Pandangan Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah Tentang Keutamaan dan Kemuliaan llmu (Urgensi dan Kebutuhan Manusia Kepada llmu) Bagian Keenam

 

Keutamaan Ilmu

Pandangan Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah

Tentang Keutamaan dan Kemuliaan llmu

(Urgensi dan Kebutuhan Manusia Kepada llmu)

Bagian Keenam

Oleh: Dr.H.Sukarmawan,M.Pd.

Pada artikel Bagian Kelima mengenai  “Pandangan Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah  Tentang Keutamaan dan Kemuliaan llmu  (Urgensi dan Kebutuhan Manusia Kepada llmu”, telah Penulis uraikan pandangan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah terkait keutamaan ilmu dan orang-orang yang berilmu dari sudut pandang keempat puluh satu  hingga sudut pandang yang keempat puluh lima.  Berikut ini akan Penulis lanjutkan dengan sudut pandang yang keempat puluh enam hingga sudut pandang selanjutnya.

Empat puluh enam. Berikut ini kita simak perkataan dalam Sunannya,Imam Tirmidzi, Ia berkata, "Muhammad bin Abdullah al-A'la meriwayatkan dari Salamah bin Raja', dari al-Walid bin Hamid dari al-Qasim, dari Abu Umamah al-Bahili, bahwa diceritakan kepada Rasulullah saw. tentang dua orang, yang satu berilmu dan yang lain ahli ibadah." Rasulullah saw. bersabda, "Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah seperti keutamaanku atas orang yang paling rendah di antara kalian. Sesungguhnya Allah SWT, para malaikat, seluruh makhluk yang di langit dan di bumi, hingga semut di lubangnya dan ikan paus di dalam laut bersalawat kepada para pengajar kebaikan." (HR Tirmidzi)

Imam Tirmidzi berkata, berkata, "Saya mendengar Abu Ammar al-Husain bin Harits al-Khuza'i berkata, dari Fudhail bin 'Iyyadh bahwa seorang alim yang selalu melakukan kebajikan dan mengajar kebaikan kepada manusia disebut sebagai orang besar di kerajaan langit." Ini juga diriwayatkan dari para sahabat Nabi saw. Ibnu Abbas berkata, "Ada dua jenis ulama dari umat ini. Pertama, seseorang yang dikaruniai ilmu pengetahuan, lalu ia mengajarkannya kepada umat manusia tanpa mengambil bayaran dari ilmunya tersebut dan tidak menjualnya dengan apa pun. Merekalah yang mendapatkan doa dari burung yang terbang di langit, ikan paus di dalam laut, binatang melata yang merangkak di permukaan bumi, dan para malaikat pencatat amal. Kedua, seseorang yang diberikan ilmu pengetahuan oleh Allah SWT, dan ia tidak mengajarkannya kepada hamba-hamba-Nya melainkan dengan mengambil pemberian atas apa yang ia ajarkan, dan ia menjual ilmunya tersebut. Maka, pada hari kiamat orang jenis kedua ini akan berjalan dalam keadaan terikat oleh tali dari neraka."  

Sesungguhnya, Allah SWT, para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia disebabkan dengan pengajarannya, maka manusia memperoleh keselamatan, kebahagiaan dan kesucianjiwa. Allah SWT membalasnya dengan hal yang sejenis amal perbuatannya. Yaitu menjadikan shalawat-Nya, shalawat para malaikat dan penduduk bumi sebagai sebab keselamatan, kebahagiaan, dan kemenangan baginya. Karena orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia adalah mereka yang menegakkan agama dan hukum Allah SWT, memperkenalkan kepada manusia nama-nama dan sifat-Nya yang agung, maka Allah SWT menjadikan shalawat-Nya dan shalawat penghuni langit dan bumi sebagai pujian dan sanjungan kepada orang tersebut di antara penghuni langit dan bumi.

Empat puluh tujuh. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, Imam Tirmidzi dari Abu Darda' menyebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda,"Barangsiapa yang menempuh perjalanan untuk mencari ilmu, niscaya Allah SWT menyediakan jalan untuknya menuju surga. Sesungguhnya para malaikat melebarkan sayapnya karena ridha kepada orang yang menuntut ilmu. Sesungguhnya ulama dimintakan ampun oleh makhluk yang berada di langit dan di bumi sampai paus yang di dalam laut. Keutamaan seorang alim atas seorang abidseperti keutamaan bulan atas segala bintang. Sesungguhnya ulama itu adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mereka hanya mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambil ilmu itu, maka sungguh dia telah mengambil keberuntungan yang banyak."

