Jadilah Orang yang Dicintai Allah

HAMBA YANG DICINTAI ALLAH
 

Jadilah Orang yang Dicintai Allah

(Oleh : Dr.H.Sukarmawan,M.Pd.)

Pada bagian awal dari tulisan ini ada baiknya kita pahami lebih dahulu makna atau hakikat Cinta. Menurut Imam al-Ghazali Cinta atau maḥabbah adalah kecenderungan hati kepada sesuatu. Kecenderungan yang dimaksud oleh al-Ghazali adalah kecenderungan kepada Allah karena bagi kaum sufi maḥabbah yang sebenarnya bagi mereka hanya maḥabbah kepada Allah swt. Berbicara tentang Cinta, Ibnu Athoillah, seorang pemimpin sufi berkata: “Cinta itu ada dua: Pertama, cinta yang hanya dalam pengakuan saja, cinta yang demikian berada pada diri setiap manusia. Kedua, cinta yang dihayati dan diserapi di dalam hati karena keluar dari lubuk hati. Cinta yang demikian akan membawa pengorbanan dengan tidak melihat kepentingan atau keuntungan yang akan didapat, baik oleh diri orang itu sendiri maupun untuk selainnya. Cinta yang demikian, adalah cinta yang sebenar-benarnya dan semata-mata hanya dari, karena dan untuk Allah swt. Ibnu Athaillah as-Sakandari juga mengatakan bahwa “Bukanlah pecinta sejati yang meminta sesuatu kepada orang yang dicintainya. Tetapi pecinta sejatimu adalah yang berkorban untuk kemanfaatan dirimu, dan bukan yang engkau berkorban untuk dirinya”.

Ibnu Athoillah pun berpandangan bahwa perkara duniawi menyebabkan manusia menjadi budak (‘abdan) dengan menarik seluruh perhatiannya kepada hal-hal tersebut. Beliau mengungkapkannya dalam sebuah Kata Mutiara (Aporisma) berikut, : “Ma ahbabta syai’an illa kunta lahu ‘abdan, wa huwa la yuhibbu an takuna li ghairihi ‘abdan” Artinya : “Tidaklah engkau mencintai sesuatu kecuali bahwa bahwa engkau akan menjadi budak sesuatu, sementara Dia (Allah) tidak berkenan sekiranya engkau menjadi budak dari selain-Nya. Ibnu Athoillah juga mengingatkan kita bahwa kecintaan berlebihan dalam bentuk kerakusan (thama’) menjadi penyebab munculnya kehinaan seseorang: “Ma basaqat aghshanu dzull illa ‘ala bidzri thama’in.Artinya: “Tidak tumbuh dahan-dahan kehinaan kecuali dari benih ketamakan.”

Pandangan dari dua ulama besar tersebut di atas tentang hakikat cinta maka penulis menyimpulkan bahwasannya makna cinta adalah kecenderungan hati kepada sesuatu yang dicintainya sehingga dapat menimbulkan rasa cinta dan rasa ingin selalu dekat bersama mahbubnya (sesuatu yang dicintainya) dalam situasi apapun serta rela berkorban demi mahbubnya tanpa mengharapkan imbalan atau keuntungan yang akan didapat darinya, karena ia melakukan segalanya semata-mata karena Allah Ta‟ala.

Berikutnya, mari kita simak tentang  kelompok  manusia yang dicintai Allah swt. Kelompok manusia yang akan dicintai Allah swt, diantaranya adalah :

1.    1. Orang-Orang yang Berbuat Baik (muḥsinīn)

 Sesunguhnya Allah sangat mencintai orang-orang yang berbuat baik, sebagaiman Fiman-Nya :

الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS Ali Imran Ayat 134)

Dalam ayat ini dijelaskan bahwasannya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala bagi orang-orang yang melakukan kebaikan. Dengan ujung ayat kalimat muḥsinīn, yang berarti orang-orang yang berbuat baik. Maksudnya ialah bahwa segala amalan itu dikerjakan dengan bersungguh-sungguh dan hati-hati,serta selalu ditingkatkan kualitas kebaikannya.

2.   2Orang-Orang Yang Bertaubat (Tawwābīn)

Sebagaimana Firman Allah swt :

اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang membersihkan diri”. (QS. al-Baqarah: 222).

Taubat (dari asal kata tāba-yatūbu-taubatan) secara bahasa berarti kembali. Yakni, kembalinya seorang hamba kepada Allah dari segala perbuatan dosa yang pernah dilakukannya. Dari makna tersebut bisa dipahami bahwa taubat mempunyai fungsi untuk membersihkan diri dari dosa-dosa. Taubat juga bermakna kembali dari sifat-sifat tercela menuju sifatsifat terpuji.

3.   3.  Orang-Orang yang Menyucikan Diri (Mutaṭahhirīn)

Sebagaimana Firman Allah swt :

اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang membersihkan diri”. (QS. al-Baqarah: 222).

 

Dari Anas bin Malik, bahwasannya ketika ayat ini diturunkan, Rasulullah Saw bersabda: “Wahai kaum Anshar, sesungguhnya Allah telah memuji kalian dalam hal kebersihan kalian, apakah (sebenarnya) kebersihan kalian itu?” Mereka berkata: “Kami berwudhu untuk menegakkan shalat, mandi karena junub dan membersihkan kotoran dengan air.” Rasulullah Saw bersabda, “Ya memang itulah, maka kalian peliharalah”

4.   4.  Orang-Orang yang Bertaqwa (Muttaqīn)

Allah mencintai orang yang bertaqwam sebagaimana Firman-Nya :

اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِيْنَ

“...Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa”

 (QS. al-Taubah: 7).

