MENGAMBIL IBROH DARI SURAH AL-BAQOROH (Materi Keenam: Buku "Suami Istri Berkarakter Surgawi")
MENGAMBIL IBROH DARI SURAH
AL-BAQOROH
(Materi Keenam:
Buku "Suami Istri Berkarakter Surgawi")
(Oleh:
Dr.H.Sukarmawan,M.Pd.)
Sejenak mari kita
renungkan QS: al-Baqarah { 2 } ayat 67-73, terkait dengan kisah Sapi Bani Israel,
sebagai berikut :
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada
kaumnya, “Allah memerintahkan kamu agar menyembelih seekor sapi betina.” Mereka
bertanya, “Apakah engkau akan menjadikan kami sebagai ejekan?” Dia (Musa)
menjawab, “Aku berlindung kepada Allah agar tidak termasuk orang-orang yang
bodoh, Mereka berkata, Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia
menjelaskan kepada kami tentang (sapi betina) itu.” Dia (Musa) menjawab, “Dia
(Allah) berfirman, bahwa sapi betina itu tidak tua dan tidak muda, (tetapi)
pertengahan antara itu. Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu,
Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan
kepada kami apa warnanya.” Dia (Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman, bahwa
(sapi) itu adalah sapi betina yang kuning tua warnanya, yang menyenangkan
orang-orang yang memandang(nya), Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu
untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami tentang (sapi betina) itu. (Karena)
sesungguhnya sapi itu belum jelas bagi kami, dan jika Allah menghendaki,
niscaya kami mendapat petunjuk, ia (Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman,
(sapi) itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah
dan tidak (pula) untuk mengairi tanaman, sehat, dan tanpa belang.” Mereka
berkata, “Sekarang barulah engkau menerangkan (hal) yang sebenarnya.” Lalu mereka
menyembelihnya, dan nyaris mereka tidak melaksanakan (perintah) itu, Dan
(ingatlah) ketika kamu membunuh seseorang, lalu kamu tuduh-menuduh tentang itu.
Tetapi Allah menyingkapkan apa yang kamu sembunyikan. Lalu Kami berfirman,
“Pukullah (mayat) itu dengan bagian dari (sapi) itu!” Demikianlah Allah
menghidupkan (orang) yang telah mati, dan Dia memperlihatkan kepadamu
tanda-tanda (kekuasaan-Nya) agar kamu mengerti.” (QS: al-Baqarah {
2 } : 67-73).
Latar
Belakang Turunnya Ayat QS. Al-Baqarah ayat 67 s.d 73
Dahulu terdapat seorang laki-laki Bani Israil
tidak mempunyai anak, tetapi dia kaya-raya, mempunyai harta yang sangat banyak.
Dia mempunyai seorang keponakan laki-laki (anak saudara) yang akan mewarisi
seluruh hartanya. Karena tidak sabar ingin segera mendapatkannya, keponakan ini
membunuh pamannya dan membawa jasadnya ke depan pintu seorang laki-laki.
Akhirnya, terjadilah pertikaian antara
keduanya sampai merembat ke tetangga-tetangganya, mereka hampir saling membunuh
satu dengan yang lainnya. Akhirnya orang-orang bijak diantara mereka berkata,
“Diantara kita ada Nabi Musa ‘alaihissalam, mari kita tanyakan
kepadanya”. Maka turunlah ayat ini.
Berlindunglah
dari Kebodohan
Ketika Bani Israil mendengar jawaban Nabi
Musa ‘alaihissalam agar mereka menyembelih sapi betina dan
memukulkan ekor atau salah satu bagian anggota tubuhnya kepada orang yang
terbunuh, mereka bertanya kepada Nabi Musa :
قَالُوْٓا
اَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا
“Mereka bertanya, “Apakah engkau akan
menjadikan kami sebagai ejekan?” (QS: al-Baqarah { 2 } : 67).
Pertanyaan Bani Israil ini sebagai bentuk
meremehkan perintah Nabi Musa ‘alaihissalam. Kalau hal itu
disampaikan seorang Muslim kepada Nabi Muhammad SAW maka akan diturunkan tabir.
Pertanyaan tersebut muncul karena kebodohan
Bani Israil, maka Nabi Musa menjawab :
قَالَ
اَعُوْذُ بِاللّٰهِ اَنْ اَكُوْنَ مِنَ الْجٰهِلِيْنَ
“Dia (Musa) menjawab, “Aku berlindung kepada
Allah agar tidak termasuk orang-orang yang bodoh.” (QS: al-Baqarah { 2 } : 67).
