Sudahkah Anda Khusu’ dalam Sholat?
Sudahkah
Anda Khusu’ dalam Sholat?
(Oleh : Dr.H.Sukarmawan,M.Pd.)
Tampaknya masih banyak umat Islam (Muslim) yg kurang memahami
makna Khusu’ dalam Shalat. Mayoritas di antara umat Islam boleh jadi hanya tahu
makna shalat (secara syari'at) saja dan mereka beranggapan jika sudah mengerjakan
shalat (secara syari'at) dianggap sudah cukup baik. Padahal, banyak orang Islam
yang menunaikan shalat tapi pahala shalat tidak didapat dan perubahan sikap
atau perilaku tidak tampak terlihat. Yang tampak adalah perbuatan keji dan
munkar tetap saja masih menjadi kebiasaannya. Padahal, Allah SWT dengan tegas
dan jelas telah berfirman dalam QS.Al-Ankabut ayat 45 :
اُتْلُ مَآ اُوْحِيَ
اِلَيْكَ مِنَ الْكِتٰبِ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَۗ اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ
الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ ۗوَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُ ۗوَاللّٰهُ يَعْلَمُ
مَا تَصْنَعُوْنَ
“Sesungguhnya
shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.”(QS. Al ‘Ankabut: 45)
Pertanyaan yang sering sekali ditanyakan oleh
pengunjung sufimuda kepada saya lewat email adalah bagaimana shalat bisa
menjadi khusyu’, apakah kita bisa melaksanakan shalat khusyu’ dan ada juga yang
berpendapat bahwa hanya nabi Muhammad SAW berserta sahabat-sahabatnya dan ulama
salafush shalih saja yang benar-benar bisa melaksanakan shalat dengan khusyu’
selain dari mereka tidak ada yang bisa melaksanakan shalat khusyu’. Benarkah
demikian ? Apakah hakikat Sholat Khusu’ yang Allah nyatakan dalam QS. Al
Baqarah ayat 45-46
واستعينوا بالصبر والصلاة وإنها لكبيرة إلا على
الخاشعين، الذين يظنون أنهم ملاقوا ربهم وأنهم إليه راجعون
Artinya: “Jadikanlah sabar dan sholat
sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali
bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka
akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.”
Menurut penafsiran Syaikh Mu’min Al-Haddad
dalam buku Khusyuk Bukan Mimpi, arti khusyu’ dalam Al Baqarah ayat 45-46
terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Merasa sedang berhadapan dengan Allah dan
mengingat kematian
Maksudnya membayangkan bagaimana perasaan
berseri-seri apabila berada dihadapan Allah. Selain itu ada perasaan khawatir
ketika membayangkan perjalanan menuju Surga atau neraka, dengan menyaksikan
pandangan hari kiamat dan alam akhirat dari shirat (jembatan di atas Neraka).
2. Memfokuskan pikiran serta merenungi ayat
dan dzikir
Kekhusyukan ini berinti di hati. Barangsiapa
berhasil memfokuskan pikiran untuk menyadari apa yang dibaca, baik Alquran,
dzikir, maupun doa dalam sholat, berarti ia telah memasuki tingkat kekhusyukan.
Meskipun kedua tafsiran tersebut menyebutkan
jika khusyuk itu adalah memfokuskan hati dan pikiran, tetapi faktanya banyak
dari kita yang masih sulit untuk melaksanakan ibadah sholat dengan khusyuk.
Untuk bisa mencapai kekhusyukan dalam sholat
memang tidak mudah. Namun, dengan terus mencoba fokus dan ikhlas dalam sholat,
sedikit demi sedikit kita bisa merasakan nikmatnya menghadap Sang Pencipta.
Mengingat pentingnya sholat, maka umat Muslim
tidak seharusnya melaksanakan ibadah Sholat dengan asal-asalan. Umat Muslim
harus mengerjakan ibadah sholat ini dengan ikhlas dan khusyuk menghadap Allah
SWT.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS.
Al-Mu’minuun: 1-2 berikut ini:
قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ ۙالَّذِيْنَ هُمْ
فِيْ صَلٰو تِهِمْ خَاشِعُوْنَ
Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah
orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.”
