Mari Kita Belajar dari Khalifah Umar Bin Khattab Terkait Standar Keamanan Gempa Yang Benar

 

Standar Keamanan saat Gempa

Mari Kita Belajar dari Khalifah Umar Bin Khattab Terkait Standar Keamanan Gempa Yang Benar

(Oleh: DR.H.Sukarmawan,M.Pd.)

Pada Senin Siang tanggal 21 November 2022, gempa bumi dengan kekuatan 5.6 skara richter mengguncang wilayah Cianjur dan Sukabumi Jawa Barat. Hampir 300 jiwa melayang, Ratusan rumah rusak sedang hingga berat. Dan ratusan orang mengalami luka ringan, sedang hingga luka berat. Peristiwa Gempa ini terasa hingga ke beberapa daerah di sekitarnya. Tayangan Televisii dan Video-video tentang dampak gempa bumi tersebut banyak beredar di kalangan masyarakat.

Menurut keterangan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), gempa ini juga terasa hingga ke sejumlah daerah, misalnya sampai ke Kabupaten Cianjur yang berjarak sekitar 10 kilometer, kemudian Kota Sukabumi, Kota Bogor, Bandung hingga Bekasi dan Jakarta.

Gempa Bumi tersebut diperkirakan terjadi sekitar pukul 13:21 WIB. Untuk pusat gempa sendiri berada di 6.84 Lintang Selatan dan 107.05 Bujur Timur. Pusat Gempa berada di kedalaman 10 kilometer.

Para ahli Ilmu bangunan (Arsitektur) dan bahkan Presiden RI memberikan himbauan agar diperhatikan betul standar keamanan akan gempa bumi agar dapat dimnimalisasi jumlah korban jiwa, korban yang luka-luka dan kerugian akan harta benda, termasuk rusak rumah yang merupakan kebutuhan primer manusia untuk tempat tinggal. Lalu bagaimana standar penyelamatan diri dari gempa bumi di masa sahabat Rasulullah SAW? Ternyata konsep standarisasi pengamanan dampak gempa bumi ini sudah ada di era Sahabat. Konsep ini terutama ada di masa pemerintahan Khalifah Umar bin Ai-Khattab RA.

Gempa di era Sahabat Nabi SAW, telah tercatat dalam sejarah sejarah Islam adalah gempa bumi yang menimpa kota Madinah pada masa khalifah Umar bin Al-Khattab RA. Setelah gempa berlalu beliau keluar dan berdiri di hadapan penduduk Madinah seraya berkata sebagai berikut ini.

 يَا أَهْلَ الْمَدِينَةِ ، مَا أَسْرعَ مَا أَحْدَثْتُمْ ، وَاللهِ لَئِنَ عَادَتْ لَأَخْرُجَنَّ مَنْ بَيْنِ أَظْهُرِكُمْ

“Wahai penduduk Madinah, alangkah cepatnya apa yang kalian kerjakan. Demi Allah jika gempa itu kembali lagi niscaya aku akan keluar di antara kalian,” (Lihat Ibnu Baththal, Syarhu Shahihil Bukhari, Saudi Arabia, Maktabah Ar-Rusyd, cet ke-2, 1423 H, juz III, halaman 26).

Bahwa sebagaimana yang kita ketahui bersama ketika ada gempa bumi dan kita berada di dalam gedung atau rumah, atau ruang maka keluar darinya menuju tanah yang lapang adalah keniscayaan. Ini adalah standar keamaan yang biasa diterapkan.

Namun demikian, persoalan ini akan menjadi hal yang menarik karena ditanyakan dari sudut pandang hukum fikih. Tentunya jarang sekali orang menanyakan soal hukum keluar rumah ketika terjadi gempa menurut para ahli fikih (fuqaha).

Jika kita coba tela’ah kitab-kitab fikih, terutama di kalangan Madzhab Syafi’i, terdapat penjelasan yang setidaknya memadai dan mencukupi untuk menjawab pertanyaan tersebut. SEbgai salah satu contoh, di dalam kitab Asnal Mathalib Syarhu Raudlatith Thalib karya Zakariya Al-Anshari terdapat keterangan yang menyatakan bahwa sunah hukumnya keluar dari rumah menuju tanah lapang ketika terjadi Gempa Bumi Pandangan ini adalah dikemukakan Al-‘Abbadi, beliau berkata :

“Dan disunahkan keluar rumah menuju tanah lapang pada saat terjadi gempa bumi. Demikian sebagaimana dikemukakan Al-‘Abbadi,” (Lihat Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib Syarhu Raudlith Thalib, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah, cet ke-1, 1422 H/2000 M, juz I, halaman 288).

Tentunya dapat kita pahami dari keterangan yang terdapat dalam Asnal Mathalib tersebut bahwa telah ada anjuran untuk menghindari dampak gempa bumi yang membahayakan. Bahkan jika tidak brlebihan, Penulis ingin mengatakan bahwa keluar rumah dalam rangka menyelamatkan diri ketika terjadi gempa hebat menjadi wajib jika hal tersebut masih dimungkinkan untuk kita lakukan sebelum kejadian yang fatal dan membahayakan menimpa diri kita.

Hal terpenting pada pascagempa adalah harus memperbanyak istighfar,  bersedekah jika memang mampu dan lurkan bantuan untuk saudar-saudara kita yang sedang tertimpa musibah sebagai wujud simpati dan empati kita kepada saudara-saudara kita yang tertimpa bencana..

Terakhir, marilah kita panjatkan doa ketika Gempa Bumi melanda denganuntaian doa:

“Allaahumma inni asaluka khairaha wa khaira maa fihaa, wa khaira maa arsalta bihi, wa a'udzubika min syarrihaa, wa syarri maa fihaa wa syarri maa arsalta bihi.”

Artinya: "Ya Allah, aku memohon kehadirat-Mu kebaikan atas apa yang terjadi, dan kebaikan apa yang di dalamnya, dan kebaikan atas apa yang Engkau kirimkan dengan kejadian ini. Dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari keburukan atas apa yang terjadi dan keburukan atas apa yang terjadi di dalamnya, dan aku juga memohon perlindungan kepadaMu atas apa-apa yang Engkau kirimkan." (HR An Nasa'i).

Setelah itu, Anda bisa melanjutkan dengan membaca doa Nabi Nuh AS saat memohon pertolongan kepada Allah SWT dari bencana banjir besar. Berikut bacaan latin doanya yang tertulis dalam Surat Hud ayat 47.

  رَبِّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْأَلَكَ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ ۖ وَإِلَّا تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي أَكُنْ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Setelah itu, Anda bisa melanjutkan dengan membaca doa Nabi Nuh AS saat memohon pertolongan kepada Allah SWT dari bencana banjir besar. Berikut bacaan latin doanya yang tertulis dalam Surat Hud ayat 47.

"Ya Tuhanku, sungguh aku berlindung kepadaMu dari memohon sesuatu yang aku tidak mengetahui hakikatnya. Sekiranya Engkau tidak memberi ampunan serta tidak menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk golongan orang-orang yang merugi," (QS Hud: 47).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KONSEP PERNIKAHAN DALAM PANDANGAN ISLAM

NASEHAT INDAH GUNA MENJAGA KEHARM0NISAN DALAM KELUARGA

5 RESEP DALAM MEWUJUDKAN KELUARGA ISLAMI