Ciptakan Hidup Dalam Naungan Al-Qur’an Niscaya Keluarga Bahagia Dapat Dirasakan

 

NAUNGAN AL-QUR'AN

Ciptakan Hidup Dalam Naungan Al-Qur’an

Niscaya Keluarga Bahagia Dapat Dirasakan

(Oleh: Dr.H.Sukarmawan,M.Pd.)

Hakikat hidup dalam naungan Al-Qur’an berarti selalu berinteraksi dengan Al-Qur’an baik secara membacanya (Tilawah al-Qur’an), memahaminya (Tadabbur al-Qur’an), menghafalnya (Hifzhul Qur’an), mengamalkannya (Tanfiidzhul Qur’an), mengajarkannya (Ta’liimul Qur’an) dan menjadikannya sebagai pedoman dan rujukan hukum (Tahkiimul Qur’an). Sebagaimana bunyi hadis yang diriwayatkan oleh Usman bin ‘Affan r.a,  Rasulullah saw  bersabda:

 خَيرُكُم من تعلَّمَ القرآنَ وعلَّمَهُ

"Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur`ān dan mengajarkannya." 

 Mari sejenak kita simak pula firman Allah swt dalam QS.Al-Israa ayat 9:

إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا

“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar” (QS. Al Israa: 9)

Sesungguhnya, sesorang yang mempelajari Al-Qur’an adalah orang yang masuk pada tahapan awal dari interaksi terhadap Al-Qur’an dan orang yang mengajarkan Al-Qur’an adalah orang yang sudah sampai tahapan akhir dari interaksi terhadap Al-Qur’an, Namun secara umum orang-orang yang berjiwa Robbani adalah orang yang senantiasa mengajarkan Al-Qur’an dan pada saat yang sama orang belajar Al-Qur’an dan semuanya itu termasuk orang yang terbaik dari umat Islam.

Terkait dengan aktivitas Membaca Al-Qur’an (At-Tilawah) mari kita simak juga firman Allah swt dalam AS.al-Baqarah ayat 121 berikut ini:

الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَٰئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

“Orang-orang yang Telah kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, Maka mereka Itulah orang-orang yang rugi” (QS. Al-Baqarah 121).

Bentuk interaksi terhadap Al-Qur’an yang harus diperbanyak adalah tilawah Al-Qur’an. Para Salafu sholih sangat serius dalam masalah tilawah. Seperti sosok Sahabat Utsman bin ‘Affan yang mengkhatamkan Al-Qur’an setiap hari di bulan Ramadhan. Abdullah bin Amru bin Al-Ash ketika diperintahkan membaca Al-Qur’an sebulan khatam, beliau masih menawar bahwa dirinya masih mampu untuk lebih cepat dari itu. Setelah terjadi tawar-menawar, maka Rasulullah saw. membolehkan untuk mengkhatamkan Al-Qur’an setiap tiga hari sekali. Sementara itu, Imam As-Syafi’i mengkahtamkan 60 kali dalam bulan Ramadhan diluar waktu sholat. Sebagian ada yang setiap pekan khatam dan ada yang sepuluh hari khatam. Sungguh luar biasa cara tilawah para Shalafu sholih.

Sesungguhnya, orang-orang beriman akan menjadikan Al-Qur’an sebagai buku bacaan hariannya dan tidak pernah merasa bosan dan kenyang dengan aktivitas tilawah Al-Qur’an. Sebagaimana diungkapkan oleh Utsman bin ‘Affan ra,”Kalau hati kita bersih, maka kita tidak akan pernah kenyang dengan Al-Qur’an”. Karena dengan senantiasa membaca Al-Qur’an, akan mendapatkan banyak kebaikan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw,” Al-Qur’an ini adalah hidangan Allah, maka terimalah hidangan itu sekuat kemampuan kalian. Al-Qur’an ini adalah tali Allah, cahaya yang terang, obat yang bermanfaat, terpeliharalah orang yang berpegang teguh dengannya, keselamatan bagi yang mengikutinya. Jika akan menyimpang, maka diluruskan, tidak terputus keajaibannya, tidak lapuk karena banyak diulang. Bacalah karena Allah akan memberikan pahala bacaan kalian setiap huruf sepuluh kebaikan. Saya tidak mengatakan alif lam mim satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf”. (HR Al-Hakim)

Terkait aktivitas At-Tadabbur (Memahami Al-Qur’an), Allah Ta’ala berfirman,

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran” (QS. Shaad : 29).