 Dalam riwayat yang lain, Al-Walid bin Muslim dari Khalid bin Yazid, dari Usman bin Aiman, dari Abu Darda' bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang pergi untuk mencari ilmu maka Allah SWT membukakan kepadanya jalan menuju surga dan para malaikat pun membentangkan sayap untuk menaunginya. Dan para malaikat di langit serta ikan paus di laut bershalawat untuknya. Keutamaan seorang ulama atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan pada malam purnama atas semua bintang. Ulama adalah pewaris para nabi, para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambil ilmu, maka dia telah  mendapatkan bagian yang banyak (dari warisan itu). Kematian seorang ulama merupakan musibah yang tidak bisa diobati, lubang yang tidak dapat disumbat, dan bintang yang hancur. Kematian satu kabilah lebih ringan daripada kematian seorang alim." (HR Baihaqi).

Sesungguhnya jalan yang dilalui orang yang mencari ilmu adalah jalan menuju surga. Hal ini merupakan balasan baginya, karena di dunia ia telah menempuh jalan untuk mencari ilmu yang mengantarkan ia kepada ridha Allah swt. Para malaikat pun meletakkan sayap mereka sebagai rasa ketawadhuan, penghormatan, dan pemuliaan terhadap apa yang ia bawa dan ia cari, yaitu warisan para nabi. Semua ini menunjukkan kecintaan dan penghargaan para malaikat terhadap para penuntut ilmu. Di antara kecintaan dan penghormatan para malaikat kepadanya adalah mereka meletakkan sayap mereka karena ia mencari sebab kehidupan dan keselamatan dunia.

Di antara malaikat dan seorang alim (Orang berilmu) sesungguhnya terdapat kesamaan. Malaikat adalah makhluk Allah yang paling baik dan paling bermanfaat bagi anak cucu Adam, dengan perantara mereka juga manusia mendapatkan kebahagiaan, ilmu pengetahuan, dan petunjuk. Di antara manfaat dan kebaikan para malaikat kepada manusia adalah mereka meminta pengampunan atas dosa manusia, memuji orang-orang mukmin, dan membantu anak cucu Adam menghadapi setan. Bahkan mereka sangat menginginkan kebaikan bagi hamba Allah SWT melebihi keinginan kebaikan bagi diri mereka sendiri. Mereka juga menginginkan kebaikan dunia dan akhirat bagi hamba-hamba Allah SWT yang sama sekali tidak pernah diinginkan oleh hamba tersebut dan tidak pernah terlintas dalam benaknya. Seperti yang dikatakan beberapa tabi'in bahwa para malaikat adalah makhluk Allah yang paling baik dan setan-setan adalah akhlak yang paling jahat. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. al-Ghaafir: 7-9:

 الَّذِينَ يَحْمِلُونَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ

رَبَّنَا وَأَدْخِلْهُمْ جَنَّاتِ عَدْنٍ الَّتِي وَعَدْتَهُمْ وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

وَقِهِمُ السَّيِّئَاتِ ۚ وَمَنْ تَقِ السَّيِّئَاتِ يَوْمَئِذٍ فَقَدْ رَحِمْتَهُ ۚ وَذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

"(Malaikat-malaikat) yang memikul 'Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya serta memintakan ampun bagi orangorang yang beriman (seraya mengucapkan), 'Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang bertaobat dan mengikuti jalan-Mu serta peliharalah mereka dari siksa neraka yang menyala-nyala. Ya Tuhan kami, masukkanlah mereka ke dalam surga 'Aden yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang saleh di antara bapak-bapak mereka, istri-istri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dan peliharalah mereka dari balasan kejahatan. Orang-orang yang Engkau pelihara dari pembalasan kejahatan hari itu, maka sesungguhnya Engkau anugerahkan rahmat kepadanya dan itulah kemenangan yang besar." (al-Ghaafir: 7-9)