Ini menunjukkan bahwa apa yang mereka katakan
adalah suatu kebodohan. Ini juga menunjukkan bahwa perintah Nabi Musa untuk
menyembelih sapi betina bukanlah perintah yang tidak berdasar sebagaimana yang
dilakukan orang-orang bodoh, tetapi perintah tersebut berasal dari wahyu, dari
Allah yang Maha Mengetahui Segalanya.
Allah pernah mengingatkan Nabi Nuh agar
tidak berdoa meminta sesuatu yang dirinya tidak punya ilmu, yaitu memintakan
ampun anaknya yang kafir dan tenggelam. Karena hal itu termasuk tindakan bodoh.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
قَالَ يٰنُوْحُ اِنَّهٗ لَيْسَ مِنْ اَهْلِكَ ۚاِنَّهٗ
عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ
“Dia (Allah) berfirman, “Wahai Nuh!
Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu, karena perbuatannya sungguh
tidak baik.” (QS: Hud
{ 11 } : 46).
Allah juga menyebut orang-orang musyrik yang
menyembah selain Allah sebagai orang-orang bodoh, Allah Subhanahu wa
ta’ala berfirman :
قُلْ اَفَغَيْرَ اللّٰهِ تَأْمُرُوْۤنِّيْٓ
اَعْبُدُ اَيُّهَا الْجٰهِلُوْنَ
“Katakanlah (Muhammad), “Apakah kamu menyuruh
aku menyembah selain Allah, wahai orang-orang yang bodoh?” (QS. az-Zumar { 39 } : 64).
Haramnya Hukumnya
Mengolok-olok Agama
Sebagian ulama menjadikan ayat di atas
sebagai salah satu dalil haramnya mengolok-olok agama. Ini dikuatkan dengan
firman Allah Subhanahu wa ta’ala :
وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا
كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِٱللَّهِ وَءَايَٰتِهِۦ وَرَسُولِهِۦ كُنتُمْ
تَسْتَهْزِءُون ۞ لَا تَعْتَذِرُوا۟ قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَٰنِكُمْ ۚ إِن
نَّعْفُ عَن طَآئِفَةٍ مِّنكُمْ نُعَذِّبْ طَآئِفَةًۢ بِأَنَّهُمْ كَانُوا۟
مُجْرِمِينَ
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka
(tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab,
“Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah:
“Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”
Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami
memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab
golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat
dosa.” (QS: at-Taubah { 9 }
: 65-66).
Pertanyaan
yang memberatkan diri sendiri
قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَّنَا
مَا هِيَ ۗ قَالَ اِنَّهٗ يَقُوْلُ اِنَّهَا بَقَرَةٌ لَّا فَارِضٌ وَّلَا بِكْرٌۗ
عَوَانٌۢ بَيْنَ ذٰلِكَ ۗ فَافْعَلُوْا مَا تُؤْمَرُوْنَ
“Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu
untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami tentang (sapi betina) itu.” Dia
(Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman, bahwa sapi betina itu tidak tua dan
tidak muda, (tetapi) pertengahan antara itu. Maka kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu.” (QS:
al-Baqarah { 2 } : 68).
Pertanyaan di atas menunjukkan sifat keras
kepala mereka dan sulitnya menerima perintah apa dengan apa adanya. Seandainya
mereka melaksanakan perintah dengan menyembelih sapi betina apa saja, tentu itu
sudah cukup.
Tentu saja mereka memberatkan diri mereka
sendiri dengan pertanyaan tersebut. Allah melarang seseorang bertanya yang jika
dijawab akan memberatkannya. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَسۡـــَٔلُوۡا
عَنۡ اَشۡيَآءَ اِنۡ تُبۡدَ لَـكُمۡ تَسُؤۡكُمۡۚ وَاِنۡ تَسۡــَٔـلُوۡاعَنۡهَا
حِيۡنَ يُنَزَّلُ الۡقُرۡاٰنُ تُبۡدَ لَـكُمۡ ؕ عَفَا اللّٰهُ عَنۡهَاؕ وَاللّٰهُ
غَفُوۡرٌ حَلِيۡمٌ ۞ قَدۡ سَاَ لَهَا قَوۡمٌ مِّنۡ قَبۡلِكُمۡ ثُمَّ اَصۡبَحُوۡا
بِهَا كٰفِرِيۡنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah
kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu (justru)
menyusahkan kamu. Jika kamu menanyakannya ketika al-Qur’an sedang diturunkan,
(niscaya) akan diterangkan kepadamu. Allah telah memaafkan (kamu) tentang hal
itu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun. Sesungguhnya sebelum kamu telah
ada segolongan manusia yang menanyakan hal-hal serupa itu (kepada nabi mereka),
kemudian mereka menjadi kafir.” (QS: al-Maidah { 2 } : 101-102).
