Pandangan Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah Tentang Keutamaan dan Kemuliaan llmu (Urgensi dan Kebutuhan Manusia Kepada llmu) Bagian Kedua belas
Pandangan Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah
Tentang Keutamaan dan Kemuliaan llmu
(Urgensi dan Kebutuhan Manusia Kepada llmu)
Bagian Kedua belas
Oleh: Dr.H.Sukarmawan,M.Pd.
Pada artikel Bagian Kesebelas mengenai “Pandangan
Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah Tentang Keutamaan dan Kemuliaan
llmu (Urgensi dan Kebutuhan Manusia Kepada llmu”, telah Penulis
uraikan pandangan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah terkait keutamaan ilmu dan
orang-orang yang berilmu hanya pada sudut pandang yang kedelapan
puluh satu mengingat sangat luasnya penjabaran Imam Ibnu Qoyyim pada bagian ini. Setelah
Penulis jeda atau dihentikan sementara dengan potingan lainnya, termasuk
postingan Penulis terkait Bencana Gempa Bumi di Cianjur Jawa Barat, maka berikut
ini akan Penulis lanjutkan kembali dengan kajian pada sudut pandang yang kedelapan
puluh dua hingga sudut Pandang kedelapan puluh empat, Berikut ini akan Penulis berikan
ulasannya.
Delapan puluh dua. Sesungguhnya Allah SWT sangat menekankan tentang
adanya perbedaan dua jenis manusia.
Perbedaan keduanya sangat jauh, sampai tidak disangka jika kedua makhluk ini
berasal dari jenis yang sama. Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan antara orang
yang paling baik (khairul-bariyyah) dan orang paling buruk (syarrul-bariyyah).
Mari sejenak kita simak dialog singkat Rasulullah SAW dengan salah seorang
sahabat berikut ini :
أنَّ رجلًا
قالَ : يا رسولَ اللَّهِ أيُّ النَّاسِ خيرٌ ؟ قالَ : مَن طالَ عمرُهُ ، وحَسنَ عملُهُ
، قالَ : فأيُّ النَّاسِ شرٌّ ؟ قالَ : مَن طالَ عمرُهُ وساءَ عملُهُ
Ketika Rasulullah SAW ditanya, ''Siapa manusia
terbaik?'' Beliau menjawab, ''Orang yang panjang usianya dan baik amalnya.''
Beliau kembali ditanya, ''Lalu siapa manusia terburuk?'' Jawab Rasul, ''Orang
yang panjang usianya tetapi jelek amalnya.'' (HR at-Tirmidzi).
Sesungguhnya Allah SWT telah menciptakan
malaikat sebagai makhluk berakal tanpa syahwat dan Allah swt pun telah menciptakan
hewan yang memiliki syahwat tetapi tidak berakal. Kemudian, Allah swt pun
menciptakan manusia sebagai makhluk berakal dan bersyahwat. Maka dari itulah,
barangsiapa yang akalnya mengalahkan syahwatnya, dia akan lebih baik daripada
malaikat. Dan barangsiapa yang syahwatnya lebih tinggi daripada akalnya, dia
lebih buruk daripada hewan.
Allah swt juga membedakan para manusia dalam
hal ilmu. Dia menjadikan manusia yang berilmu sebagai guru malaikat sebagaimana
firman Allah:
قَالَ يَا آدَمُ أَنْبِئْهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ ۖ فَلَمَّا أَنْبَأَهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ
قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَأَعْلَمُ
مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ
“Allah
berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda
ini". Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu,
Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku-katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya
Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan
dan apa yang kamu sembunyikan?" (QS.al-Baqarah: 33)
Sungguh perbedaan besar ini terjadi karena
ilmu dan faidahnya. Kalau ilmu itu bisa mendekatkan diri kepada Allah swt,
mencapai dunia malaikat, dan bersama dengan makhluk-makhluk langit, maka
cukuplah itu sebagai keutamaan dan kemuliaan. Bagaimana tidak, sementara
keagungan dunia dan akhirat tergantung dan berkaitan erat dengan adanya ilmu.