Bagi seorang hamba menuntut ilmu, maka ia memperoleh kebaikan yang paling agung. Oleh karena itu, mereka akan dicintai dan dihormati oleh para malaikat sehingga para malaikat  melebarkan sayap-sayap mereka baginya sebagai rasa senang, cinta, dan penghormatan kepada para penuntut ilmu. Muhammad bin Idris bin al-Mundzir bin Daud bin Mihran al-Hanzhali al-Ghathfani atau lebih dikenal dengan Abu Hatim ar-Razy berkata, "Saya pernah mendengarkan Ibnu Abi Uwais berkata bahwa dia mendengar Malik bin Anas berkata, 'Makna sabda Rasulullah saw. 'para malaikat melebarkan sayap-sayapnya' adalah berdoa untuk penuntut ilmu, dan 'sayap' dalam hadits tersebut adalah sebagai ganti dari kata tangan."

Dalam suatu riwayat, Ahmad bin Marwan al-Maliki dalam kitab Al-Mujalasah mengatakan bahwa Zakariya bin Abdurrahman al-Bashri berkata bahwa dia mendengar Ahmad bin Syu'aib berkata, "Kami pernah berkumpul dengan beberapa ahli hadits di Bashrah dan mereka menyampaikan kepada kami sebuah hadits Nabi saw. bahwa para malaikat melebarkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu. Pada saat itu ada seorang Mu'tazilah yang ikut di majelis kami menertawakan hadits itu  Lalu orang Mu'tazilah tersebut berkata, 'Demi Allah, besok aku akan memasang paku di bawah sandalku, lalu aku akan menginjak-nginjak sayap-sayap para malaikat itu. Kemudian, orang Mu'tazilah tersebut melakukan hal itu terhadap sandalnya dan memakainya, setelah beberapa hari tiba-tiba kedua kakinya lumpuh dan terkena penyakit."

Diriwayatkan pula oleh Imam Thabrani , ia berkata, "Saya mendengar Yahya Zakariya bin Yahya as-Saji berkata bahwa ia berjalan di beberapa lorong di Bashrah menuju rumah seorang ahli hadits dengan agak tergesa-gesa. Kala itu kami berjalan dengan seseorang yang cacat dalam agamanya. Dan dengan nada mengejek orang itu berkata, 'Angkatlah kaki kalian dari sayap-sayap para malaikat, janganlah mematahkannya!' Belum lagi meninggalkan tempatnya, kakinya kejang dan ia pun terjatuh,"

Dalam Kitab-kitab Sunan dan Musnad-musnad, disebutkan sebuah hadits Shafwan bin Assal, bahwasnya ia berkata, "Wahai Rasulullah, saya datang kepadamu untuk menuntut ilmu." Rasulullah saw. menjawab, "Selamat datang kepada penuntut ilmu. Sesungguhnya para malaikat mengelilingi dan menaungi orang yang menuntut ilmu dengan sayap-sayapnya. Maka, karena kecintaan mereka kepada apa yang dicari seorang penuntut ilmu, mereka saling menunggangi satu sama lainnya untuk menaunginya sehingga mencapai langit."  

Di antara riwayat yang sesuai dengan hadits ini adalah sebuah atsar yang berbunyi, "Pada hari kiamat Allah SWT berfirman kepada seorang ahli ibadah, 'Masuklah ke surga sendiri, karena manfaatmu hanya untuk dirimu.' Sedangkan kepada seorang alim dikatakan, 'Berikanlah syafaat kepada orang lain maka kamu akan mendapatkan syafaat, sesungguhnya engkau telah memberi manfaat kepada manusia. "

Ibnu Juraij meriwayatkan dari Atha' dari Ibnu Abbas r.a bahwa pada hari kiamat orang berilmu dan orang ahli ibadah akan dipanggil, lalu dikatakan kepada ahli ibadah, "Masuklah surga", dan dikatakan kepada orang yang berilmu, "Mintalah syafaat maka kamu akan mendapatkannya." Dalam penyerupaan, seorang alim diserupakan dengan bulan dan seorang abid seperti bintang dan terdapat hikmah lainnya yaitu bahwa kebodohan seperti malam gelap gulita, sedangkan seorang para ulama dan para ahli ibadah dalam kegelapan itu seperti bulan dan bintang-gemintang. Maka dalam keadaan gelap gulita itu, keutamaan cahaya seorang alim seperti keutamaan cahaya bulan atas cahaya bintang. Di samping itu, tegaknya agama adalah karena ditopang, dihias, dan diterangi oleh para ulama dan ahli ibadah. Apabila para ulama dan ahli ibadahnya hilang, maka hilanglah agama, sebagaimana langit yang dihias dan diterangi oleh bulan dan bintang-gemintang. Jika bulan dan bintang-bintang hilang dari langit, maka datanglah hari kiamat yang dijanjikan Allah SWT.

