HIKMAH PETUNJUK DAN KESESATAN Rahasia Allah dalam Menurunkan Adam ke Bumi (Bagian Ketujuh)

 

NABI ADAM AS

HIKMAH PETUNJUK DAN KESESATAN

Rahasia Allah dalam Menurunkan Adam ke Bumi

(Bagian Ketujuh)

Oleh: Dr.H.Sukarmawan,M.Pd.

Terkait dengan peristiwa turunnya Adam, Hawa, dan iblis yang kedua ini, jelas bukan turunnya mereka yang pertama. Peristiwa yang kedua ini adalah mereka turun dari langit ke bumi. Jadi, turunnya mereka yang pertama adalah dari surga yang berada di atas langit, yaitu surga yang abadi. Beberapa ulama, di antaranya Zamakhsyari, berpendapat bahwa perkataan Allah, "Turunlah kalian semua dari surga!" adalah khusus untuk Adam dan Hawa. Al-Qur'an menggunakan bentuk jamak (plural) karena keturunannya diikutsertakan ke dalamnya. Terkait dalil dalam hal ini adalah firman Allah SWT,

قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًا ۖ بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ ۖ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ

 "Allah berfirman, 'Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.' (QS.Thaahaa: 123)

Dalil lainnya yang terkait dengan hal tersebut adalah firman Allah swt:

فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

 "Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak ada pula mereka bersedih hati. Adapun orang-orang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (QS.al-Baqarah: 38-39)

Ayat tersebut di atas tidak lain adalah sebuah hukum yang meliputi semua orang. Mengenai makna, 'Sebagian dari kamu menjadi musuh atas sebagian yang lain' adalah kondisi manusia yang saling bermusuhan, berselisih, dan saling menyesatkan satu sama lainnya. Penafsiran ayat yang dipilih oleh para pemilik pendapat ini merupakan penafsiran yang paling lemah. Karena permusuhan yang disebutkan Allah SWT tersebut adalah permusuhan antara Adam dan Iblis, serta antar keturunan keduanya. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah SWT,

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا ۚ إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ

 "Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagi kalian, maka anggaplah ia musuh kalian." (QS. Faathir: 6)

Adapun tentang Adam a.s. dan istrinya, maka Allah SWT telah menyebutkan dalam Al-Qur'an bahwa Dia menciptakan Hawa agar Adam merasa tenteram bersamanya. Sebagaimana firman Allah SWT,

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

"Dan di antara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan mereka tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang." (QS. ar-Ruum: 21)

Sesungguhnya, Allah SWT telah menciptakan rasa kasih sayang antara laki-laki dan pasangannya. Sedangkan, antara Adam dan Iblis serta keturunannya, maka Allah menjadikan permusuhan di antara mereka. Kata ganti bentuk jamak (plural) dalam ayat-ayat di atas juga menunjukkan hal ini. Penjelasan tentang Adam dan Hawa telah disebutkan dalam pendapat mereka tentang firman Allah,

قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًا ۖ بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ ۖ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ

"Lalu keduanya digelincirkan setan dari surga, dan keduanya dikeluarkan." Jadi mereka bertiga adalah Adam, Hawa, dan iblis. Lalu mengapa kata ganti itu hanya untuk sebagian yang disebutkan tidak untuk semuanya, padahal ini tidak sesuai dengan konteks kalimat? Apabila ditanyakan, bagaimana Anda memahami firman Allah, "Allah berfirman, 'Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama. Sebagian kamu menjadi musuh sebagian yang lain.'" (QS.Thaahaa: 123)

Sesungguhnya ayat tersebut di atas adalah perintah kepada Adam dan Hawa, namun mengapa setelah itu ayat tersebut menginformasikan permusuhan mereka dengan kata ganti plural? Ada yang mengatakan bahwa kata ganti dalam firman Allah 'turunlah kamu berdua!' adalah untuk Adam dan istrinya. Ada juga yang mengatakan bahwa kata ganti tersebut adalah untuk Adam dan iblis sedangkan Hawa tidak disebutkan karena dia ikut kepada Adam. Berdasarkan pendapat yang kedua, firman Allah di atas ditujukan kepada dua pihak yang bermusuhan, yaitu Adam dan iblis.

Berdasarkan pendapat yang pertama, maka ayat ini meliputi dua hal. Pertama: Perintah untuk turun dalam ayat tersebut adalah ditujukan kepada Adam a.s. dan istrinya. Kedua: Permusuhan itu adalah antara Adam, Hawa dan iblis. Dengan demikian, iblis harus masuk dalam hukum permusuhan ini, sebagaimana dengan firman Allah SWT,

فَقُلْنَا يَا آدَمُ إِنَّ هَٰذَا عَدُوٌّ لَكَ وَلِزَوْجِكَ فَلَا يُخْرِجَنَّكُمَا مِنَ الْجَنَّةِ فَتَشْقَىٰ

“Maka Kami berkata: "Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka.." (QS. Thaahaa: 117)

Sesungguhnya, Allah SWT telah berfirman kepada anak cucu Adam,

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا ۚ إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ

" Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala." (QS. Faathir: 6)

