Figur Suami dan Ayah dalam Diri Rasulullah yang Patut Disuritauladani
Figur Suami dan Ayah dalam Diri Rasulullah
yang Patut Disuritauladani
(Oleh: Dr.H.Sukarmawan,M.Pd.)
Figur seorang
Suami dan Ayah dalam keluarga adalah sebagai imam dan pendidik bagi istri dan
anak-anaknya. Sosok seorang suami dan ayah merupakan tulang punggung dalam
keluarga yang bertanggung jawab untuk memberi
nafkah bagi semua anggota keluarganya. Di balik kesibukannya sebagai orang yang
wajib mencari nafkah, sosok seorang Ayah pun harus mencurahkan rasa kasih
sayang dan memberikan pembinaan dan Pendidikan kepada anak-anak. Begitu juga
perannya sebagai seorang suami, ia harus mencurahkan kasih sayang kepada
istrinya. Keberadaan seorang Suami yang juga berperan sebagai Ayah adalah sosok
sosok yang sangat penting, bukan sekedar sebagai pemimpin dalam keluarga, tetapi
harus bisa menjadi panutan dan suritauladan yang baik bagi seluruh anggota
keluarganya.
Sesunguhnya,
tanggung jawab yang diemban oleh seorang kepala keluarga bukan hanya di dunia tetapi
akan diminta juga pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Oleh karena itu, patut
kiranya kita mensuritauladani sosok suami dan ayah yang ideal yang ada pada manusia
paling agung di alam semesta ini, yang Allah SWT saja memuji keluhuran budi
pekertinya, siapakah dia ? Siapa lagi kalau bukan Rasulullah SAW. Sebagaimana
Allah SWT firmankan dalam QS.Al-Ahzab ayat 21 :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ
حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Sungguh
Rasulullah Saw adalah sosok suami dan ayah yang patut diteladani oleh kita
semua para kepala keluarga. Bagaimana tidak, di antara kesibukannya mengurus
pemerintahan, memimpin pasukan perang, menegakkan hukum untuk memberikan
keadilan buat warga atau rakyatnya, bernegosiasi dengan delegasi dari berbagai
negeri, memberikan Pendidikan keislaman dan pembinaan kepada para sahabat,
menerima wahyu Allah SWT yang turun secara berangsur-angsur, dan mendakwahkan
Islam kepada seluruh umatnya, Rasulullah SAW ternyata tetap bertanggung jawab dan penuh
perhatian kepada keluarga, kepada anak-istri, cucu, bahkan anak-anak di
sekitarnya. Rasulullah adalah sosok suami dan ayah terbaik, pelindung dan
seorang yang penyabar serta lemah-lembut pada keluarganya.
Wajarlah
kiranya jika Beliau bersabda :
خَيْرُكُمْ
خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي
“Yang
terbaik di antara kalian adalah yang terbaik terhadap keluarga. Dan aku adalah
yang terbaik kepada keluarga” (HR al-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban).
Rasulullah SAW adalah Penyayang Anak-anak
Sungguh
pada diri Nabi Muhammad SAW terdapat sifat penyayang dan ramah kepada
anak-anak. Hal ini diakui langsung oleh Anas bin Malik yang
kesehariannya hampir selalu bersama Rasulullah SAW. Anas bin Malik pun berkata, “Aku belum pernah melihat seseorang yang
lebih sayang kepada keluarga selain Rasulullah SAW.”
Sungguh
kedekatan dan keakraban serta kecintaan Rasulullah SAW kepada anak-anak
terlihat jelas dalam berbagai kesempatan. Pernah pada suatu ketika, Beliau
mencium salah seorang cucunya, Hasan bin ‘Ali. Kejadian itu
disaksikan secara langsung oleh al-Aqra‘ ibn Habis. Al-Aqra‘ pun berkomentar, “Aku memiliki sepuluh orang anak, tapi tak
ada satu pun yang biasa kucium.”
Mendengar
ucapan Al-Aqra, Rasulullah SAW lantas menoleh ke Al-Aqra‘ dan menjawab, ”Siapa yang tak sayang, maka tak disayang,”
(HR al-Bukhari dan Muslim).