Jika ada seseorang yang bertanya. "Mengapa orang berilmu diserupakan dengan bulan bukan dengan matahari, padahal cahaya matahari lebih besar?" Jawaban atas pertanyaan ini adalah, bahwa dalam perumpamaan tersebut terdapat dua hal penting. Pertama, karena cahaya bulan merupakan pantulan cahaya matahari, maka orang berilmu yang mengambil ilmu dari risalah Nabi saw. lebih sesuai jika diserupakan dengan bulan daripada dengan matahari. Kedua, cahaya matahari tetap, tidak berubah, dan tidak memiliki tingkatan. Sedangkan bulan, terkadang cahayanya sedikit, banyak, penuh, dan berkurang sebagaimana para ulama yang ilmunya bertingkat-tingkat; ada yang ilmunya sedikit ada juga yang banyak. Perbedaan tingkatan para ulama bagaikan perbedaan keadaan bulan. Dari bulan purnama yang sempurna, lalu berkurang sedikit demi sedikit hingga pada keadaannya yang paling akhir.

Dalam salah satu Hadits Nabi, Rasulullah saw berkata: "Kematian orang berilmu adalah musibah yang tidak dapat diobati, kerusakan yang tidak dapat diperbaiki, dan bintang yang hilang. Dan kematian satu suku lebih ringan daripada kematian seorang berilmu",. Sudah barang tentu kematian seorang ulama adalah musibah yang tidak dapat diobati, kecuali oleh seorang ulama baru sesudahnya.

Para ulama adalah orang-orang yang mengarahkan umat, negara, dan kekuasaan. Sehingga, kematian mereka mengakibatkan kerusakan pada sistem alam. Oleh karena itu, Allah SWT senantiasa menyiapkan para ulama yang menggantikan ulama-ulama yang terdahulu untuk menjelaskan agama-Nya kepada umat. Dengan mereka maka agama, Kitab, dan hamba-hamba-Nya terpelihara. Jika ada seseorang yang kaya raya dan dermawan yang melampaui kekayaan dan kedermawanan semua orang di dunia, dan semua umat manusia sangat membutuhkan uluran tangannya, maka jika orang tersebut meninggal apa yang bisa  Namun, kerugian karena kematian seorang ulama, jauh lebih besar dibandingkan kematian orang semacam itu. Karena kematian seorang ulama berarti kematian manusia dan makhluk hidup lainnya, sebagaimana dikatakan seorang pujangga, "Tahukah engkau musibah karena hilangnya harta tidak akan ada kambing dan unta yang mati karenanya Akan tetapi kematian seseorang yang berjasa menyebabkan kematian banyak manusia." Dan pujangga yang lain berkata, "Kematiannya tidak bisa disamakan dengan kematian satu orang, akan tetapi kematiannya adalah kehancuran bangunan bangsa."

Empat puluh delapan. Dalam salah satu Hadits  Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari al-Walid bin Muslim, dari Ruh bin Janah, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Satu orang yang memahami agama lebih berat bagi setan daripada seribu ahli ibadah." (HR Tirmidzi)

Imam Tirmidzi pun berkata, "Hadits ini adalah hadits gharib yang tidak kami ketahui kecuali dari jalur al-Walid bin Muslim." Telah diriwayatkan Abu Ahmad bin Adi dari Muhammad bin Sa'id bin Mahran, dari Syaiban bin Abi Rabi' as-Samman, dari Abi adz-Dzannad, dari al-A'raj, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Segala sesuatu memiliki tiang penopang. Dan tiang penopang agama adalah bertafaqquh dalam agama. Seorang yang memahami agama adalah lebih berat bagi setan daripada seorang ahli ibadah." Akan tetapi, hadits ini dipandang mempunyai cacat, yaitu hadits ini sebenarnya diriwayatkan dari ucapan Abu Hurairah bukan dari sabda Nabi Rasulullah saw. Riwayat yang senada dengan riwayat ini seperti halnya hadits yang diriwayatkan oleh Hammam bin Yahya dari Yazid bin Iyyadh, dari Shafwan bin Salim, dari Sulaiman, dari Yasar, dari Abu Hurairah yang berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tidak ada pengabdian kepada Allah yang lebih balk daripada bertafaqquh dalam agama."  Lalu Abu Hurairah berkata, "Bertafaqquh satu jam lebih saya senangi daripada menghidupkan malam hingga subuh, dan seorang yang memahami agama (faqiih) adalah lebih berat bagi setan daripada seorang ahli ibadah."