Delapan puluh tiga. Ibnu Qoyyim berpendapat bahwa sesungguhnya
anggota tubuh yang paling mulia dalam diri manusia adalah tempat ilmu itu, yaitu hati,
pendengaran, dan penglihatan. Manakala hati adalah tempat ilmu
dan pendengaran/telinga
hanyalah utusan yang membawa ilmu itu, sementara penglihatan sebagai mata-matanya,
maka hati
adalah raja atas segala anggota tubuh. Hatilah yang memegang kendali
semua anggota tubuh. Anggota tubuh taat kepada perintah dan kendalinya. Karena
itu, seluruh anggota tubuh tunduk kepada ilmu yang dikhususkan untuknya. Itu
sebabnya, hati menjadi raja yang ditaati.
Demikian pula halnya orang yang berilmu di
antara manusia, mereka seperti hati dalam anggota tubuh. Manakala baik dan
buruknya anggota tubuh itu tergantung dengan baik dan buruknya raja, maka
demikian pula halnya manusia dengan ulama dan pemimpinnya.
Ulama salaf mengatakan bahwa ada dua golongan
yang sangat besar pengaruhnya, apabila keduanya baik, maka seluruh manusia
baik; dan apabila keduanya rusak, maka seluruh manusia rusak, yaitu pemerintah
dan ulama. ' Abdullah bin Mubarak berkata, "Dan tidak ada yang merusak agama kecuali para pemimpin dan para
pastor jahat dan biarawannya." Manakala pendengaran dan penglihatan
memiliki pengetahuan yang tidak dimiliki oleh anggota badan lain, maka bagian
tubuh manusia yang ditempati oleh keduanya adalah yang paling mulia. Itulah
muka manusia. Keduanya merupakan yang terbaik dari segi manfaat dalam diri
manusia dibanding bagian-bagian dan anggota-anggota tubuh lainnya. Adapun yang
terbaik di antara keduanya diperselisihkan para ulama. Satu golongan, di
antaranya Abu al-Ma'ali dan selainnya
yang berpendapat bahwa pendengaran adalah yang terbaik. Mereka beralasan
karena, dengan pendengaran, kebahagiaan dunia dan akhirat diperoleh.
Kebahagiaan hanya diperoleht dengan mengikuti
para rasul dan menerima ajarannya. yang tentunya membutuhkan alat pendengaran.
Barangsiapa yang tidak memiliki pendengaran, maka dia tidak dapat mengetahui pelajaran
apa yang Rasul sampaikan. Juga dengan pendengaran, yang paling tinggi dan
paling utama dapat diketahui, yaitu firman Allah swt. Juga karena objek
pengetahuannya lebih umum daripada pengetahuan penglihatan. Pendengaran
mengetahui hal-hal umum, parsial, yang nyata, yang gaib, yang ada, dan yang
tidak ada. Sedangkan, penglihatan hanya mengetahui sebagian dari yang nyata.
Pendengaran mengenali semua ilmu. Kalau begitu, dimana letak kesamaan dari keduanya?
Andaikan kita analogikan dengan dua orang,
salah seorang di antara keduanya mendengarkan ucapan Rasul tapi tidak
melihatnya, sedangkan yang lain melihatnya tapi tidak mendengar karena tuli.
Apakah keduanya sama? Orang yang kehilangan penglihatan, dia hanya kehilangan
beberapa hal nyata yang sifatnya parsial tetapi dia dapat mengetahuinya dengan
sifatnya, meskipun dalam bentuk perkiraan. Sedangkan orang yang kehilangan
pendengaran, maka hal yang dia lewatkan tidak dapat dia ketahui dengan indera
penglihatan, meskipun dalam bentuk perkiraaan. Allah SWT dalam Al-Qur'an lebih
banyak mencela orang-orang kafir karena tidak mendengar, daripada mencela
mereka karena tidak melihat. Bahkan, ketika Allah swt mencela orang yang tidak
melihat hanya sebagai konsekuensi dari tidak mendengar dan tidak berakal. Atsar ini disandarkan Imam al-Gazali dalam
al-Ihya' kepada Nabi saw. Karena itu al-Albani berkata, "Hadits ini adalah hadits maudhu' (dibuat-buat) dan lemah."
Dan yang benar adalah apa yang dikatakan Ibnu Qayyim bahwa ini adalah ucapan
ulama salaf. Sesungguhnya ilmu yang
didatangkan pendengaran dalam hati tidak disertai dengan kelelahan dan
kebosanan; meskipun banyak dan besar. Sedangkan, yang didatangkan oleh
penglihatan disertai dengan kelelahan, kelemahan, dan kekurangan. Mungkin orang
yang memiliki pengetahuan yang berasal dari penglihatannya takut kehilangan ilmunya
meskipun jumlah ilmu yang dia miliki sedikit dan enteng dibandingkan dengan
yang ada pada pendengaran.
