Tingkatkan Peran Keluarga sebagai Lembaga Pendidikan Anak yang Pertama dan Utama
Tingkatkan Peran Keluarga sebagai Lembaga
Pendidikan Anak yang Pertama dan Utama
(Oleh:Dr.H.Sukarmawan,M.Pd)
Profil
dari sebuah Keluarga merupakan miniatur dari masyarakat terkecil dihuni oleh
anggota masyarakatnya yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak yang secara
sah diikat dengan adat atau agama. Proses pembentukan keluarga diawali dengan
perkawinan yang merupakan kebutuhan fitrah manusia sebagai makhluk fisik.
Sebagai bagian dari makhluk hidup, manusia memerlukan pemenuhan kebutuhan fisik
dan ruhaninya, antara lain memerlukan pemenuhan kebutuhan biologisnya sehingga
dapat mengembangkan keturunannya. Fungsi Keluarga adalah menjaga hubungan antar
anggota keluarga sehingga nilai-nilai dapat terjaga dan terpelihara dari suatu
generasi ke generasi berikutnya. Salah satu fungsi keluarga yang paling
menonjol adalah fungsi sosial atau pendidikan. Peran keluarga dalam pendidikan merupakan pusat pendidikan. Bahkan
keluarga disebut sebagai pusat
pendidikan pertama dan utama dalam upaya penyiapan generasi masa depan..
Mengapa
Pendidikan keluarga dikatakan sebagai pendidikan pertama dan utama ? Saat
kehadiran anak di tengah-tengah keluarga
(lahirnya sang bayi si buah hati) itu menjadi
momentum pertama kali anak berkenalan dengan lingkungannya serta mendapat
pembinaan dari ayah dan bundanya. Pendidikan pertama ini dapat dipandang
sebagai peletak dasar pengemban proses pembinaan dan pendidikan berikutnya.
Pendidik perlu bertindak secara hati-hati pada pendidikan pertama ini. Kalau
tidak, bisa memberikan dampak yang kurang baik pada perkembangan anak
berikutnya. Tingkat kepekaan (sensitivitas) anak yang tinggi pada masa tumbuh-kembang
inilah yang membuat pendidikan keluarga dikatakan sebagai pendidikan yang pertama
dan utama.
Keluarga
bertugas memberikan pendidikan nilai-nilai spiritual keagamaan, pengetahuan,
dan keterampilan dasar kepada anak yang menjadi landasan bagi pendidikan yang
akan diterima mereka pada masa-masa selanjutnya. Rasulullah sangat tinggi
perhatiannya terhadap Pendidikan anak dalam keluarga. Sebagaimana sabda Beliau
:
Addibu
Auladakum Ala Tsalasi Hilsalin-Hubbi Nabiyyikum Waahli baitikum Wa Qira'atil
Qur'an (H.R.Imam Bukhari)
"Didiklah
anakmu dengan tiga cara ,(1) Cintakanlah anakmu kepada nabinya,(2) Cintakanlah
anakmu kepada keluarga nabinya ,(3) Cintakanlah anakmu dengan kitab
nabinya"
Pendidikan
keluarga menjadi lingkungan pertama yang memberikan pengaruh kepada anak. Baik
dan buruknya anak pada masa selanjutnya sangat ditentukan oleh lingkungan yang
mereka peroleh pertama kali yakni dalam lingkungan keluarga. Peran keluarga
dalam pendidikan anak diungkapkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan sabda Beliau :
كُلُّ مَوْلُوْدٍ
يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ
يُنَصِّرَانِهِ
Anak
dilahirkan dalam kondisi suci (baik), kemudian ibu-bapaknya-lah yang
menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR. Muslim)
Makna
kata ibu-bapaknya
dalam hadis di atas tentunya merujuk kepada lingkungan pertama yang didapati
anak, yakni lingkungan keluarganya. Pendidikan nilai dalam keluarga terjadi
melalui komunikasi dan interaksi antara orang tua dengan anak yang mengandung
makna edukatif, yakni hubungan yang saling dipahami serta memiliki
muatan pendidikan. Pendidikan keluarga yang memberikan dasar-dasar kehidupan
bagi semua orang serta nilai-nilai yang mendasari pembentukan kepribadian dapat
dikatagorikan sebagai pendidikan umum. Keluarga sebagai pendidikan umum yang
menjadi wahana dan pusat pendidikan nilai sekarang ini dihadapkan kepada
tantangan yang besar, yakni perkembangan dan pergeseran nilai budaya
masyarakat. Pergeseran nilai terjadi sebagai dampak dari kemajuan teknologi
yang dicapai manusia, terutama dalam bidang teknologi komunikasi.
