Ingatlah, Dunia adalah Kesenangan yang Menipu
Ingatlah, Dunia adalah
Kesenangan
yang Menipu
(Oleh : Dr.H.Sukarmawan,M.Pd.)
Harus
kita akui dan kita sadari bahwa setiap diri kita sangat menginginkan kesenangan
selama kita hidup di dunia ini, selain berharap memperoleh kesenangan atau kebahagiaan
di Akhirat kelak. Padahal dengan jelas Allah swt telah mengingatkan kita bahwa
kesenangan di dunia ini hanyalah sebuah permainan yang melalaikan, dan dunia
hanya bersifat sem.entara (Fana) sebagaimana Firman Allah swt :
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ
وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ
كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا
ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ
وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan
dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan
bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan
anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian
tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi
hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta
keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang
menipu” (QS. Al-Hadîd: 20)
Jika kita
menyadari dan mengetahui hakikat dunia yang sebenarnya, sebagai mahluk yang
berakal pasti kita akan memilih sesuatu yang baik bukan yang buruk,
mengutamakan kebahagiaan yang bersifat abadi daripada kebahagiaan sejenak.
Kalaulah kita direnungkan hakikat dunia dan segala isinya ini, kita pasti akan
sadar dan yakin bahwa dunia dan segala isinya ini hanya bersifat sementara,
tidak kekal. Kebahagiaan dan kesedihan di dunia juga bersifat sementara.
Bertolak belakang dengan kebahagiaan atau kesedihan di akhirat yang semua
bersifat abadi. Maka alangkah ruginya, orang yang hanya mengejar materi dan
kesenangan semu di dunia, karena tidak lama lagi itu semua akan berakhir dengan
kematian.
Fenomena
yang ada, banyak di antara kita yang berlomba mengejar kesenangan dunia ini
ibarat orang-orang yang berada dalam sebuah permainan yang melalaikan, tidak
lama lagi permainan itu akan berakhir dan menyisakan kelelahan yang tidak
berarti. Sebagaimana Firman Allah swt :
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا
لَعِبٌ وَلَهْوٌ ۖ وَلَلدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ ۗ أَفَلَا
تَعْقِلُونَ
“Kehidupan dunia ini hanyalah main-main
dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi
orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS Al-An’âm: 32).
Untuk bahan
renungan dan muhasabah diri kita agar kita tidak termasuk orang yang tertipu
oleh gemerlap dunia, selain menghayati/ meresapi Firman Allah swt, sebagaimana
yang telah Penulis uraikan di atas, mari kita simak pernyataan dua orang ulama
besar dunia, berikut ini :
1.
Pernyataan
Yahya bin Mu'adz rahimahullah :
مِنْ أَعْظَمِ
الْاِغْتِرَارِ عِنْدِي: التَّمَادِي فِي الذُّنُوْبِ عَلَى رَجَاءِ الْعَفْوِ مِنْ
غَيْرِ نَدَامَةٍ، وَتَوَقُّعُ الْقُرْبِ مِنَ اللّٰهِ تَعَالَى بِغَيْرِ طَاعَةٍ،
وَانْتِظَارُ زَرْعِ الْجَنَّةِ بِبَذْرِ النَّارِ، وَطَلَبُ دَامِ الْمُطِيْعِيْنَ
بِالْمَعَاصِي، وَانْتِظَارُ الْجَزَءِ بِغَيْرِ عَمَلٍ، وَالتَّمَنِّي عَلَى اللّٰهِ
عَزَّ وَجَلَّ مَعَ الإِفْرَاطِ
“Menurutku, ketertipuan yang terbesar
adalah: terus-menerus berbuat dosa diiringi rasa harap mendapat ampunan Allah
tanpa penyesalan, mengharapkan untuk bisa dekat dengan Allah tanpa diiringi
ketaatan, menanti panen surga dengan benih neraka, ingin tinggal bersama
orang-orang yang taat tapi dengan cara berbuat maksiat, menunggu-nunggu pahala
tanpa berbuat amal,dan mengharapkan keridhaan Allah tapi pada saat yang sama
melalaikan-Nya”
2. Pernyataan Al- Imam Ghazali:
Beliau menyebutkan empat
kelompok manusia yang tertipu.
a. Ulama atau Cendekiawan
Menurut
al-Ghazali, banyak sekali golongan ulama atau cendekiawan yang tertipu. Di
antaranya, mereka yang merasa ilmu-ilmu syariah dan aqliyah yang dimiliki telah
mapan (cukup). ''Mereka mendalaminya dan menyibukkan diri mereka dengan
ilmu-ilmu tersebut, namun mereka lupa pada dirinya sendiri sehingga tidak
menjaga dan mengontrol anggota tubuh mereka dari perbuatan maksiat.''