(Q.S Al-Mu’minuun: 1-2).
Jika kita coba telaah tentang kata “Khusyu’
dalam al-Qur`an hampir selalu digandengkan dengan kata “Shalat”. Dalam surah
al-Baqarah ayat 45, Allah SWT berfirman,
“Dan
mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan
sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang
khusyu`.” Demikian pula dalam surah al-Mu`minûn ayat 2, Allah berfirman,
”(Yaitu) orang-orang yang khusyu` dalam
shalatnya.”
Imam Ibn Abbas memaknai kata khusyu’ adalah “tenang”. Dalam bahasa
ulama fikih disebut Thuma’nînah (tidak tergesa-gesa). Berdasarkan argumen
ini, shalat
khusyu’ berarti shalat yang ditegakkan dengan tenang dan
tidak tergesa-gesa. Karena, orang yang tergesa-gesa mengerjakan shalat,
ia tak akan pernah biasa menikmatinya. Ibarat orang yang tergesa-gesa ketika makan,
ia tak akan pernah menikmati lezatnya makanan yang disantapnya.
Selain itu, kata khusyu’ juga digunakan
untuk menerangkan kondisi psikologis
orang-orang kafir dan pendosa di hari kiamat kelak. Bahwa mereka dalam
kondisi jiwa yang penuh kesedihan dan ketakutan. Dalam surah
al-Qalam ayat 43 Allah berfirman :
خَاشِعَةً اَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ ۗوَقَدْ
كَانُوْا يُدْعَوْنَ اِلَى السُّجُوْدِ وَهُمْ سٰلِمُوْنَ
”Pandangan
mereka tunduk ke bawah, dan mereka diliputi kehinaan. Sesungguhnya mereka dulu
(di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera (tetapi
mereka tidak melakukannya).”
Pernyataan ini diperkuat lagi oleh Allah swt,
sebagaimana Firman-Nya dalam surah al-Ma’ârij ayat 44 :
خَاشِعَةً اَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ ۗذٰلِكَ
الْيَوْمُ الَّذِيْ كَانُوْا يُوْعَدُوْنَ
“Pandangan
mereka tertunduk ke bawah diliputi kehinaan. Itulah hari yang diancamkan kepada
mereka”.
Dan dalam surah an-Nâzi’ât ayat 9 lagi-lagi Allah
swt menegaskan makna yang sama, “abshâruhâ
khâsyi’ah (pandangannya tunduk).”, sebagaimana Firman-Nya :
اَبْصَارُهَا خَاشِعَةٌ
“Pandangannya
tunduk “
Begitu
pula dalam surah al-Ghâsyiyah ayat 2,
wujûhuy-yama`idzin
khâsyi’ah (banyak muka pada hari itu tunduk terhina). Allah swt berfirman :
وُجُوۡهٌ يَّوۡمَٮِٕذٍ خَاشِعَةٌ
“Pada
hari itu banyak wajah yang tertunduk terhina,”
Jika kita simak dengan seksama bunyi ayat 39
dalam QS. Fushilat, Allah swt berfirman :
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنَّكَ تَرَى الْاَرْضَ خَاشِعَةً
فَاِذَآ اَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاۤءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْۗ اِنَّ الَّذِيْٓ اَحْيَاهَا
لَمُحْيِ الْمَوْتٰى ۗاِنَّهٗ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Dan
sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya, engkau melihat bumi itu kering dan
tandus, tetapi apabila Kami turunkan hujan di atasnya, niscaya ia bergerak dan
subur. Sesungguhnya (Allah) yang menghidupkannya pasti dapat menghidupkan yang
mati; sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
Dalam ayat tersebut di atas kita menemukan
ayat yang menggambarkan ketandusan bumi dengan kata khusyu’.
Hal ini menunjukkan, bahwa kata khusyu’ juga digunakan oleh Allah swt di dalam
al-Qur`an untuk menggambarkan kondisi yang tampak mati, tidak ada kehidupan,
lalu ia menjadi bangkit, subur dan hidup kembali dengan disirami air hujan.