Begitu juga yang diriwayatkan dengan sebuah sanad yang di dalamnya ada seorang rawi yang tidak bisa dijadikan pegangan dari Ashim bin Abu an-Nujud, dari Zur bin Hubaisy, dari Umar bin al-Khathab r.a., dari Rasulullah saw. bahwa seorang faqiih lebih bahaya bagi setan daripada seribu orang wara', seribu mujtahid, dan seribu ahli ibadah.

Al-Muzani mengatakan bahwa Ibnu Abbas r.a. berkata, "Para setan berkata kepada iblis, 'Kami tidak pernah melihatmu bergembira saat melihat kematian seorang alim, melebihi kegembiraanmu saat melihat kematian seorang ahli ibadah. Padahal, orang yang berilmu tidak dapat kita perdayakan, sedangkan seorang ahli ibadah dapat kita tipu?' Iblis pun berkata, 'Pergilahl.'Lalu setan-setan itu pergi menuju seorang ahli ibadah yang sedang melakukan ibadah. Mereka berkata,' Kami ingin bertanya kepadamu, maka tinggalkanlah dulu ibadahmu.' Dan iblis bertanya kepadanya, 'Apakah Tuhanmu mampu menjadikan dunia ini dalam sebutir telur?' Orang itu menjawab, 'Saya tidak tahu.' Maka, iblis berkata kepada para setan, 'Tidakkah kalian lihat bagaimana ia telah kafir dalam waktu singkat?' Kemudian mereka mendatangi seorang alim di tengah-tengah majelisnya, saat itu ia dan teman-temannya sedang bercengkerama. Rombongan setan itu berkata kepada orang alim tersebut, 'Kami ingin bertanya kepadamu.' Dia berkata, 'Bertanyalah!' Iblis berkata, 'Apakah Tuhanmu mampu menjadikan dunia ini dalam sebutir telur?' Dia menjawab, 'Ya.' Rombongan setan bertanya, 'Bagaimana caranya?' Dia menjawab, 'Dengan berfirman kun (jadi!) maka jadilah.' Maka, iblis berkata kepada para setan tersebut, 'Tidakkah kalian lihat dia tidak menzalimi dirinya, hanya kematianlah yang dapat menyingkirkan para alim."

Riwayat ini telah dikisahkan dalam bentuk lain. Para setan bertanya kepada seorang ahli ibadah, "Apakah Tuhanmu mampu menciptakan sesuatu seperti diri-Nya?" Dia menjawab, "Saya tidak tahu." Maka, iblis berkata kepada para setan tersebut, "Tidakkah kalian lihat bahwa dengan kebodohannya ibadahnya tidak bermanfaat" Lalu mereka menanyakan pertanyaan itu kepada seorang alim, dan alim tersebut menjawab, "Hal ini tidak mungkin terjadi, karena seandainya sesuatu tersebut seperti Allah SWT, maka itu bukanlah makhluk, dan sesuatu yang seperti Allah itu disebut makhluk adalah mustahil. Karena jika sesuatu itu adalah makhluk-Nya, maka ia tidak mungkin seperti Dia." Lalu iblis berkata,"Tidakkah kalian melihat bagaimana dia telah menghancurkan dengan singkat apa yang telah aku bangun bertahun-tahun?" Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bahwa keutamaan seorang alim di atas seorang ahli ibadah adalah tujuh puluh derajat, di mana jarak antara satu derajat dengan derajat lain seperti jarak tempuh seekor kuda pacuan selama tujuh puluh tahun. Hal ini karena setan menebar bid'ah, lalu seorang alim mengetahuinya dan melarang orang untuk melakukannya. Sedangkan seorang ahli ibadah menghadap menyembah Tuhannya, padahal dia tidak menghadap kepadanya dan tidak mengenalnya. Maka, benar bahwa seorang alim ulama merusak apa yang dilakukan setan dan menghancurkan apa yang ia bangun. Yang diinginkan setan hanyalah menghidupkan bid'ah dan mematikan sunnah. Namun, seorang alim menghalangi keinginan setan tersebut, sehingga tidak ada yang lebih berat bagi setan dari seorang alim yang berada di tengah-tengah umat. Tidak ada yang paling disenangi setan kecuali hilangnya alim dari tengah-tengah umat, sehingga mereka dapat merusak agama dan memperdaya umat. Sedangkan, seorang ahli ibadah, tujuannya hanya memerangi setan supaya dirinya sendiri selamat dari godanya, tetapi itu adalah harapan yang sangat sulit ia capai