Aktivitas Tadabbur Al-Qur’an meliputi kegiatan meneliti lafazh Al-Qur’an untuk sampai pada makna Al-Qur’an. Intinya bahwa tadabbur Al-Qur’an yaitu memahami isi atau kandungan ayat-ayat dalam Al-Qur’an, mendalami, memikirkan dan memperhatikan agar dapat diamalkan dalam kehidupan. Inilah tujuan dari diturunkan Al-Qur’an, yaitu untuk dipahami isi atau kandungannya kemudian diamalkan dalam kehidupan.

Dengan demikian, jika seseorang membaca sesuatu dan tidak memahami maknanya maka tujuan dari apa yang dibacanya tidak sampai. Sesungguhnya hakikat orang yang berilmu dan memiliki peradaban adalah orang yang dapat memahami apa yang dibacanya. Sebagaimana perkataan Ibnu Taimiyah,” Kebiasaan atau sudah menjadi budaya yang terjadi di dunia keilmuan adalah menolak, jika suatu kaum membaca kitab pada disiplin ilmu tertentu, seperti kedokteran atau matematika kemudian tidak memahaminya. Bagaimana dengan kalam Allah Ta’ala yang merupakan kunci penjagaan, keselamatan, kebahagiaan dan pedoman pada agama dan dunia mereka ?”

Sesungguhnya, Al-Qur’an merupakan mu’jizat dari Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dan manusia dapat menikmati mu’jizat tersebut melalui wasilah dan risalah Rasulullah SAW. Sungguh pada seluruh isi Al-Qur’an berisi kebenaran, kebaikan, keindahan, ilmu pengetahuan dan mengantarkan manusia pada kebahagiaan hidup di dunia dan kelak di akhirat. Seorang hamba yang hidup dalam naungan Al-Qur’an akan mendapatkan keberkahan. Keberkahan umur, keberkahan harta dan keberkahan sarana lainnya. Sebaliknya manusia yang berpaling dari Al-Qur’an, mereka akan mendapatkan kehidupan yang paling sempit, sengsara dan menderita di dunia dan akhirat. Sebagaimana firman Allah swt:  

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ

قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَىٰ وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا

قَالَ كَذَٰلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا ۖ وَكَذَٰلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَىٰ

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku (Al-Qur’an), Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, Mengapa Engkau menghimpunkan Aku dalam keadaan buta, padahal Aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman: “Demikianlah, Telah datang kepadamu ayat-ayat kami, Maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari Ini kamupun dilupakan” (QS. Thahaa 124-126).

Sungguh sangat disayangkan dan sangat memprihatinkan jika mu’jizat terakhir yang membawa keselamatan dan kebahagiaan manusia di dunia dan kelak di akhirat tidak dapat dipahami dan dinikmati oleh mayoritas umat Islam. Namun demikian, inilah realita yang ada dan terjadi di tengah-tengah kehidupan kita, mayoritas manusia tidak beriman pada Al-Qur’an dan mayoritas umat Islam tidak mengetahui isinya bahkan bersikap tidak mengacuhkan (cuek) terhadap Kitab Suci Al_Qur’an atau yang dikenal dengan istilah bersikap “Mahjuro” . Sebagaiman firman Allah swt dalam QS Al-Furqan: 30, Allah subhanahu wa ta'ala berfirman;

وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا

“Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan". (Qs. al-Furqan: 30)

Ulama menjelaskan macam-macam sikap acuh terhadap Al-Qur'an diantaranya adalah tidak mau mentadabburi dan memahaminya. Dan itu yang banyak terjadi di masyarakat, mereka semangat menghatamkan al-Qur’an, terlebih bulan Ramadhan, namun malas  mempelajari kandungannya.

Aktivitas Tadabbur Al-Qur’an lainnya meliputi menghafal dan menjaga Al-Qur’an (Al-Hifzh wa al-Muhafazhah ). Dan Allah swt dengan tegas menyatakan dalam firman-Nya:

بَلْ هُوَ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ ۚ وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا إِلَّا الظَّالِمُونَ

 “Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat kami kecuali orang-orang yang zalim” (QS Al-ankabuut 49).