Pendapat dari golongan lain, di antaranya Ibnu Qutaibah mengatakan bahwa
penglihatan lebih utama dan lebih besar kenikmatannya; yaitu melihat Allah SWT
di akhirat. Ini hanya bisa diperoleh dengan penglihatan. Argumentasi ini saja
sudah cukup menunjukkan keutamaannya. Mereka mengatakan penglihatan adalah
pintu, jendela, dan pelopor bagi hati. Karena itu, kedudukannya di hati lebih
dekat daripada pendengaran. Karena itu pula, Allah banyak menyandingkan
keduanya dalam Al-Qur'an seperti firman Allah swt:
فَاعْتَبِرُوا
يَا أُولِي الْأَبْصَارِ
"Maka ambillah (kejadian itu) untuk
menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan." (al-Hasyr:
2)
Sesungguhnya aktivitas mengambil pelajaran
dengan hati dan melihat dengan mata. Sebagaimana firman Allah swt:
وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ
وَنَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ
Dan
(begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum
pernah beriman kepadanya (Al Quran) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka
bergelimang dalam kesesatannya yang sangat. (al-An'aam: 110)
Simaklah juga firman Allah swt berikut ini :
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ
آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۖ فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِنْ تَعْمَى
الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
“maka
apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang
dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka
dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang
buta, ialah hati yang di dalam dada”. (al-Hajj: 46) "
Perhatikanlah juga firman Allah swt di bawah
ini:
قُلُوبٌ يَوْمَئِذٍ
وَاجِفَةٌ
أَبْصَارُهَا
خَاشِعَةٌ
“Hati
manusia pada saat itu sangat takut, pandangannya tunduk." (an-Naazi'aat: 8- 9)
Allah swt puntelah berfirman :
يَعْلَمُ خَائِنَةَ
الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ
"Dia
mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang disembunyikan '(Ghaafir:19)
Keterkaitan hati dengan penglihatan, Allah
swt firmankan juga dalam QS.an-Najm ayat 11 berikut ini:
مَا كَذَبَ
الْفُؤَادُ مَا رَأَىٰ
"Hatinya tidak mendustakan apa yang telah
dilihatnya." (an-Najm: 11)
Perhatikan pula konteks ayat berikut ini:
مَا زَاغَ
الْبَصَرُ وَمَا طَغَىٰ
"Penglihatannya
(Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak pula
melampauinya." (an-Najm: 17)
Berdasarkan dukungan dari beberapa ayat
tersebut di atas, tampak jelas bahwa
Allah swt telah menunjukkan kita akan adanya hubungan dan keterkaitan yang erat
antara hati dan penglihatan. Oleh Karena itu, manusia dapat membaca apa yang
ada dalam hati manusia melalui sorot matanya. Ini banyak terdapat dalam ucapan
manusia, baik dalam syair maupun dalam prosa sampai kita tidak dapat
menyebutkannya satu persatu.
Jika hati adalah anggota badan yang paling
mulia, maka mata atau penglihatan adalah anggota badan yang paling erat
hubungannya dengannya dan paling mulia daripada yang lain. Karena itu, hati
mempercayakan kepada mata hal yang tidak dia percayakan kepada pendengaran.
Bahkan, jika pendengaran itu ragu dari satu hal, ia menyodorkan apa yang
didapatnya kepada penglihatan untuk diambil atau ditolaknya. Jadi mata Kunci
Kebahagiaan Mereka mengatakan, Ibrahim meminta kepada Tuhannya supaya
diperlihatkan bagaimana Dia menghidupkan yang telah mati. Padahal, dia sudah
mengetahui itu dengan pemberitahuan Allah kepadanya. Akan tetapi, Ibrahim
meminta derajat yang tertinggi, yaitu kemantapan hati. Mereka mengatakan bahwa
keyakinan ada tiga tingkatan. Pertama, pendengaran. Kedua, mata, yaitu yang disebut sebagai ainul yaqin. la lebih utama dan sempurna
daripada yang pertama. M
Sesungguhnya, mereka pun mengatakan bahwa
penglihatan mengarah kepada hati dan berasal darinya. Mata adalah cermin hati
di mana ia dapat memperlihatkan kecintaan, kemarahan, empati, simpati loyalitas,
kebencian, kebahagiaan, kesedihan, dan lain sebagainya. Sedangkan telinga, ia
tidak mengantarkan kepada hati sama sekali. Posisinya hanya sekedar
menjembatani saja. Sebab itu, mata jauh lebih besar ketergantungannya pada
hati. Pernyataan yang benar adalah, masing-masing penglihatan dan pendengaran
memiliki karakter dan keistimewaan sendiri-sendiri, yang tidak dimiliki oleh
yang lainnya. Memahami sesuatu dengan pendengaran lebih umum dan komprehensif,
sedangkan mengetahui sesuatu dengan penglihatan lebih sempurna. Dengan
demikian,, pendengaran memiliki keistimewaan umum dan komprehensif, sedang
penglihatan memiliki keistimewaan jelas dan sempurna.