Empat puluh sembilan. Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Hurairah r.a. menyebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Dunia dan segala isinya adalah terlaknat kecuali mengingat Allah dan apa yang membela-Nya, serta seorang alim dan pencari ilmu." (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah) Imam Tirmidzi berkata, "Ini adalah hadits hasan gharib." Karena di sisi Allah SWT dunia itu hina dan lebih rendah dari sayap nyamuk, maka dunia dan apa yang ada di dalamnya sangat jauh dari-Nya. Jauh dari-Nya inilah maksud dari laknat di atas. Allah SWT menciptakan dunia ini hanyalah sebagai tempat bercocok tanam untuk akhirat dan jembatan menuju akhirat. Di bumi inilah hamba-hamba-Nya mencari bekal untuk kehidupan akhirat.

Tidak ada yang dapat mendekatkan hamba kepada Allah SWT kecuali sesuatu yang membuat hamba mengingat-Nya dan yang membawa kepada kecintaan-Nya. Hal itu adalah ilmu yang digunakan hamba untuk mengetahui, menyembah, mengingat, memuji, dan memuliakan Allah SWT. Karena dengan tujuan itulah, Allah SWT menciptakan dunia dan penghuninya. Sebagaimana firman Allah SWT:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

"Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku." (adz-Dzaariyaat: 56)

 Dan Allah swt pun berfirman:

"Allahlah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuafu."(ath-Thalaaq: 12) Kedua ayat ini mengandung makna bahwa Allah SWT menciptakan langit, bumi, dan apa yang ada di dalamnya supaya nama-nama dan sifat-Nya diketahui oleh makhluk serta untuk disembah. Inilah yang dituntut dari hamba-hamba-Nya. Maka, menuntut ilmu merupakan jalan untuk mengetahui semua itu yang dikecualikan dari laknat tersebut, dan laknat ini menimpa selainnya karena jauh dari-Nya, dari cinta-Nya dan dari agama-Nya, yang merupakan sebab siksaan di akhirat nanti. Allah SWT menginginkan dari hamba-Nya untuk mengingat, menyembah, mengetahui, mencintai-Nya, serta sesuatu yang membawa hamba kepada semua itu. Sedangkan selainnya, maka tidak Allah sukai dan tercela di sisi-Nya.

Lima puluh. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Ja'far ar-Razi dari ar-Rabi' bin Anas, bahwa Rasulullah saw. bersabda, " Barangsiapa yang keluar menuntut ilmu, maka ia berada di jalan Allah hingga ia kembali." Imam Tirmidzi berkata bahwa ini adalah hadits hasan ghariib yang diriwayatkan oleh sebagian perawi dan tidak disandarkan kepada Rasulullah saw. Dalam hadits di atas, Rasulullah saw. menjadikan menuntut ilmu sebagai salah satu bentuk sabilillah, karena dengannya Islam dapat berdiri tegak sebagaimana dengan jihad.