Maksudnya, bahwa ayat-ayat Al Quran itu terpelihara dalam dada dengan dihapal oleh banyak kaum muslimin dan dipahami oleh mereka, sehingga tidak ada seorangpun yang dapat mengubahnya. Dan inilah satu bentuk kemudahan yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya. Bahwa Al-Qur’an mudah dibaca, mudah difahami, mudah dihafalkan dan mudah diamalkan. Dalam Surat Al-Qomar telah menyebutkan empat kali, bahwa Allah telah berjanji untuk memudahkan al-Qur’an untuk dijadikan pelajaran. “Dan Sesungguhnya Telah kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS Al Qomar, 17,22,32, 40).

Para ulama tafsir, diantaranya Al-Qurthubi, As-Suyuti dan lainnya, bahwa Allah telah memudah Al-Qur’an untuk dihafalkan.

Banyak orang-orang beriman yang sudah putus asa dalam menghafalkan Al-Qur’an, seolah tidak mampu lagi menambah hafalannya, yang ada mahal berkurang. Apalagi jika umur sudah mulai menginjak 40 tahun. Problematika ini menunjukkan kelemahan iman dan semangat dalam menghafalkan Al-Qur’an. Bahkan ada seorang da’i yang mengatakan bahwa dalam Islam semuanya mudah kecuali menghafal Al-Qur’an. Kondisi seperti ini tentu sungguh sangat memperihatinkan. Padahal jika kita melihat keislaman para sahabat, mayoritas mereka masuk Islam sudah dewasa, sebagiannya sudah melewati usia 40 tahun, tetapi mereka masih terus bersemangat untuk menghafal Al-Qur’an. Dalam salah satu Hadits , dari Ibnu Abbas Radhiyallaahu ‘Anhuma

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ الَّذِي لَيْسَ فِي جَوْفِهِ شَيْءٌ مِنَ القُرْآنِ كَالبَيْتِ الخَرِبِ»

Dari Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhuma, dia berkata; Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya seseorang yang pada hatinya tidak ada sedikitpun dari (hafalan) Al-Qur`an seperti rumah yang roboh.”

Dalam hadis yang lainnya, Rasulullah saw. bersabda,

ن ابِي عَبٌاسٍ رَضَيِ اللٌهُ عَنُهمَا قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللٌهِ صَلَيِ اللٌهُ عَلَيهِ وَسَلَمَ اِنَ الٌذِي لَيسَ فيِ جَوفِه شَي مِنَ القُرانِ كَالَبيتِ الخَرِبِ. (رواه الترمذي وقال هذا حديث صحيح ورواه الدارمي والحاكم وصححه)

”Dari Abdullah bin Abbas r. huma. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya seorang yang tida ada sedikitpun Al-Qur’an dalam hatinya adalah seperti rumah kosong.” (HR Tirmidzi)

Sesungguhnya, rumah rusak atau kosong, berarti mudah dimasuki mahluk lain, seperti syetan atau jin yang senantiasa mengganggu manusia. Dan memang kita mendapati, bahwa orang yang suka diganggu syetan atau jin adalah orang yang hatinya kosong, yaitu kosong dari keimanan dan kosong dari Al-Qur’an.

Bagi orang-orang yang hafal Al-Qur’an, sesungguhnya akan memperoleh keistimewaan dari Rasulullah saw., sebagaimana pernyataan Rasulullah SAW,“Orang yang membaca Al-Qur’an dan dia mahir, bersama malaikat yang mulia dan baik” (Muttafaqun ‘alaihi). Begitu pula dalam petikan pernyataan Rasulullah SAW, “Tidak boleh hasad kecuali pada dua, seorang yang diberikan Al-Qur’an dan diamalkan siang malam. Dan seorang yang diberi harta, dia menginfakkannya siang malam” (Muttafaqun ‘alaihi).

Rasulullah SAW pun telah bersabda “Ahlul Qur’an adalah ahli Allah dan yang diistimewakan-Nya” (HR Ahmad dan Ibnu Majah). Dalam sabdanya yang lain“ Yang memimpin (imam) suatu kaum adalah yang paling menguasai Al-Qur’an” (HR Muslim). Pemimpin disini baik dalam shalat dan tentu saja diluar shalat. Karena Rasulullah saw. ketika memberi tugas pada para sahabat, yang diangkat jadi pemimpin adalah yang paling menguasai Al-Qur’an atau yang paling faqih terhadap agama.