Jika kita tela’ah redaksi Ayat 101 s,d 102
pada QS.al-Maidah tersebut di atas, tampak menunjukkan kebolehan naskh (penghapusan)
suatu perintah sebelum dikerjakan oleh seorang mukallaf. Hal itu karena
perintah awal adalah menyembelih sapi betina secara umum tidak ditentukan
sifat-sifatnya.
Oleh karena itu, perintah tersebut diganti
dengan menyembelih sapi yang mempunyai sifat-sifat tertentu, menyesuaikan
pertanyaan yang diajukan. Seandainya mereka langsung melaksanakan perintah apa
adanya maka sudah dianggap cukup.
Mengingat mereka banyak bertanya sesuatu hal yang
tidak penting, maka perintahnya bertambah berat.
Ciri-ciri
sapi Betina yang diperintahkan untuk disembelih oleh Bani Israil
قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَّنَا
مَا هِيَ ۗ قَالَ اِنَّهٗ يَقُوْلُ اِنَّهَا بَقَرَةٌ لَّا فَارِضٌ وَّلَا بِكْرٌۗ
عَوَانٌۢ بَيْنَ ذٰلِكَ ۗ فَافْعَلُوْا مَا تُؤْمَرُوْنَ
“Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu
untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami tentang (sapi betina) itu.” Dia
(Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman, bahwa sapi betina itu tidak tua dan
tidak muda, (tetapi) pertengahan antara itu. Maka kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu.” (QS:
al-Baqarah { 2 } : 68)
Adapun ciri-ciri sapi betina yang
diperintahkan :
Pertama: (لَّا فَارِض) tidak “faridh”. Faridh artinya sapi
yang sudah melahirkan berkali-kali atau sudah tua. Asli arti “faridh” adalah
luas, yaitu perutnya luas karena banyak anaknya.
Kedua: (وَّلَا بِكْرٌ) tidak pula “bikr”. Bikr adalah sapi
yang masih muda yang belum digauli sapi jantan dan belum kuat untuk
hamil. Bikr disini hampir sama dengan “bikr” di kalangan
manusia, yaitu perawan (wanita belum digauli oleh laki-laki).
Ketiga: (عَوَانٌۢ بَيْنَ ذٰلِكَ) artinya pertengahan tua dan muda. ‘Awan bisa
diartikan juga sapi betina yang baru melahirkan satu atau dua anak. Konon ‘awan adalah
sapi betina yang paling kuat dan yang paling bagus.
Keempat: (فَافْعَلُوْا مَا تُؤْمَرُوْن) artinya “maka kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu”. Perintah untuk menyembelih sapi betina diulangi kedua
kali pada ayat ini, hal ini menunjukkan pentingnya perintah dan menunjukkan
bahwa perintah tersebut harus segera dilaksanakan.
Walaupun sudah diperintahkan dua kali, tetap
saja mereka tidak langsung melaksanakan perintah tersebut, maka terus bertanya
tentang warna sapi betina.
Firman-Nya :
قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَّنَا
مَا لَوْنُهَا ۗ
“Mereka
berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada
kami apa warnanya.” (QS:. al-Baqarah { 2 } : 69).
Kelima: (بَقَرَةٌ صَفْرَاۤءُ فَاقِعٌ لَّوْنُهَا) sapi betina yang berwarna
kuning murni (kuning tua) yang enak dipandang jika terkena sinar matahari akan
mengkilat. Setelah diterangkan warna sapi betina, mereka belum juga
melaksanakan perintah, tapi justru bertanya lagi yang keempat kalinya. Allah
Subhanahu wa ta’ala berfirman :
قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَّنَا
مَا هِيَۙ اِنَّ الْبَقَرَ تَشٰبَهَ عَلَيْنَاۗ وَاِنَّآ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ
لَمُهْتَدُوْنَ
“Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu
untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami tentang (sapi betina) itu. (Karena)
sesungguhnya sapi itu belum jelas bagi kami, dan jika Allah menghendaki,
niscaya kami mendapat petunjuk.” (QS: al-Baqarah { 2 } : 70).
Kali ini mereka menyebutkan (البقر) bukan
(البقرة), karena (البقر) juga dari (البقرة).