Berdasarkan uraian di atas jelaslah terlihat
bahwa ada beberapa makna khusyu’ dengan bahasa yang sangat indah telah
diterangkan oleh Allah swt pada beberapa ayat al-Qur’an di atas. Dengan
demikian dapat penulis simpulkan: Pertama, ada gambaran sebuah makna
yang saling melengkapi tentang hakikat khusyu’ dalam shalat. Yaitu: suatu
kondisi di mana seseorang yang sedang shalat benar-benar menyadari kelemahan
dirinya yang terbatas dan serba tergantung kepada selainnya, terutama kepada
Allah swt. Dengan kesadaran itu, ia akan menegakkan shalatnya dengan
sungguh-sungguh. Bukan asal-asalan dan bermalas-malasan.
Inilah maksud firman Allah dalam QS.al-Mu`minûn
ayat 2, alladzîna hum fî shalâtihim
khâsyi’ûn. Karenanya Ibn Abbas mengartikan kata khâsyi’ûn sebagai sâkinûn
(tenang).
Bila kondisi seperti ini yang dicapai
seseorang dalam shalatnya, maka ia akan merasa tenang, nyaman, damai dan nikmat.
Jika situasi dan kondisi ini yang terjadi saat Shalat kita dirikan tentunya tak
akan pernah sedikitpun kita merasa terbebani dengan perintah Shalat 5 waktu
dari Allah swt. Inilah makna ayat dalam surah al-Baqarah ayat 45, wa innahâ lakabîratun illa ‘alal-khâsyi’în
(Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang
yang khusyu`).
Dari kesadaran shalat seperti inilah akan
tercapai kesadaran yang mendalam bahwa shalat bukan hanya rutinitas harian dan ritual
belaka, melainkan harus tercermin dalam kehidupan sehari-hari kita. Bila
seseorang benar-benar menjiwai hakikat shalat seperti ini, maka ia tak hanya
baik secara ritual, melainkan di saat yang sama ia pasti baik secara sosial
(berupa akhlak mulia) dalam konteks hubungan antar manusia, baik dalam
interaksi social secara internal (Dalam lingkungan Keluarga) maupun secara
Eksternal (Dalam Lingkungan Masyarakat).
Ini yang di maksud dengan firman Allah dalam QS. Al-'Ankabut Ayat
45:
اُتْلُ مَآ اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتٰبِ وَاَقِمِ
الصَّلٰوةَۗ اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ ۗوَلَذِكْرُ
اللّٰهِ اَكْبَرُ ۗوَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ
“Bacalah
Kitab (Al-Qur'an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah salat.
Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan
(ketahuilah) mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah
yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Sejenak mari kita simak bunyi ayat tersebut di
atas. Di dalam QS. Al-'Ankabut Ayat 45
tersebut di atas terkandung pernyataan jaminan atau garansi dari Allah swt,
bahwa seorang yang mengerjakan shalat pasti akan tercegah dirinya dari
perbuatan keji dan munkar. Artinya, hal yang tidak mungkin terjadi jika seorang
yang shalatnya baik, tetapi perilakunya tidak baik. Yakinlah, bahwa ini merupakan
garansi atau jaminan dari Allah swt. Dan kita tahu Allah mustahil berbohong.
Sebagaimana Firman-Nya dalam QS.Albaqarah ayat 147 :
ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَلَا
تَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡمُمۡتَرِينَ
“Kebenaran itu adalah dari Rabbmu, sebab itu
jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (al-Baqarah: 147)
Allah swt puntelah meyakinkan kita melalui Firman-Nya dalam QS. al-Kahfi:29
:
وَقُلِ ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّكُمۡۖ
“Dan katakanlah, kebenaran itu datangnya dari
Rabbmu.” (al-Kahfi:29)
Sebagai
kalimat konklusi dari Penulis maka dapat disimpulkan jika ada seorang yang senantiasa
menunaikan ibadah shalat, tetapi perilakunya jahat, hobi bermaksiat, dan
bermental layaknya penjahat, sungguh yang harus dipertanyakan adalah kualitas
shalatnya. Wallahua’lam bisshowab…
Komentar
Posting Komentar