Teknologi
komunikasi seringkali dijadikan sebagai sebab terjadinya masalah-masalah
pendidikan terutama perkembangan nilai-moral remaja dalam keluarga. Media Televisi
yang hampir ada di setiap keluarga dengan tayangan sepanjang dua puluh empat
jam tanpa henti telah mengubah pola waktu dan mempengaruhi sikap anak-anak dan
remaja. Iklan yang ditayangkan terus menerus telah menyebabkan lahirnya sikap
konsumerisme dan hedonisme. Hiburan-hiburan yang menampilkan pornografi dan
pornoaksi diduga telah membangkitkan penyimpangan perilaku seksual di kalangan remaja.
Demikian pula akses terhadap internet yang bebas melalui warung-warung internet,
free hot spot di café-café atau tempat hiburan, semakin mendesak dan
mempersempit peranan pendidikan keluarga. Menghadapi arus informasi tersebut,
fungsi dan peran keluarga semakin didesak untuk berubah dan menyesuaikan dengan
situasi yang ada saat ini. Hal ini tentunya menuntut kemampuan orang tua dalam
dunia Teknologi Komunkasi agar dapat mengambil peran sebagai pengendali bagi
anak-anaknya yang telah digandrungi oleh kemajuan dunia Teknologi Komunikasi
dewasa ini.
Bagaimana
keluarga diperankan dalam perkembangan budaya masyarakat yang cepat berubah
ini? Pendidikan keluarga sebagai pendidikan pertama dan utama dalam pembinaan
dan pengembangan nilai-nilai memerlukan pijakan yang mampu memberikan
dasar-dasar yang kokoh yang mampu menghadapi tantangan dan masalah yang
dihadapinya dari waktu ke waktu. Salah satu sumber yang dapat memberikan
sumbangan dalam memperkuat ketahanan keluarga adalah ajaran agama Islam. Agama
Islam merupakan keyakinan yang memberikan pedoman dan bimbingan hidup termasuk
dalam penataan keluarga. Tujuan keluarga dalam pandangan Islam diungkapkan
dalam AL-Quran Surat Ar-Rum ayat 21:
وَمِنۡ اٰيٰتِهٖۤ اَنۡ خَلَقَ لَكُمۡ مِّنۡ اَنۡفُسِكُمۡ
اَزۡوَاجًا لِّتَسۡكُنُوۡۤا اِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَكُمۡ مَّوَدَّةً وَّرَحۡمَةً
ؕ اِنَّ فِىۡ ذٰ لِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوۡمٍ يَّتَفَكَّرُوۡنَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.QS.Ar-Rum:21
Kata
“litaskunu” diartikan “agar cenderung dan merasa tenteram (sakinah)”. Sakinah
menurut Quraish Shihab adalah ketenangan yang dinamis dan aktif. Untuk mencapai
sakinah diperlukan kesiapan fisik, mental, dan ekonomi, karena ketenangan itu
memerlukan pemenuhan kebutuhan fisik dan ruhani. Kondisi sakinah tersebut perlu
dijabarkan secara operasional, baik dalam kaitan kondisi fisik, non-fisik,
maupun situasi yang ada di dalamnya. Dengan kata lain, keluarga sakinah yang
merupakan tujuan keluarga memerlukan kajian dan penjelasan yang rinci sehingga
dapat diterapkan dalam kenyataan sehari-hari.
Kondisi
keluarga saat ini disinyalir mulai kehilangan fungsi dan peranannya, terutama
fungsi kependidikannya karena telah disaingi oleh media sosial, media, Televisi
surat kabar, Instagram, twitter, dan media massa lainnya). Apabila dibiarkan tentunya
akan mendorong lahirnya keluarga yang hanya menjadi tempat pemberhentian
(Tempat Transit atau rumah singgah sementara dari anggota keluarga). Keluarga
yang kehilangan makna; kering dari dari nilai-nilai etika dan agama yang
akibatnya akan melahirkan generasi baru yang apatis dan kehilangan rasa
kemanusiaannya
Komentar
Posting Komentar