Kali ini mereka mengatakan
bahwa sapi tersebut belum jelas bagi mereka atau mengatakan bahwa wajah sapi
yang satu dengan yang lainnya hampir mirip walaupun sudah diterangkan
ciri-cirinya.
Pada pertanyaan yang terakhir juga mereka
menutupnya dengan pertanyaan, “Dan Insya Allah, kita akan mendapatkan
petunjuk”.
Ayat di atas menunjukkan bahwa mereka mulai
pasrah dengan apa yang diperintahkan. Apalagi kali ini mereka menggunakan
kata “Insya Allah”, kata para ulama “Seandainya mereka tidak mengucapkan insya
Allah, maka mereka tidak akan mendapatkan hidayah selamanya.”
Adapun ciri-ciri sapi betina , dalam kisah
Bani Israil dan sapi betina, yang diperintahkan untuk menyembelihnya adalah :
قالَ
اِنَّهٗ يَقُوۡلُ اِنَّهَا بَقَرَةٌ لَّا ذَلُوۡلٌ تُثِيۡرُ الۡاَرۡضَ وَلَا تَسۡقِى
الۡحَـرۡثَ ۚ مُسَلَّمَةٌ لَّا شِيَةَ فِيۡهَا ؕ قَالُوا الۡــٴٰــنَ جِئۡتَ
بِالۡحَـقِّؕ فَذَبَحُوۡهَا وَمَا كَادُوۡا يَفۡعَلُوۡنَ
“Dia (Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman,
(sapi) itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah
dan tidak (pula) untuk mengairi tanaman, sehat, dan tanpa belang.” Mereka
berkata, “Sekarang barulah engkau menerangkan (hal) yang sebenarnya.” Lalu
mereka menyembelihnya, dan nyaris mereka tidak melaksanakan (perintah) itu.” (QS: al-Baqarah { 2 } : 71).
(لَّا ذَلُوۡلٌ) artinya sapi yang masih liar,
belum dijinakkan.
(تُثِيۡرُ الۡاَرۡض) artinya sapi yang tidak
dipakai untuk membajak tanah
(وَلَا تَسۡقِى الۡحَـرۡث) artinya sapi yang
tidak pula untuk mengairi tanaman
(مُسَلَّمَةٌ) artinya sehat dari berbagai
cacat dan penyakit
(لَّا شِيَة) artinya tidak belang, maksudnya
warna kuning murni tidak ada campuran warna lain seperti putih, hitam atau
warna-warna lain.
Kemudian ayat ini ditutup dengan firman-Nya :
فَذَبَحُوۡهَا وَمَا كَادُوۡا يَفۡعَلُوۡنَ
“Lalu mereka menyembelihnya, dan nyaris
mereka tidak melaksanakan (perintah) itu.” (QS:. al-Baqarah { 2 } : 71).
Mereka hampir tidak menyembelih sapi yang
dimaksud karena sulit mendapatkannya dan karena sangat mahal harganya.
Diriwayatkan bahwa sapi itu susah ditemukan kecuali pada diri seseorang yang
tidak mempunyai sapi, kecuali sapi yang disebut ciri-ciri nya pada ayat di
atas.
Orang tersebut sangat berat untuk
melepaskannya. Sehingga mereka memberikannya dengan emas seberat hitungannya.
Kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
وَاِذْ قَتَلْتُمْ نَفْسًا فَادّٰرَءْتُمْ
فِيْهَا
“Dan (ingatlah) ketika kamu membunuh
seseorang, lalu kamu tuduh-menuduh tentang itu.” (QS: al-Baqarah { 2 } : 72)
Menurut para ulama, ayat ini mestinya
dicantumkan di awal sebelum Nabi Musa meminta mereka menyembelih sapi betina.
Tapi justru dicantumkan terakhir setelah penjelasan kisah penyembelihan sapi
betina.
Hal seperti biasa di dalam Uslub Tata
Bahasa Arab. Kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
فَقُلْنَا اضْرِبُوْهُ بِبَعْضِهَاۗ كَذٰلِكَ
يُحْيِ اللّٰهُ الْمَوْتٰى
“Lalu Kami berfirman, “Pukullah (mayat) itu
dengan bagian dari (sapi) itu!” Demikianlah Allah menghidupkan (orang) yang
telah mati.” (QS:
al-Baqarah { 2 }》: 73)
Mereka diperintahkan untuk memukul orang yang
terbunuh tersebut dengan salah satu anggota tubuh sapi betina yang sudah
disembelih tersebut. Sebagian mengatakan dipukul dengan ekornya, sebagian lain
mengatakan dipukul dengan lidahnya.