Taqwa adalah kamu membuat jarak yang jauh antara diri dengan siksa Allah Swt dengan cara melaksanakan semua perintah-Nya dan meninggalkan setiap larangan-Nya dan mampu mempertahankan diri dalam perintah Allah. Menurut Abdullah bin Mas‟ud ra berkata: “Taqwa adalah menaati Allah tanpa maksiat kepada-Nya, diingat tidak dilupakan, disyukuri dan tidak dikufuri”. Jadi orang yang bertaqwa adalah mereka yang selalu menaati perintah-Nya dan menjauhi semua yang dilarang oleh Allah, mereka yang bertaqwa akan selalu mengingat Allah dan tidak melupakan-Nya, karena mereka yang melupakan-Nya ialah mereka yang selalu melakukan perbuatan maksiat kepada-Nya.

 

5.  5.   Orang-Orang yang Sabar (Shobiriin)

Sesungguhnya Allah swt mencintai orang yang bersabar, sebagaimana Firman-Nya :

وَاللّٰهُ يُحِبُّ الصّٰبِرِيْنَ

“...Dan Allah menyukai orang-orang yang sabar” (QS. Āli „Imrān: 146).

Sabar menurut bahasa adalah daya tahan diri dalam menghadapi berbagai cobaan, tidak lekas marah atau emosional, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati, tabah dalam menghadapi musibah, tenang, tidak tergesa-gesa, dan tidak mengikuti hawa nafsu. Adapun sabar menurut syariat adalah menahan diri dari hal-hal yang Allah haramkan lalu menguatkannya dengan melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Sabar adalah pilar kebahagian seorang hamba. Dengan kesabaran itulah seorang hamba akan terjaga dari kemaksiatan, konsisten menjalankan ketaatan, dan tabah dalam menghadapi berbagai macam cobaan. Ibnul Qayyim al-Jauziyah mengatakan “Kedudukan sabar dalam iman laksana kepala bagi seluruh tubuh. Apabila kepala sudah terpotong maka tidak ada lagi kehidupan di dalam tubuh

 

6.   6.  Orang-Orang yang Bertawakal (Mutawakkiliin)

Allah swt mencintai hambanya yang bertwakal, sebagaimana Firman-Nya :

 اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

“...Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal”

(QS. Āli „Imrān: 159).

Arti tawakal adalah pasrah. Tawakal kepada Allah berarti pasrah dan berserah diri kepada-Nya. Seorang hamba yang menyerahkan seluruh usaha dan aktivitasnya kepada Allah, disebut sebagai orang yang telah bertawakal kepada-Nya. Tentu saja dalam berserah diri kepada Allah, seorang hamba dituntut untuk memiliki keyakinan dan ideologi yang kuat dan mantap, yang menjadikannya yakin bahwa tak ada satupun yang memberi pengaruh selain Allah Swt. Orang yang punya keyakinan semacam ini, pasti akan pasrah kepada Allah dan hatinya hanya tertuju kepada-Nya. Menurut Ibnu Athaillah, “Orang yang memiliki pemahaman akan mengambil dari Allah dan bertawakal kepada-Nya sehingga mereka mendapatkan bantuan dari-Nya. Jika hamba bertawakal kepada Allah, Allah akan melenyapkan kerisauan dan kegelisahannya”.

7.   7.  Orang-Orang yang Berlaku Adil (Muqsiṭīn)

Orang yang berlaku adil termasuk kategori orang yang akan disukai atau dicintai oleh Allah swt, sebagaimana Firman-Nya:

اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ

“...Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”.

(QS. al-Mumtaḥanah: 8).

Makna al-Muqsiṭ adalah adil terhadap semua makhluk-Nya dan dalam semua keadaan. Al-Muqsiṭūn adalah orang-orang yang adil yang mengikuti syariat Allah dan hukum-hukum-Nya, sedangkan al[1]Qasiṭūn itu adalah orang-orang yang berbuat jahat dan orang-orang yang berbuat dzalim. Dan orang yang berlaku adil itu adalah para kekasih Allah. Sedangkan orang-orang yang jahat itu adalah musuh-musuh-Nya.

 

8.    8.Orang-Orang yang Berperang di Jalan Allah

Allah swt juga mencintai orang-orang yang berjuang di jalan-Nya, sebagaimana Firman-Nya :

اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِهٖ صَفًّا كَاَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَّرْصُوْصٌ

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”  (QS. al-Ṣaff: 4)

Jihad di jalan Allah adalah mencurahkan segala upaya guna memerangi orang-orang kafir, untuk menggapai ridha Allah dan demi meninggikan kalimatnya.49 Dan dalam kaitannya dengan jihad, seorang muslim tidak hanya semata-mata jihad tetapi harus memiliki cinta terhadapnya. Ia harus memprioritaskan jihad fi sabilillah atas selainnya dari kehidupan yang fana ini. Jihad fi sabilillah jalan bagi keberlangsungan agama ini, karena hanya dengannya agama ini tersebar dan kokoh, yaitu dengan cara memerangi musuh-musuh-Nya, mengibarkan panji-panji-Nya dan menyerukan kalimat-Nya.

Dengan demikian, jika kita ingin tergolong hamba yang dicintai Allah swt maka maka kita harus berupaya sepenuh hati untuk memenuhi kriteria di antara delapan kriteria hamba yang dicintai Alah swt sebagaimana yang telah Penulis uraikan tersebut di atas. Semoga Allah swt ekan memasukkan kita ke dalam golongan hamba yang dicintai-Nya. Aamiin yaa Allah yaa Mujiibassaa’iliin….

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KONSEP PERNIKAHAN DALAM PANDANGAN ISLAM

5 RESEP DALAM MEWUJUDKAN KELUARGA ISLAMI

NASEHAT INDAH GUNA MENJAGA KEHARM0NISAN DALAM KELUARGA