Aktivitas dalam berinteraksi atau Tadabbur Al-Qur’an berikutnya adalah Mengamalkan Al-Qur’an (At-Tanfidz wa al-‘Amal bihi), sebagaimana firman Allah swt : “Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan” (QS. At-Taubah: 105)

Langkah interaksi terhadap Al-Qur’an berikutnya adalah mengamalkannya. Mengamalkan Al-Qur’an berarti mengamalkan ajaran Islam atau beramal shalih. Imam Ali menjelaskan sifat-sifat orang yang bertaqwa, yaitu orang yang beramal sesuai dengan petunjuk Al Qur’an (al-‘amalu bit tanziil). Inilah interaksi yang harus dilakukan oleh setiap orang beriman, menjalankan yang diperintahkan dan meninggalkan yang diharamkan. Mengamalkan Al-Qur’an harus sampai pada tingkat bahwa Al-Qur’an menjadi kepribadian atau akhlaknya. Inilah yang terjadi pada diri Rasulullah saw., sebagaimana diceritakan ‘Aisyah,” Akhlak Rasul adalah Al-Qur’an” (HR Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasa’i).

Diantara bentuk dari mengamalkan Al-Qur’an adalah mengikuti sunnah Rasul saw. Karena kita melihat banyak orang yang mengklaim mengikuti Al-Qur’an tetapi tidak mengikuti sunnah bahkan ada yang menafikan sunnah. Mari kita simak firman Allah swt dalam QS. Al-Hasyr ayat 7:

 وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya” (QS. Al-Hasyr : 7).

Sungguh yang menjadi keprihatinan kita orang-orang beriman adalah bahwa banyak umat Islam yang meninggalkan Al-Qur’an. Hal ini juga yang menjadi keprihatinan Rasulullah saw. Bahkan keprihatinan ini diabadikan dalam Al-Qur’an, ”Berkatalah Rasul: “Ya Tuhanku, Sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan” (QS Al-Furqan 30), sebagaimana yang telah Penulis kemukakan di bagian awal tulisan ini/

Meninggalkan Al-Qur’an ini disebabkan oleh banyak hal, salah satunya karena begitu gencarnya propaganda penyesatan yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam. Begitu juga upaya yang sistematis agar umat Islam jauh dari Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah swt:  

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِالذِّكْرِ لَمَّا جَاءَهُمْ ۖ وَإِنَّهُ لَكِتَابٌ عَزِيزٌ

“Dan orang-orang yang kafir berkata: “Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Quran Ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka” (QS. Al-Fhushilat : 41).

Sunguh luar biasa propaganda dan strategi  kaum kafir dalam menjauhkan umat Islam dari Al-Qur’an. Salah satu strategi mereka yaitu melalui bermacam dakwah kebatilan yang mereka lancarkan, seperti berbagai macam hiburan yang melalaikan sehingga banyak umat Islam yang meninggalkan Al-Qur’an. Umat Islam mulai meninggalkan dari aktivitas membaca Al-Qur’an, meninggalkan dari aktivitas memahami Al-Qur’an, meninggalkan dari menghafalkan Al-Qur’an, meninggalkan dari mengamalkan Al-Qur’an dan meninggalkan dari segala macam yang terkait dengan Al-Qur’an. Sungguh media TV mempunyai peran yang sangat besar dalam membuat umat Islam meninggalkan Al-Qur’an.

Aktivitas interaksi atau Tadabbur Qur’an berikutnya adalah Mengajarkan dan menda’wahkan Al-Qur’an (At Ta’lim wa ad Da’wah wa al Jihad. Sebagaimana firman Allah swt:

فَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا 

“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan jihad yang besar” (QS. Al-Furqaan : 52).

Menyimak fenomena bahwa umat mulai meninggalkan Al-Qur’an, maka harus ada upaya atau ikhtiar dari bagi para da’i, yaitu melalui optimalisasi pengajaran Al-Qur’an, dan mengembangkan strategi da’wah serta berjihad dengannya. Inilah bentuk interaksi terakhir orang-orang beriman dengan Al-Qur’an. Sejatinya yang disebut dengan istilah “Hidup dalam Naungan Al-Qur’an”.