Selain
itu, ketertipuan para ulama atau cendekiawan ini juga dikarenakan kelalaian
mereka untuk senantiasa melakukan amal saleh. Mereka ini, kata al-Ghazali,
tertipu dan teperdaya oleh ilmu yang mereka miliki. Mereka mengira bahwa
dirinya telah mendapatkan kedudukan di sisi Allah. Mereka mengira bahwa dengan
ilmu itu telah mencapai tingkatan tertinggi
Lebih lanjut al-Ghazali dalam kitabnya menjelaskan, orang-orang yang masuk dalam kelompok ini adalah orang-orang yang dihinggapi perasaan cinta dunia dan diri mereka sendiri serta mencari kesenangan yang semu.
Selain itu, mereka yang tertipu adalah orang yang merasa ilmu dan amal lahiriahnya telah mapan, lalu meninggalkan bentuk kemaksiatan lahir, namun mereka lupa akan batin dan hatinya. Mereka tidak menghapuskan sifat tercela dan tidak terpuji dari dalam hatinya, seperti sombong, ria (pamer), dengki, gila pangkat, gila jabatan, gila kehormatan, suka popularitas, dan menjelek-jelekkan kelompok lainnya.
b. Golongan Ahli Ibadah
Golongan berikutnya yang tertipu, kata al-Ghazali, adalah golongan ahli ibadah. Mereka tertipu karena shalatnya, bacaan Alqurannya, hajinya, jihadnya, kezuhudannya, amal ibadah sunnahnya, dan lain sebagainya. Dalam kelompok ini, lanjut al-Ghazali, terdapat pula mereka yang terlalu berlebih-lebihan dalam hal ibadah hingga melewati pemborosan. Misalnya, ragu-ragu dalam berwudu, ragu akan kebersihan air yang digunakan, berpandangan air yang digunakan sudah bercampur dengan air yang tidak suci, banyak najis atau hadas, dan lainnya. Mereka memperberat urusan dalam hal ibadah. Tetapi, meringankan dalam hal yang haram. Misalnya, menggunakan barang yang jelas keharamannya, namun enggan meninggalkannya.
c. Golongan Hartawan
Dalam
kelompok hartawan, ada beberapa kelompok yang tertipu. Menurut al-Ghazali,
mereka adalah orang yang giat membangun masjid, membangun sekolah, tempat
penampungan fakir miskin, panti jompo dan anak yatim, jembatan, tangki air, dan
semua amalan yang tampak bagi orang banyak. Mereka dengan bangga mencatatkan
diri mereka di batu-batu prasasti agar nama mereka dikenang dan peninggalannya
dikenang walau sudah meninggal dunia.
Selanjutnya,
kelompok hartawan yang tertipu adalah mereka yang memperoleh harta dengan
halal, lalu menghindarkan diri dari perbuatan yang haram, kemudian
menafkahkannya untuk pembangunan masjid. Padahal, tujuannya adalah untuk pamer
(ria) dan sum'ah (mencari perhatian) serta pujian.
Lalu, mereka yang tertipu dalam kelompok ini adalah mereka yang menafkahkan hartanya untuk fakir miskin, penampungan anak yatim, dan panti jompo dengan mengadakan perayaan.
d. Golongan Ahli Tasawuf
Golongan
selanjutnya yang tertipu, kata Imam al-Ghazali, adalah golongan ahli tasawuf.
Dan, kebanyakan mereka muncul pada zaman ini. Mereka yang tertipu adalah yang
menyerupakan diri mereka dengan cara berpakaian para ahli tasawuf, cara
berpikir dan penampilan, perkataan, sopan santun, gaya bahasa, dan tutur kata.
Mereka juga tertipu dengan cara bersikap, mendengar, bersuci, shalat, duduk di
atas sajadah sambil menundukkan kepala, bersuara rendah ketika berbicara, dan
lain sebagainya.
Semoga
saja Allah swt akan menyelamatkan diri kita dari tipu daya dunia yang terkadang
membuat manusia terlena. In syaa Allah…..
Komentar
Posting Komentar