Sesungguhnya kenikmatan yang diiraskan oleh
penghuni surga ada dua. Pertama, melihat Allah. Kedua,
mendengarkan perintah dan ucapan-Nya; sebagaimana yang diriwayatkan Abdullah bin Ahmad dalam al-Musnad dan
selainnya, "Seakan-akan manusia di hari kiamat tidak pernah mendengarkan
Al-Qur'an apabila mereka mendengarnya dari Ar-Rahman 'azza wa jalla.". Ibnu
Qoyyim al-Jaujiyyah tidak menyebutkan tingkatan ketiga Hadits tentang bacaan
Allah, atas Al-Qur'an kepada penghuni neraka. Al-Qurthubi menyebutkannya dalam
at-Tadzkirah dengan sanad yang sangat lemah. Diketahui bahwa salam dan ucapan
Allah kepada mereka serta pidato-Nya sebagaimana
dalam kitab at-Tirmidzi dan selainnya tidak ada seseuatu pun yang
menyerupainya dan tidak ada yang lebih baik bagi mereka. Karena itu, Allah
menyebutkan dalam ancaman kepada para musuh-Nya bahwa Allah swt tidak akan
berbicara kepada mereka sebagaimana Allah menyebutkan tentang bersembunyi-Nya (dibalik
hijab) sehingga Allah tidak terlihat oleh mereka. Dengan demikian, (mendengar)
ucapan Allah adalah nikmat tertinggi bagi penduduk surga..
Delapan puluh empat. Sesungguhnya Allah telah menyebutkan di dalam
Kitab Suci Al-Qur'an sejumlah nikmat yang telah Allah swt karuniakan kepada
hamba-Nya. Allah swt telah memberikan kepada mereka fasilitas dan sarana berupa
pengetahuan. Allah menyebutkan akal (fu'ad), pendengaran, dan penglihatan.
Terkadang juga Allah swt menyebut lidah sebagai fasilitas yang berfungsi untuk menerjemahkan isi hati. Allah berfirman dalam
surah an-Ni'am dan surah an-Nahl di mana Allah swt menyebutkan asas-asas agama,
cabangnya, pelengkapnya, dan penyempurnanya. Allah menyebutkan nikmat-Nya dalam
surah ini kepada hamba-hamba-Nya. Allah memperkenalkan diri-Nya kepada mereka
melalui nikmat itu.
Mereka dituntut mensyukuri nikmat itu. Allah
mengabarkan bahwa Dia akan menyempurnakannya kepada mereka supaya mereka
mengenali, mengingat, dan mensyukuri nikmat itu. Nikmat, yang pertama adalah asas-asas nikmat dan yang terakhir adalah yang menyempurnakannya. Allah swt berfirman,
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ
لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
"Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu
pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu
bersyukur." (an-Nahl: 78)
Allah telah menyebutkan nikmat-Nya yang telah
dilimpahkan kepada mereka. Allah mengeluarkan mereka ke dunia ini tanpa ilmu.