 

(Oleh: Dr.H.Sukarmawan,M.Pd.)

Hakikat hidup dalam naungan Al-Qur’an berarti selalu berinteraksi dengan Al-Qur’an baik secara membacanya (Tilawah al-Qur’an), memahaminya (Tadabbur al-Qur’an), menghafalnya (Hifzhul Qur’an), mengamalkannya (Tanfiidzhul Qur’an), mengajarkannya (Ta’liimul Qur’an) dan menjadikannya sebagai pedoman dan rujukan hukum (Tahkiimul Qur’an). Sebagaimana bunyi hadis yang diriwayatkan oleh Usman bin ‘Affan r.a,  Rasulullah saw  bersabda:

 خَيرُكُم من تعلَّمَ القرآنَ وعلَّمَهُ

"Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur`ān dan mengajarkannya." 

 Mari sejenak kita simak pula firman Allah swt dalam QS.Al-Israa ayat 9:

إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا

“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar” (QS. Al Israa: 9)

Sesungguhnya, sesorang yang mempelajari Al-Qur’an adalah orang yang masuk pada tahapan awal dari interaksi terhadap Al-Qur’an dan orang yang mengajarkan Al-Qur’an adalah orang yang sudah sampai tahapan akhir dari interaksi terhadap Al-Qur’an, Namun secara umum orang-orang yang berjiwa Robbani adalah orang yang senantiasa mengajarkan Al-Qur’an dan pada saat yang sama orang belajar Al-Qur’an dan semuanya itu termasuk orang yang terbaik dari umat Islam.

Terkait dengan aktivitas Membaca Al-Qur’an (At-Tilawah) mari kita simak juga firman Allah swt dalam AS.al-Baqarah ayat 121 berikut ini:

الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَٰئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

“Orang-orang yang Telah kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, Maka mereka Itulah orang-orang yang rugi” (QS. Al-Baqarah 121).

Bentuk interaksi terhadap Al-Qur’an yang harus diperbanyak adalah tilawah Al-Qur’an. Para Salafu sholih sangat serius dalam masalah tilawah. Seperti sosok Sahabat Utsman bin ‘Affan yang mengkhatamkan Al-Qur’an setiap hari di bulan Ramadhan. Abdullah bin Amru bin Al-Ash ketika diperintahkan membaca Al-Qur’an sebulan khatam, beliau masih menawar bahwa dirinya masih mampu untuk lebih cepat dari itu. Setelah terjadi tawar-menawar, maka Rasulullah saw. membolehkan untuk mengkhatamkan Al-Qur’an setiap tiga hari sekali. Sementara itu, Imam As-Syafi’i mengkahtamkan 60 kali dalam bulan Ramadhan diluar waktu sholat. Sebagian ada yang setiap pekan khatam dan ada yang sepuluh hari khatam. Sungguh luar biasa cara tilawah para Shalafu sholih.

Sesungguhnya, orang-orang beriman akan menjadikan Al-Qur’an sebagai buku bacaan hariannya dan tidak pernah merasa bosan dan kenyang dengan aktivitas tilawah Al-Qur’an. Sebagaimana diungkapkan oleh Utsman bin ‘Affan ra,”Kalau hati kita bersih, maka kita tidak akan pernah kenyang dengan Al-Qur’an”. Karena dengan senantiasa membaca Al-Qur’an, akan mendapatkan banyak kebaikan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw,” Al-Qur’an ini adalah hidangan Allah, maka terimalah hidangan itu sekuat kemampuan kalian. Al-Qur’an ini adalah tali Allah, cahaya yang terang, obat yang bermanfaat, terpeliharalah orang yang berpegang teguh dengannya, keselamatan bagi yang mengikutinya. Jika akan menyimpang, maka diluruskan, tidak terputus keajaibannya, tidak lapuk karena banyak diulang. Bacalah karena Allah akan memberikan pahala bacaan kalian setiap huruf sepuluh kebaikan. Saya tidak mengatakan alif lam mim satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf”. (HR Al-Hakim)

Terkait aktivitas At-Tadabbur (Memahami Al-Qur’an), Allah Ta’ala berfirman,

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran” (QS. Shaad : 29).