Dengan demikian, Agama Islam dapat jaya dengan ilmu dan jihad. Sesungguhnya Jihad terbagi menjadi dua macam, Pertama, jihad dengan tangan dan hati. Banyak orang yang turut serta dalam jihad ini. Kedua, jihad dengan argumentasi dan penjelasan. Ini adalah jihad orang-orang tertentu dari pengikut para rasul, yaitu jihad para imam. Jihad ini lebih mulia dari jihad jenis pertama, karena besarnya manfaat, beratnya tantangan, dan banyaknya musuh. Sebagaimana firman Allah swt dalam surah al-Furqaan ayat 51-52:

وَلَوْ شِئْنَا لَبَعَثْنَا فِي كُلِّ قَرْيَةٍ نَذِيرًا

فَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا

"Dan andaikata Kami menghendaki, benar-benarlah Kami utus pada tiap-tiap negeri seorang yang memberi peringatan (rasul). Makajanganlah kamu mengikuti orang-orang kafir dan berjihadlah di tengah-tengah mereka dengan Al-Qur'an dengan jihad yang benar." (al-Furqaan: 51 -52)

Sesungguhnya Ini adalah jihad untuk melawan orang-orang kafir dengan Al-Qur'an, dan ini merupakan jihad yang paling besar. Ini juga jihad melawan orang-orang munafik, karena secara zahir orang-orang munafik tidaklah memerangi kaum muslimin melainkan bersama mereka. Bahkan, terkadang berperang bersama orang-orang muslim melawan musuh. Meskipun demikian, Allah SWT berfirman:

 

 يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ ۚ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

"Wahai Nabi, perangilah orang-orang kafir, orang-orang munafik, dan bersikap keraslah kepada mereka." (QS.at-Tahrim: 9)

Haruslah diketahui bahwa jihad melawan orang-orang munafik adalah dengan argumentasi dan Al-Qur'an. Maksud, dari penjelasan ini adalah bahwa sabilillah adalah jihad, menuntut ilmu dan mengajak manusia kepada Allah SWT. Karena itulah, Mu'adz bin Jabal r.a. berkata, "Tuntutlah ilmu! Sesungguhnya mempelajarinya karena Allah adalah ketakwaan, mengkajinya adalah ibadah, mengulangnya adalah tasbih, dan menelitinya adalah jihad."

Oleh karena itulah, Allah SWT mengiringkan antara Al-Kitab yang Dia turunkan dan besi yang menjadi alat penolong. Sebagaimana firman Allah SWT: "Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa buktibuktiyang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca keadilan supaya manusia dapat melaksanakan keadialan. Kami ciptakan besi yangpadanya terdapat kekuatan yang hebatdan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong agama dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihat-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa." (al-Hadiid: 57)

Jika kita tela’ah kandungan makna dalam ayat di atas bahwa Allah SWT menyebutkan Kitab dan besi secara beriringan, karena keduanya merupakan penopang tegaknya agama. Karena jihad dengan pedang dan argumentasi keduanya disebut sebagai jalan Allah (sabilillah), maka para sahabat menafsirkan ulil amr dalam firman Allah surah an-Nisaa ayat 59:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

Ka'ab al-Ahbar, adalah seorang tabiin yang berasal dari Yaman yang pada awalnya ia beragama Yahudi lalu menjadi muslim pada masa khalifah Umar bin Khattab, berkata, "Orang yang menuntut ilmu itu seperti orang yang pergi dan pulang di jalan Allah SWT." Diriwayatkan dari beberapa sahabat Nabi saw. bahwa jika seorang penuntut ilmu mati ketika ia dengan sedang menuntut ilmu, maka ia mati syahid. Sufyan bin Uyainah atau Ibnu Uyainah adalah seorang Imam Sunni dan ahli hadis di tanah haram Makkah, berkata, "Barangsiapa menuntut ilmu, maka ia telah melakukan transaksi jual beli dengan Allah Azza wa Jalla."

Abu Darda, Sahabat Nabi Muhammad SAW yang pada awalnya adalah seorang Yahudi di Madinah, ia berkata, "Barangsiapa berpendapat bahwa perjalanan pergi dan pulang untuk mencari ilmu bukanlah jihad, maka ada kekurangan di dalam pikiran dan pandanganny”.

Demikianlah uraian Penulis tentang sudut pandang Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah terhadap kutamaan ilmu dan kemulyaan bagi orang-orang yang berilmu pada Bagian keenam ini. In syaa Allah akan Penulis lanjutkan pembahasan ini pada postingan artikel berikutnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KONSEP PERNIKAHAN DALAM PANDANGAN ISLAM

NASEHAT INDAH GUNA MENJAGA KEHARM0NISAN DALAM KELUARGA

BERSAMA KELUARGA TERCINTA DI SURGA DUNIA DAN SURGA AKHIRAT