Setelah dipukulkan ke tubuh orang yang
terbunuh tadi, hiduplah orang tersebut dan memberitahukan bahwa yang
membunuhnya adalah keponakan sendiri. Kemudian dia mati lagi selesai kisah sapi
betina sampai di situ.
Janganlah
Tergesa-gesa sebelum waktunya
Salah satu pelajaran yang bisa diambil dari
kisah di atas adalah kaidah fikih yang berbunyi,
مَنِ اسْتَعْجَلَ شَيْئًا قَبْلَ أَوَانِهِ
عُوْقِبَ بِحِرْمَانِهِ
“Barangsiapa yang tergesa-gesa untuk
mendapatkan sesuatu sebelum waktunya, maka dia akan diberi sanksi dengan tidak
mendapatkan sesuatu yang dikejarnya.”
Penerapan kaidah fikih di atas pada kisah
Bani Israil dan sapi betina bahwa keponakan yang membunuh pamannya karena
tergesa-gesa untuk mendapatkan warisan, dihukumi tidak mendapatkan warisan
setelah pamannya mati.
Sebenarnya keponakan tersebut akan
mendapatkan warisan dari seluruh harta pamannya kalau dia bersabar sampai
pamannya meninggal dengan sendirinya. Karena tergesa-gesa untuk mendapatkannya
sebelum waktunya dengan cara membunuh pamannya, maka dihukumi dengan tidak
mendapatkan warisan tersebut.
Beberapa ulama Salaf mengatakan:”Di
kalangan Bani Israil terdapat seorang laki-laki mandul, sedang dia mempunyai
harta kekayaan melimpah, dan dia mempunyai beberapa orang keponakan. Semua
keponakannya itu sangat mengharapkan kematiannya, agar mereka dapat mewarisi
hartanya tersebut. Kemudian, di antara mereka ada yang beranjak untuk membunuh
orang tersebut pada malam hari dan kemudian melempar mayatnya di persimpangan
jalan. Ada juga yang mengatakan, mayatnya diletakkan di depan pintu salah satu
dari mereka (Bani Israil). Keesokan harinya, orang-orang bangun dan ramai
memperbincangkan mayat orang tersebut. Kemudian ada salah seorang keponakannya
datang dan langsung berteriak secara histeris seraya memukul-mukul dirinya
sendiri. Mereka berkata:’Mengapa kalian saling bertengkar dan tidak mendatangi
Nabi Allah?’ Kemudian keponakannya datang dan mengadukan masalah pamannya itu
kepada Rasul Allah, Musa ‘alaihissalam. Musa pun berkata:’Mudah-mudahan
Allah membahagiakan orang yang memiliki pengetahuan tentang orang yang terbunuh
ini hingga dapat memberitahukannya kepada kita, tetapi tidak ada seorang pun
dari mereka yang memiliki pengetahuan tentangnya.’ Kemudian mereka meminta
Musa ‘alaihissalam agar dia mau menanyakan hal tersebut kepada
Rabbnya yang Mahaperkasa dan Mahamulia. Maka Allah Subhanahu wa
Ta’ala memberitahukan Musa ‘alaihissalam agar memerintahkan
mereka menyembelih seekor sapi. Musa ‘alaihissalam berkata:
….إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تَذْبَحُوا
بَقَرَةً قَالُوا أَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا …{67}
”…Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyembelih seekor sapi betina”. Mereka berkata:”Apakah kamu hendak menjadikan
kami buah ejekan…?.”(QS.
Al-Baqarah: 67)
Yang mereka maksudkan adalah, kami bertanya
kepadamu tentang orang yang terbunuh ini, tetapi kamu malah mengatakan seperti
itu kepada kami?
… قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْجَهِلِينَ {67}
”… Musa menjawab:’Aku berlindung kepada Allah
sekiranya menjadi seorang dari orang-orang yang jahil.’”(QS. Al-Baqarah: 67)
Artinya, aku berlindung kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala dari mengucapkan sesuatu dari-Nya melainkan apa yang telah
diwahyukan-Nya kepadaku. Dan inilah jawaban yang Dia berikan ketika aku
tanyakan hal itu kepada-Nya.
