Dalam Al-Qur’an, Allah
swt. seringkali mengingatkan hamba-hamba-Nya mengenai visi besar ini, di
antaranya adalah dalam QS. Al-Hasyr (59): 18–19 yang artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah
kepada Allah dan hendaknya setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan bertaqwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu
seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa
kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik
Muhasabah atau evaluasi
atas visi inilah yang digambarkan oleh Rasulullah saw. sebagai kunci pertama
dari kesuksesan. Selain itu, Rasulullah saw. juga menjelaskan kunci kesuksesan
yang kedua, yaitu action after
evaluation. Artinya setelah evaluasi harus ada aksi perbaikan. Dan
hal ini diisyaratkan oleh Rasulullah saw. dengan sabdanya dalam hadits di atas
dengan ’dan beramal untuk kehidupan sesudah kematian.’ Potongan hadits yang
terakhir ini diungkapkan Rasulullah saw. langsung setelah penjelasan tentang
muhasabah. Karena muhasabah juga tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya tindak
lanjut atau perbaikan.
Terdapat hal menarik yang
tersirat dari hadits di atas, khususnya dalam penjelasan Rasulullah saw.
mengenai kesuksesan. Orang yang pandai senantiasa evaluasi terhadap amalnya,
serta beramal untuk kehidupan jangka panjangnya yaitu kehidupan akhirat. Dan
evaluasi tersebut dilakukan untuk kepentingan dirinya, dalam rangka peningkatan
kepribadiannya sendiri. Sementara kebalikannya, yaitu kegagalan. Disebut oleh
Rasulullah saw, dengan ‘orang yang lemah’, memiliki dua ciri mendasar yaitu
orang yang mengikuti hawa nafsunya, membiarkan hidupnya tidak memiliki visi,
tidak memiliki planing, tidak ada action dari planingnya, terlebih-lebih
memuhasabahi perjalanan hidupnya. Sedangkan yang kedua adalah memiliki banyak
angan-angan dan khayalan, ’berangan-angan terhadap Allah.’ Maksudnya, adalah
sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi,
sebagai berikut: Dia (orang yang lemah), bersamaan dengan lemahnya ketaatannya
kepada Allah dan selalu mengikuti hawa nafsunya, tidak pernah meminta ampunan
kepada Allah, bahkan selalu berangan-angan bahwa Allah akan mengampuni
dosa-dosanya.
Komentar
Posting Komentar