PERAN PEREMPUAN MUSLIM DI TENGAH MASYARAKAT (Materi Ketujuh: Buku "Suami Istri Berkarakter Surgawi")
PERAN
PEREMPUAN MUSLIM DI TENGAH MASYARAKAT
(Materi
Ketujuh: Buku "Suami Istri Berkarakter Surgawi")
Oleh:
Dr.H.Sukarmawan,M.Pd.
Imam Asy-Sya’rawi Rahimahullah berkata, “ Perempuan (Al-Mar’ah) merupakan varian kedua
dari jenis manusia, yang mana lafadz Al-Jins al-Insani (Jenis Manusia) merupakan
kata umum yang terbagai menjadi dua varian, yaitu laki-laki dan perempuan”.
Jika Laki-laki dan Perempuan merupakan vaian dari al-Jins al-Insanani maka keduanya memiliki kesamaan ciri-ciri secara
umum selain memilki ciri-ciri secara khusus atau bidang-bidang khusus yang
diperuntukkan Laki-Laki dan diperuntukkan juga untuk Perempuan.
Asy-Sya’rawi berpandangan, andaikan hanya ada satu
bidang yang diperuntukkan keduanya maka tidak aka ada varian manusia (Laki-Laki
dan Perempuan). Barangsiapa yang membedakan Laki-Laki dan Perempuan dalam hal kepentingan dan kriterianya secara mutlak tanpa memperhatikan
adanya persamaan anatara keduanya maka orang tersebut telah membelokkan maksud
Allah swt menciptakan kedua varian manusia tersebut dan hal ini berarti menolak
ketetapan dari Allah swt yang telah menciptakan Laki-Laki dan Perempuan di muka
bumi ini. Oleh karena itu, kita patut menerima ketetapan Alah swt yang telah
menciptakan manusia dengan varian Laki-Laki dan Perempuan yang memiliki
perbedaan kepentingan dan kriterianya dengan memiliki kesamaan ciri secara umum
berupa kemuliaan sebagai manusia (Al-Karamah
Al-Insaniyyah) dan asal penciptaannya. Sesungguhnya Allah swt telah
menciptakan Laki-laki dan Perempuan dari substance
yang sama, sehingga secara genesis tidak ada perbedaan dari keduanya.
Sebagaimana Firman Allah swt dalam QS.Annisa ayat 1:
يَا أَيُّهَا
النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا
زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي
تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Hai sekalian
manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang
diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya
Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
Allah swt pun tidak membeda-bedakan dalam hal
pemberian balasan bagi yang mengerjakan amal Saleh, baik dia Laki-Laki maupun
Perempuan. Sebagaimana firman Allah swt dalam QS.Al-Anbiya:94
فَمَنْ
يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَا كُفْرَانَ لِسَعْيِهِ وَإِنَّا
لَهُ كَاتِبُونَ
“Maka barang
siapa yang mengerjakan amal saleh, sedang ia beriman, maka tidak ada
pengingkaran terhadap amalannya itu dan sesungguhnya Kami menuliskan amalannya
itu untuknya”.
Peran
dan Posisi Perempuan dalam Kehidupan Bermasyarakat
Islam menempatkan perempuan secara terhormat di
dalam Al-Quran. Laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama dalam berbagai
sektor pendidikan politik bahkan dalam pekerjaan. Artikel ini akan mengulas
pandangan Islam tentang perempuan yang aktif dalam dunia pekerjaan.
Peran perempuan, dalam catatan sejarah pra Islam,
pernah mengalami kondisi terpuruk di mana banyak terjadinya kasus eksploitasi
pemerkosaan dan pembatasan ruang gerak perempuan. Hal tersebut berdampak pada
budaya kultural yang melekat pada masyarakat bahwa perempuan mempunyai tanggung
jawab lebih besar pada sektor domestik yakni keluarganya dibanding sektor
publik.
Modern kini, peran perempuan tidak terbatas pada
melayani suami, menyediakan makanan, mengasuh anak dan menjaga rumah, namun
lebih luas dari itu mereka berpendidikan dan berwawasan sehingga dibutuhkan
dalam berbagai sektor pekerjaan. Peranan perempuan dalam berbagai sektor
pekerjaan kini menjadi hal terpenting yang haus dipenuhi. Misalnya dalam dunia
politik kini, kuantitas perempuan harus setidaknya 30% untuk mencapai ekualitas
peran peremuan dalam kancah politik Indonesia.
Peran perempuan dalam berbagai sektor publik,
tidaklah bertentangan dengan Al-Quran. Hal tersebut dijelaskan dalam QS.
An-Nahl ayat 97:
مَنْ عَمِلَ
صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً
وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik
laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan”.
Ayat tersebut menunjukkan bahwa setiap manusia
laki-laki dan perempuan mempunyai tanggung jawab yang sama yakni melakukan
kebaikan, termasuk peran aktif perempuan dalam sektor publik. Abbas al-‘Aqqād
dalam karyanya Al-Mar’ah Fī Alqurān menjelaskan
bahwa perempuan dan laki-laki memiliki hak dan kewajiban yang sama.