Aktivitas Tadabbur Al-Qur’an meliputi kegiatan meneliti lafazh Al-Qur’an untuk sampai pada makna Al-Qur’an. Intinya bahwa tadabbur Al-Qur’an yaitu memahami isi atau kandungan ayat-ayat dalam Al-Qur’an, mendalami, memikirkan dan memperhatikan agar dapat diamalkan dalam kehidupan. Inilah tujuan dari diturunkan Al-Qur’an, yaitu untuk dipahami isi atau kandungannya kemudian diamalkan dalam kehidupan.

Dengan demikian, jika seseorang membaca sesuatu dan tidak memahami maknanya maka tujuan dari apa yang dibacanya tidak sampai. Sesungguhnya hakikat orang yang berilmu dan memiliki peradaban adalah orang yang dapat memahami apa yang dibacanya. Sebagaimana perkataan Ibnu Taimiyah,” Kebiasaan atau sudah menjadi budaya yang terjadi di dunia keilmuan adalah menolak, jika suatu kaum membaca kitab pada disiplin ilmu tertentu, seperti kedokteran atau matematika kemudian tidak memahaminya. Bagaimana dengan kalam Allah Ta’ala yang merupakan kunci penjagaan, keselamatan, kebahagiaan dan pedoman pada agama dan dunia mereka ?”

Sesungguhnya, Al-Qur’an merupakan mu’jizat dari Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dan manusia dapat menikmati mu’jizat tersebut melalui wasilah dan risalah Rasulullah SAW. Sungguh pada seluruh isi Al-Qur’an berisi kebenaran, kebaikan, keindahan, ilmu pengetahuan dan mengantarkan manusia pada kebahagiaan hidup di dunia dan kelak di akhirat. Seorang hamba yang hidup dalam naungan Al-Qur’an akan mendapatkan keberkahan. Keberkahan umur, keberkahan harta dan keberkahan sarana lainnya. Sebaliknya manusia yang berpaling dari Al-Qur’an, mereka akan mendapatkan kehidupan yang paling sempit, sengsara dan menderita di dunia dan akhirat. Sebagaimana firman Allah swt:  

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ

قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَىٰ وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا

قَالَ كَذَٰلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا ۖ وَكَذَٰلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَىٰ

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku (Al-Qur’an), Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, Mengapa Engkau menghimpunkan Aku dalam keadaan buta, padahal Aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman: “Demikianlah, Telah datang kepadamu ayat-ayat kami, Maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari Ini kamupun dilupakan” (QS. Thahaa 124-126).

Sungguh sangat disayangkan dan sangat memprihatinkan jika mu’jizat terakhir yang membawa keselamatan dan kebahagiaan manusia di dunia dan kelak di akhirat tidak dapat dipahami dan dinikmati oleh mayoritas umat Islam. Namun demikian, inilah realita yang ada dan terjadi di tengah-tengah kehidupan kita, mayoritas manusia tidak beriman pada Al-Qur’an dan mayoritas umat Islam tidak mengetahui isinya bahkan bersikap tidak mengacuhkan (cuek) terhadap Kitab Suci Al_Qur’an atau yang dikenal dengan istilah bersikap “Mahjuro” . Sebagaiman firman Allah swt dalam QS Al-Furqan: 30, Allah subhanahu wa ta'ala berfirman;

وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا

“Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan". (Qs. al-Furqan: 30)

Ulama menjelaskan macam-macam sikap acuh terhadap Al-Qur'an diantaranya adalah tidak mau mentadabburi dan memahaminya. Dan itu yang banyak terjadi di masyarakat, mereka semangat menghatamkan al-Qur’an, terlebih bulan Ramadhan, namun malas  mempelajari kandungannya.

Aktivitas Tadabbur Al-Qur’an lainnya meliputi menghafal dan menjaga Al-Qur’an (Al-Hifzh wa al-Muhafazhah ). Dan Allah swt dengan tegas menyatakan dalam firman-Nya:

بَلْ هُوَ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ ۚ وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا إِلَّا الظَّالِمُونَ

 “Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat kami kecuali orang-orang yang zalim” (QS Al-ankabuut 49).