Sesunguhnya, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma,
‘Ubaidah, Mujahid, ‘Ikrimah, rahimahumullah dan beberapa ulama
lainnya telah mengatakan:”Seandainya mereka langsung mencari sapi betina
bagaimanapun wujudnya dan segera menyembelihnya, niscaya telah tercapai tujuan
yang dimaksud, tetapi mereka mempersulit diri mereka sendiri.’ Penafsiran
mengenai hal itu telah tertuang di dalam at-Tafsir (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim
atau yang dikenal dengan Tafsir Ibnu Katsir)
Maksudnya, mereka diperintahkan menyembelih
sapi yang tidak tua dan tidak muda, dan yang belum dikawini oleh sapi jantan.
Demikian yang dikemukakan oleh sekelompok ulama. Namun, mereka mempersulit diri
mereka dengan menanyakan warnanya, sehingga mereka diperintahkan untuk
menyembelih sapi berwarna kuning tua, yang menyenangkan mata orang-orang yang
melihatnya. Dan warna ini sangat bagus, selain itu mereka juga mempersulit diri
dengan ucapan mereka:
قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا
مَاهِيَ إِنَّ الْبَقَرَ تَشَابَهَ عَلَيْنَا وَإِنَّا إِن شَآءَ اللَّهُ
لَمُهْتَدُونَ {70}
”Mereka berkata:”Mohonkanlah kepada Rabb-mu
untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu,
karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami
insya Allah akan mendapat petunjuk.”(QS. Al-Baqarah: 70)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لاَّ
ذَلُولُُ تُثِيرُ اْلأَرْضَ وَلاَ تَسْقِي الْحَرْثَ مُسَلَّمَةٌ … {71}
”Musa berkata:’Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu
adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak
pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, …”(QS. Al-Baqarah: 71)
Beberapa kriteria terakhir ini lebih sulit
daripada kriteria yang sebelumnya, di mana mereka diperintahkan untuk
menyembelih sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak sawah dan
mengairi tanaman, juga tidak cacat. Demikianlah yang dikemukakan Qatadah. (Diriwayatkan
oleh Imam ath-Thabari 1258-1259, dan Ibnu Abi Hatim dengan sanad shahih)
Dan firman-Nya:
… لاَّ شِيَةَ فِيهَا .…{71}
”…Tidak ada belangnya…”(QS. Al-Baqarah: 71)
Artinya, tidak ada warna lain pada tubuh sapi
tersebut. Bahkan tidak boleh ada cacat sedikitpun, maupun campuran warna lain
selain warna yang ditentukan. Setelah diberikan batasan criteria sapi tersebut,
maka:
…قَالُوا الْئَانَ جِئْتَ بِالْحَقِّ … {71}
”…Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat
sapi betina yang sebenarnya….”(QS. Al-Baqarah: 71)
Kemudian Nabiyullah Musa ‘alaihissalam memerintahkan
mereka untuk menyembelihnya:
… فَذَبَحُوهَا وَمَاكَادُوا يَفْعَلُونَ
{71}
”…Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir
saja mereka tidak melaksanakan perintah itu..”(QS. Al-Baqarah: 71)
Maksudnya, mereka merasa ragu untuk
melaksanakan perintah tersebut. Selanjutnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan
mereka untuk memukul mayat orang itu dengan sebagian tubuh sapi tersebut.
Setelah mereka memukul tubuh mayat, Allah Subhanahu wa Ta’ala menghidupkannya
kembali, orang itu pun bangkit. Kemudian Nabi Musa ‘alaihissalam bertanya:’”Siapa
yang membunuhmu?” Dia menjawab:”Keponakanku yang telah membunuhku.” Lalu,
dia mati kembali.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
… كَذَلِكَ يُحْىِ اللَّهُ الْمَوْتَى
وَيُرِيكُمْ ءَايَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ {73}
”… Demikianlah Allah menghidupkan kembali
orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda
kekuasaan-Nya agar kamu mengerti.”(QS. Al-Baqarah: 73)
Maksudnya,sebagaimana yang telah kalian
saksikan, yakni hidupnya orang yang sudah meninggal dunia atas perintah Allah,
maka demikian pula Dia memerintahkan semua orang yang sudah meninggal dunia
–jika menghendaki- maka Dia akan menghidupkan mereka semua dalam satu waktu,
sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
مَّاخَلْقُكُمْ وَلاَبَعْثُكُمْ إِلاَّ
كَنَفْسٍ وَاحِدَةٍ إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ {28}
”Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan
kamu (dari dalam kubur) itu melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan
membangkitkan) satu jiwa saja.Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat.” (QS. Luqman: 28)
Komentar
Posting Komentar