Boleh
jadi al-Aqra‘ beranggapan bahwa laki-laki yang berkarakter kuat adalah mereka
yang tak dekat dengan anak-anak. Namun, Rasulullah SAW dengan tegas menepis
dugaan itu, sehingga spontan melontarkan jawaban, ”Siapa yang tak sayang, maka tak disayang.”
Sungguh
jawaban dari Rasulullah SAW atas pernyataan Al-Aqra tersebut jelas menunjukkan
sikap beliau yang sangat berbudi pekerti yang luhur, penyayang, ramah dan
lembut sikapnya dengan anak-anak, dan tentunya sikap dan perilaku seperti ini sangat
layak diteladani oleh para ayah di seluruh negeri.
Keluhuran
akhlaq, sikap Tawadhu, dan kerendahan hati Rasulullah SAW benar-benar tak bisa
di dengan tandingi oleh siapa pun. Bahkan keluhurannya sangat terlihat dengan
tak sungkannya beliu sering membaur, bergaul dan bercanda serta ikut bermain dengan
anak kecil.
Pada suatu
ketika Rasulullah SAW pernah menghibur Abu Umair anak Ummu
Sulaim yang menangis karena kematian burung
kesayangannya. Bentuk lain kasih sayang dan kelembutan Rasulullah Saw kepada
anak-anak adalah beliau tidak membebani mereka di luar kemampuannya. Diceritakan,
pada saat perang Uhud, Rasulullah SAW kedatangan sejumlah anak-anak yaitu
‘Abdullah ibn ‘Umar ibn al-Khathab, Usamah ibn Zayd, Usaid ibn Zhuhair, Zayd
ibn Tsabit, Zayd ibn Arqam, ‘Arabah ibn Aus, ‘Amr ibn Hazm, Abu Sa‘id
al-Khudri, dan Sa‘d ibn Habah. Mereka mengatkan ingin ikut berperang. Namun
beliau dengan halus menolak karena mereka masih kecil.
Dalam
kesempatan lain, Rasulullah SAW bahkan tidak sungkan untuk meminta air dan
membasuh air pipis anak kecil saat Beliau menggendongnya. Rasulullah SAW pun
menegur sang Ibu dari anak kecil tersebut
yang menarik dengan kasar anak kecil tersebut dari gendongan Rasulullah SAW
karena merasa malu dengan Rasulullah SAW. Perhatian dan perlindungan Rasulullah
SAW kepada anak-anak ini bukan sekadar perlakuan sepintas dan sewaktu-waktu,
melainkan berlangsung berulang-ulang, sampai-sampai anak-anak kecil kerap
menemui Rasul sepulang bepergian dan Rasulullah SAW pun dengan antusias mengajak
anak-anak itu bermain atau bercanda dengan mereka. Nabi Muhammad SAW seakan tak
punya keperluan atau kesibukan selain bermain dengan anak-anak.
Sosok Rasulullah SAW lebih dari Seorang
Ayah
Rasa kasih
sayang dan kelembutan Rasulullah SAW sungguh jauh melebihi rasa kasih sayang
dan kelembutan seorang ayah kepada anak-anaknya. Hal ini terlihat pada sebuah peristiwa.
Pernah pada suatu ketika Abu Bakar meminta izin untuk datang ke rumah Nabi
Muhammd SAW. Setibanya di
rumah Rasulullah, ia mendengar suara keras putrinya, ‘Aisyah radliyallahu ‘anha,
kepada Rasulullah suaminya sendiri. Begitu masuk, Abu Bakar langsung meraih
tangan putrinya dan bermaksud menamparnya, sambil berkata, “Tadi aku
mendengarmu membentak Rasulullah SAW.” Namun, dengan cepat Rasulullah
SAW menghalangi niatan Abu Bakar yang akan menampar putrinya tersebut. Abu Bakar pun akhirnya pulang membawa rasa kesal
dan kecewa kepada sikap ptrinya dan perasaan malu kepada Rasulullah SAW atas
perilaku putrinya. Sementara setelah ayah mertuanya pulang, Rasulullah kemudian
bertanya kepada Aisyah, istrinya, “Bagaimana
menurutmu tentangku yang telah menyelamatkanmu dari pria tadi?”