Maksudnya, bahwa ayat-ayat Al Quran itu terpelihara dalam dada dengan dihapal oleh banyak kaum muslimin dan dipahami oleh mereka, sehingga tidak ada seorangpun yang dapat mengubahnya. Dan inilah satu bentuk kemudahan yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya. Bahwa Al-Qur’an mudah dibaca, mudah difahami, mudah dihafalkan dan mudah diamalkan. Dalam Surat Al-Qomar telah menyebutkan empat kali, bahwa Allah telah berjanji untuk memudahkan al-Qur’an untuk dijadikan pelajaran. “Dan Sesungguhnya Telah kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS Al Qomar, 17,22,32, 40).

Para ulama tafsir, diantaranya Al-Qurthubi, As-Suyuti dan lainnya, bahwa Allah telah memudah Al-Qur’an untuk dihafalkan.

Banyak orang-orang beriman yang sudah putus asa dalam menghafalkan Al-Qur’an, seolah tidak mampu lagi menambah hafalannya, yang ada mahal berkurang. Apalagi jika umur sudah mulai menginjak 40 tahun. Problematika ini menunjukkan kelemahan iman dan semangat dalam menghafalkan Al-Qur’an. Bahkan ada seorang da’i yang mengatakan bahwa dalam Islam semuanya mudah kecuali menghafal Al-Qur’an. Kondisi seperti ini tentu sungguh sangat memperihatinkan. Padahal jika kita melihat keislaman para sahabat, mayoritas mereka masuk Islam sudah dewasa, sebagiannya sudah melewati usia 40 tahun, tetapi mereka masih terus bersemangat untuk menghafal Al-Qur’an. Dalam salah satu Hadits , dari Ibnu Abbas Radhiyallaahu ‘Anhuma

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ الَّذِي لَيْسَ فِي جَوْفِهِ شَيْءٌ مِنَ القُرْآنِ كَالبَيْتِ الخَرِبِ»

Dari Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhuma, dia berkata; Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya seseorang yang pada hatinya tidak ada sedikitpun dari (hafalan) Al-Qur`an seperti rumah yang roboh.”

Dalam hadis yang lainnya, Rasulullah saw. bersabda,

ن ابِي عَبٌاسٍ رَضَيِ اللٌهُ عَنُهمَا قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللٌهِ صَلَيِ اللٌهُ عَلَيهِ وَسَلَمَ اِنَ الٌذِي لَيسَ فيِ جَوفِه شَي مِنَ القُرانِ كَالَبيتِ الخَرِبِ. (رواه الترمذي وقال هذا حديث صحيح ورواه الدارمي والحاكم وصححه)

”Dari Abdullah bin Abbas r. huma. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya seorang yang tida ada sedikitpun Al-Qur’an dalam hatinya adalah seperti rumah kosong.” (HR Tirmidzi)

Sesungguhnya, rumah rusak atau kosong, berarti mudah dimasuki mahluk lain, seperti syetan atau jin yang senantiasa mengganggu manusia. Dan memang kita mendapati, bahwa orang yang suka diganggu syetan atau jin adalah orang yang hatinya kosong, yaitu kosong dari keimanan dan kosong dari Al-Qur’an.

Bagi orang-orang yang hafal Al-Qur’an, sesungguhnya akan memperoleh keistimewaan dari Rasulullah saw., sebagaimana pernyataan Rasulullah SAW,“Orang yang membaca Al-Qur’an dan dia mahir, bersama malaikat yang mulia dan baik” (Muttafaqun ‘alaihi). Begitu pula dalam petikan pernyataan Rasulullah SAW, “Tidak boleh hasad kecuali pada dua, seorang yang diberikan Al-Qur’an dan diamalkan siang malam. Dan seorang yang diberi harta, dia menginfakkannya siang malam” (Muttafaqun ‘alaihi).

Rasulullah SAW pun telah bersabda “Ahlul Qur’an adalah ahli Allah dan yang diistimewakan-Nya” (HR Ahmad dan Ibnu Majah). Dalam sabdanya yang lain“ Yang memimpin (imam) suatu kaum adalah yang paling menguasai Al-Qur’an” (HR Muslim). Pemimpin disini baik dalam shalat dan tentu saja diluar shalat. Karena Rasulullah saw. ketika memberi tugas pada para sahabat, yang diangkat jadi pemimpin adalah yang paling menguasai Al-Qur’an atau yang paling faqih terhadap agama.