Yang dimaksud laki-laki dilebihkan satu derajat
dibanding perempuan adalah laki-laki merupakan pemimpin dalam rumah tangga
sebagai fitrahnya. Dalam hal ini, bukan berarti keluar dari konsep persamaan
yang telah ditetapkan dalam hak dan kewajiban perempuan, namun setiap tambahan
hak diimbangi dengan tambahan serupa dalam kewajiban adalah konsep persamaan
yang bijaksana. Seperti halnya yang tertuang dalam Surah At-Taubah Ayat 71,
Allah Swt berfirman:
وَالْمُؤْمِنُونَ
وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka
menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan
shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu
akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana”.
Mutawallī
al-Sya’rawī,
sebagai mufassir kontemporer kenamaan Mesir,
menafsirkan kata Auliya’ sebagai manusia beriman harus saling
tolong menolong dan saling memberi nasihat agar sempurna keimanannya. Ia
menjelaskan bahwa ayat tersebut meminta agar perempuan dan laki-laki sama-sama
mengerjaan perbuatan yang ma’ruf dan menjauhi perkara yang mungkar.
Baik laki-laki maupun perempuan berkewajiban
mencegah setiap mukmin lain jika melakukan kemunkaran sementara itu mereka juga
berkewajiban untuk memerintahkan sesame melakukan kebaikan. Ayat tersebut
menunjukkan bahwa setiap laki-laki dan perempuan dituntut untuk melakukan
kebaikan, dituntut untuk mengerahkan kemampuan terbaiknya dalam melakukan
sebanyak-banyaknya kebaikan dalam melakukan tugasnya sebagai manusia, termasuk
dalam melakukan pekerjaan.
Sementara itu, dalam ayat Al-Quran lainnya QS.
An-Nisā’ ayat 32, Allah Swt berfirman: “Dan janganlah kamu iri hati
terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari
sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada
apa yang mereka usahakan, dan bagi Para perempuan (pun) ada bahagian dari apa
yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.
Rashid
Rida, seorang
intelektual muslim dari Suriah yang mengembangkan gagasan modernism, menjelaskan ayat tersebut
tidak melarang seseorang untuk merealisasikan cita-cita dan keinginanya. Tidak
ada yang salah apabila seseorang mempunyai keinginan kemudian bekerja keras
untuk mewujudkannya dan tidak mengapa jika seseorang melihat prestasi orang
lain kemudian ia bekerja keras meraihnya.
Ia menyebut bahwa, menfokuskan diri terhadap suatu
prestasi adalah kebaikan serta bekerja keras adalah kewajiban setiap laki-laki
dan perempuan. Sehingga, laki-laki dan perempuan tidak boleh hanya
berangan-angan, mereka mempunyai kewajiban yang sama untuk bekerja keras. Ia
menganggap bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama yakni
memperoleh pendidikan, memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan minat serta
melakukan kebaikan untuk kebaikan rumah tangganya.
Quraish
Shihab, sebagai
mufassir yang mempunyai pandangan peran perempuan di Indonesia, menyatakan
bahwa perempuan boleh beraktivitas dan melakukan pekerjaan, selama pekerjaan
tersebut membutuhkan dirinya. Baik pekerjaan yang dilakukan di dalam rumah
maupun di luar rumah bersama orang lain, perempuan boleh melakukannya, selama
pekerjaan tersebut dilakukan secara terhormat, sopan dan mereka perempuan dapat
menjaga kehormatannya.
Beliau menyebut bahwa perempuan boleh saja
berkarier, tetapi ia harus menghindari dan meminimalisir dampak negatif yang
akan mengganggu diri dan lingkungannya. Ia menyebut bahwa dibolehkannya
perempuan berkarier sudah dimulai sejak masa nabi Muhammad saw di mana Khadijah
sebagai istri Rasulullah sudah mengabdikan dirinya pada sektor pengembangan
ekonomi. Ia dianggap sebagai salah satu perempuan tersukses dan terkaya pada
masa Rasulllah saw, karena kemahirannya dalam berdagang.
Berkaitan dengan perkembangan zaman, masyarakat
sekarang membutuhkan peran perempuan dalam segala aspek, pendidikan, sosial
ekonomi, hukum, politik, dan lain-lain. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh
tuntutan bangsa-bangsa atas nama masyarakat global bahwa kemajuan suatu bangsa
ditentukan bagaimana bangsa tersebut peduli dan memberi akses yang luas bagi
perempuan untuk beraktifitas di ranah publik.
Oleh karenanya, dapat disimpulkan bahwa, perempuan
kini secara bebas aktif melakukan pekerjaan yang ia kehendaki sesuai dengan
minat dan keahlinya demi kemajuan peradaban di tengah-tengah kehidupan
masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia. Wallahu A’lam Bisshowab.
Komentar
Posting Komentar