Selama
beberapa hari, Abu Bakar pun tak mau bicara, sampai kembali meminta izin
mendatangi Rasulullah SAW. Ketika sampai di rumah Rasulullah SAW, Abu Bakar
mendapati keduanya sudah kembali rukun. Abu Bakar berkata kepada keduanya, “Bawalah aku dalam kedamaian kalian berdua
sebagaimana kalian membawaku dalam pertengkaran kalian.” Rasulullah SAW
menjawab, “Sudah, sudah kami lakukan.”
Di
sini terlihat jelas, bahwa kasih sayang Rasulullah SAW bahkan melebihi kasih
sayang seorang ayah kepada anaknya sendiri. Abu Bakar yang hendak menampar sang
putri, segera dihalangi Rasulullah SAW. Itu tak mungkin lahir kecuali dari
kasih sayang dan kelembutannya terhadap wanita.
Rasulullah SAW adalah Sosok Suami Teladan
Sungguh
Rasulullah SAW juga seorang yang sangat mengerti dan memahami karakter seorang wanita.
Begitu pula karakter, kebutuhan, dan kondisi psikologis anak-anak. Selain
menjadi sosok ayah yang terbaik, Nabi SAW juga dikenal sebagai suami yang lemah
lembut dan tak sungkan membantu pekerjaan istrinya saat berada di rumah.
Dalam suatu
riwayat dari Imam Ahmad telah dikisahkan, suatu ketika, Ummul Mukminin ‘Aisyah
radhiyallahu anha pernah ditanya perihal aktivitas Rasulullah Saw saat di
rumah.
‘Aisyah
menjawab, “Rasulullah SAW biasa menjahit
pakaiannya sendiri, memperbaiki sandalnya, dan mengerjakan apa yang dikerjakan
kaum pria di rumah.”
Sikap
kasih sayang dan kelembutan Beliau itu kemudian ditularkan kepada para sahabatnya.
Beliau, Rasulullah SAW pun mengajarkan para sahabatnya agar mereka selalu
berpesan kebaikan kepada istri-istri mereka. Sebagaimana hadits Nabi yang di
riwayatkan Bukhari Muslim, Nabi bersabda, “Berpesanlah
kalian kepada para wanita dengan kebaikan. Karena mereka laksana tawanan di
sisi kalian.”
Bahkan,
kedekatan hubungan antara laki-laki dan perempuan juga digambarkan pula dalam
hadits lain sebagaimana yang diriwayatkan Imam at Tirmidzi, “Perempuan itu adalah saudara kandung
laki-laki.”
Hal ini
tentunya mengisyaratkan bahwa hubungan antara laki-laki dan perempuan, termasuk
suami dengan istri, harus selalu baik layaknya dua orang yang bersaudara atau
bersahabat baik.
Khusus
kepada para suami, Rasulullah SAW juga berpesan agar tetap bersabar dalam menghadapi
sikap istri yang boleh jadi terkadang ada hal atau perilaku istri yang kurang
disukai. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:
لاَ يَفْرَكْ
مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِىَ مِنْهَا آخَرَ
“Janganlah
marah seorang pria mukmin kepada seorang wanita mukmin. Jika tidak menyukai
satu perangai darinya, maka sukailah perangai lainnya,” (Muslim dan Ahmad).
Demikianlah
sekilas uraian tentang sosok Rasulullah SAW yang memiliki keluhuran budi dan
kelembutan hati serta kesabaran diri sudah sepatutnya disuriteladani oleh para
suami dan para ayah. Semoga saja kita para suami dan ayah akan mampu mensuriteladani
Rasulullah SAW yang merupakan figur suami dan ayah yang ideal dalam keluarga. Wallahua’lam
bisshowab.
Komentar
Posting Komentar