Aktivitas dalam berinteraksi atau Tadabbur Al-Qur’an berikutnya adalah Mengamalkan Al-Qur’an (At-Tanfidz wa al-‘Amal bihi), sebagaimana firman Allah swt : “Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan” (QS. At-Taubah: 105)

Langkah interaksi terhadap Al-Qur’an berikutnya adalah mengamalkannya. Mengamalkan Al-Qur’an berarti mengamalkan ajaran Islam atau beramal shalih. Imam Ali menjelaskan sifat-sifat orang yang bertaqwa, yaitu orang yang beramal sesuai dengan petunjuk Al Qur’an (al-‘amalu bit tanziil). Inilah interaksi yang harus dilakukan oleh setiap orang beriman, menjalankan yang diperintahkan dan meninggalkan yang diharamkan. Mengamalkan Al-Qur’an harus sampai pada tingkat bahwa Al-Qur’an menjadi kepribadian atau akhlaknya. Inilah yang terjadi pada diri Rasulullah saw., sebagaimana diceritakan ‘Aisyah,” Akhlak Rasul adalah Al-Qur’an” (HR Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasa’i).

Diantara bentuk dari mengamalkan Al-Qur’an adalah mengikuti sunnah Rasul saw. Karena kita melihat banyak orang yang mengklaim mengikuti Al-Qur’an tetapi tidak mengikuti sunnah bahkan ada yang menafikan sunnah. Mari kita simak firman Allah swt dalam QS. Al-Hasyr ayat 7:

 وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya” (QS. Al-Hasyr : 7).

Sungguh yang menjadi keprihatinan kita orang-orang beriman adalah bahwa banyak umat Islam yang meninggalkan Al-Qur’an. Hal ini juga yang menjadi keprihatinan Rasulullah saw. Bahkan keprihatinan ini diabadikan dalam Al-Qur’an, ”Berkatalah Rasul: “Ya Tuhanku, Sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan” (QS Al-Furqan 30), sebagaimana yang telah Penulis kemukakan di bagian awal tulisan ini/

Meninggalkan Al-Qur’an ini disebabkan oleh banyak hal, salah satunya karena begitu gencarnya propaganda penyesatan yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam. Begitu juga upaya yang sistematis agar umat Islam jauh dari Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah swt:  

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِالذِّكْرِ لَمَّا جَاءَهُمْ ۖ وَإِنَّهُ لَكِتَابٌ عَزِيزٌ

“Dan orang-orang yang kafir berkata: “Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Quran Ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka” (QS. Al-Fhushilat : 41).

Sunguh luar biasa propaganda dan strategi  kaum kafir dalam menjauhkan umat Islam dari Al-Qur’an. Salah satu strategi mereka yaitu melalui bermacam dakwah kebatilan yang mereka lancarkan, seperti berbagai macam hiburan yang melalaikan sehingga banyak umat Islam yang meninggalkan Al-Qur’an. Umat Islam mulai meninggalkan dari aktivitas membaca Al-Qur’an, meninggalkan dari aktivitas memahami Al-Qur’an, meninggalkan dari menghafalkan Al-Qur’an, meninggalkan dari mengamalkan Al-Qur’an dan meninggalkan dari segala macam yang terkait dengan Al-Qur’an. Sungguh media TV mempunyai peran yang sangat besar dalam membuat umat Islam meninggalkan Al-Qur’an.

Aktivitas interaksi atau Tadabbur Qur’an berikutnya adalah Mengajarkan dan menda’wahkan Al-Qur’an (At Ta’lim wa ad Da’wah wa al Jihad. Sebagaimana firman Allah swt:

فَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا 

“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan jihad yang besar” (QS. Al-Furqaan : 52).

Menyimak fenomena bahwa umat mulai meninggalkan Al-Qur’an, maka harus ada upaya atau ikhtiar dari bagi para da’i, yaitu melalui optimalisasi pengajaran Al-Qur’an, dan mengembangkan strategi da’wah serta berjihad dengannya. Inilah bentuk interaksi terakhir orang-orang beriman dengan Al-Qur’an. Sejatinya yang disebut dengan istilah “Hidup dalam Naungan Al-Qur’an”.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KONSEP PERNIKAHAN DALAM PANDANGAN ISLAM

NASEHAT INDAH GUNA MENJAGA KEHARM0NISAN DALAM KELUARGA

5 RESEP DALAM MEWUJUDKAN KELUARGA ISLAMI