Kemudian Allah memberikan pendengaran, penglihatan, dan hati. Dengan semua itu,
mereka memperoleh ilmu sesuai dengan apa yang mereka peroleh dan Allah menganugerahkan
itu semua supaya mereka mensyukurinya. Allah swt berfirman,:
وَلَقَدْ مَكَّنَّاهُمْ
فِيمَا إِنْ مَكَّنَّاكُمْ فِيهِ وَجَعَلْنَا لَهُمْ سَمْعًا وَأَبْصَارًا وَأَفْئِدَةً
فَمَا أَغْنَىٰ عَنْهُمْ سَمْعُهُمْ وَلَا أَبْصَارُهُمْ وَلَا أَفْئِدَتُهُمْ مِنْ
شَيْءٍ إِذْ كَانُوا يَجْحَدُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَحَاقَ بِهِمْ مَا كَانُوا بِهِ
يَسْتَهْزِئُونَ
“Dan
sesungguhnya Kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam hal-hal yang Kami
belum pernah meneguhkan kedudukanmu dalam hal itu dan Kami telah memberikan
kepada mereka pendengaran, penglihatan dan hati; tetapi pendengaran,
penglihatan dan hati mereka itu tidak berguna sedikit juapun bagi mereka,
karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan mereka telah diliputi oleh
siksa yang dahulu selalu mereka memperolok-olokkannya”. (al-Ahqaaf: 26)
Coba kita renungkan juga firman Allah swt berikut
ini:
أَلَمْ نَجْعَلْ
لَهُ عَيْنَيْنِ
وَلِسَانًا
وَشَفَتَيْنِ
وَهَدَيْنَاهُ
النَّجْدَيْنِ
"Bukankah
Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah dan dua buah bibir. Kami
telah menunjukkan kepadanya dua jalan." (al-Balad: 8-10)
Coba kita perhatikan dengan seksama,
sesungguhnya Allah swt telah menyebutkan dalam ayat tersebut di atas dua mata
untuk melihat sehingga mereka mengetahui hal-hal yang dapat dilihat. Allah swt
pun menyebutkan dua jalan, yaitu jalan kebaikan dan keburukan. Dalam hal ini
ada hadits marfu' yang mursal. Dan, ini adalah pendapat sebagian besar mufassir
dan diisyaratkan oleh firman Allah, Hadits tentang salam Tuhan kepada penghuni
surga yang diriwayatkan Ibnu Majah dan
al- Albani melemahkannya dalam Takhriij ath-Thahawi dan al-Misykaat. Pembicaraan
Allah kepada penghuni surga ada dalam beberapa hadits shahih.
إِنَّا هَدَيْنَاهُ
السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا
"Sesungguhnya Kami telah menunjukkannya
jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir."
(al-lnsaan: 3)
Sesungguhnya Hidayah itu dengan hati dan
pendengaran. Tentu saja pendengaran pasti masuk di dalamnya. Kemudian Allah
menyebutkan lidah dan kedua buah bibir. Keduanya merupakan alat pengajar.
Dengan demikian, Allah menyebutkan alat ilmu dan pengajaran dan menjadikannya
di antara ayat-ayat yang menunjukkan kepada Zat, kekuasaan, keesaan, dan
nikmat-Nya yang memperkenalkan diri-Nya kepada para hamba. Karena ketiga
anggota badan ini merupakan anggota badan yang paling mulia, raja, pengatur,
dan penguasa, maka Allah menyebutkannya secara khusus dalam pernyataan berikut
ini. Allah berfirman,
وَلَا تَقْفُ
مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ
كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya”. (al-lsraa:
36)
Sesungguhnya Kebahagiaan dan penderitaan
manusia sangat dipengaruhi oleh sehat dan rusaknya tiga anggota ini. Ibnu Abbas
berkata, "Allah menanyai dan meminta
pertanggungjawaban hamba-hamba-Nya dalam mempergunakan ketiga alat itu, yakni
pendengaran, penglihatan, dan hati. Allah SWT memberikan pendengaran untuk
mendengarkan perintah-perintah, larangan, dan ikatan janji-Nya. Allah memberi
hati untuk memikirkan dan memahami semua hal tersebut. Penglihatan untuk
melihat ayat-ayat-Nya. Lalu Dia menjadikannya sebagai tanda keesaan dan
ketuhanan-Nya”. Jadi, maksud dari pemberian alat-alat ini adalah agar
manusia mendapatkan ilmu, faedah, dan konsekuensinya.
Demikianlah uraian Penulis tentang sudut
pandang Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah terhadap kutamaan ilmu dan kemulyaan bagi
orang-orang yang berilmu pada Bagian keduabelas ini. Penulis hanya
membahas tiga Sudut Pandang dari Imam Ibnu Qoyyim al-Jaujiyyah agar Para
Pembaca dapat mengikutinya dengan seksama. In syaa Allah akan Penulis lanjutkan
pembahasan Bagian Ketigabelas nanti yang akan dimulai dari sudut pandang kedelapan
puluh lima hingga selanjutny, pada postingan artikel berikutnya.
Komentar
Posting Komentar