Coba perhatikan bagaimana ayat-ayat yang di dalamnya menyebutkan tentang permusuhan dengan iblis sesuai dengan kata ganti yang ada di dalamnya, yaitu bentuk kata ganti tunggal bukannya kata ganti untuk dua orang. Sedangkan, ayat yang bercerita tentang turunnya Adam, Hawa, dan iblis dari surga, terkadang disebutkan dengan kata ganti plural, kata ganti untuk dua orang atau kata ganti tunggal yaitu untuk iblis saja. Misalnya firman Allah,

قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ ۖ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ

قَالَ فَاهْبِطْ مِنْهَا فَمَا يَكُونُ لَكَ أَنْ تَتَكَبَّرَ فِيهَا فَاخْرُجْ إِنَّكَ مِنَ الصَّاغِرِينَ

"Allah berfirman, 'Apakah yang menghalangimu untuk bersujud kepada Adam pada Waktu Aku menyuruhmu?' Iblis menjawab, 'Saya lebih baik daripadanya. Engkau ciptakan saya dari api, sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.' Allah berfirman, 'Turunlah kamu dari surga itu karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya." (QS. al-A'raaf: 12-13)

Terkait dengan perintah turun dalam ayat tersebut di atas hanyalah untuk iblis saja, dan kata ganti dalam firman-Nya 'darinya' adalah merujuk ke kata 'surga'. Ada juga yang berpendapat bahwa kata ganti pada kata 'darinya' itu merujuk kepada 'langif. Apabila kata ganti tersebut berbentuk plural, maka Adam, istrinya, dan iblis adalah inti dalam kisah tersebut.

Apabila kata gantinya menunjukkan arti dua orang, maka itu untuk Adam dan istrinya, karena mereka berdua yang memakan buah dari pohon larangan atau yang melakukan kemaksiatan. Bisa juga kata ganti tersebut untuk Adam dan iblis, karena keduanya adalah nenek moyang kedua jenis makhluk; manusia dan jin. Oleh sebab itu, Allah SWT menyebutkan keadaan keduanya dan apa yang berhubungan dengan mereka, agar menjadi renungan dan pelajaran bagi anak cucu keduanya. Apabila kata gantinya berbentuk tunggal, maka itu untuk iblis saja. Dan yang menunjukkan bahwa kata ganti dalam firman-Nya, 'turunlah kalian berdua dari tempat itu bersama-sama', adalah untuk Adam dan Iblis, yaitu bahwa ketika Allah SWT menyebutkan tentang kemaksiatan, Allah SWT hanya menyebut Adam tanpa menyebut istrinya. Allah berfirman, "Dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah dia. Kemudian Tuhannya memilihnya, maka Dia menerima taobatnya dan memberinya petunjuk. Allah berfirman, 'Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama.'" (QS. Thaahaa: 121-123)

Sesungguhnya, semua itu menunjukkan bahwa yang diperintah turun adalah Adam dan iblis. Sedangkan Hawa sudah tercakup dalam keduanya, dia diikutkan kepada Adam. Karena pemberitahuan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya, jin dan manusia, tentang buruknya kemaksiatan yang dilakukan nenek moyang mereka bertujuan agar mereka tidak mengikutinya, maka penyebutan kedua nenek moyang mereka adalah lebih efektif dalam menyampaikan maksud ini, daripada hanya menyebutkan bapak-ibu manusia. Allah SWT juga menginformasikan tentang istri Adam a.s., yaitu bahwa dia ikut makan bersama Adam a.s. dan Allah SWT menurunkan dan mengeluarkannya karena ia memakan buah tersebut.

Hal itu dikarenakan Allah SWT mengetahui bahwa hal tersebut merupakan tuntutan dari perkawinan, dan bahwa Hawa pun menjalani apa yang dialami Adam a.s.. Dengan itu, maka menyebutkan kedua nenek moyang manusia, lebih baik daripada hanya menyebutkan bapak atau ibu manusia saja. Singkatnya, firman Allah SWT dalam surah al-Baqarah ayat 36, "Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh sebagian yang lain", dengan jelas memakai kata ganti plural. Sebab itu, ayat ini tidak bisa ditafsirkan hanya untuk dua orang saja, seperti dalam firman Allah 'turunlah kalian berdua'.

Beberapa orang yang berpendapat bahwa surga yang dihuni Adam bukan surga abadi mengatakan, "Bagaimana iblis menggoda Adam a.s. setelah menurunkannya dari surga, dan mustahil dia bisa naik ke surga sesudah Allah SWT berfirman kepadanya, 'Turun!'." Terdapat beberapa jawaban untuk pertanyaan ini.

Pertama:  Allah SWT telah mengeluarkan iblis dari surga, dan Dia melarangnya untuk memasukinya sebagai tempat kediaman, tempat kehormatan, dan menjadikannya sebagai tempat menetap. Lalu darimana kalian tahu bahwa Allah SWT melarang iblis masuk ke surga untuk menguji dan mencoba Adam dan istrinya? Maka, masuknya iblis ke surga waktu itu sifatnya adalah insendentil, sebagaimana halnya para polisi yang memasuki rumah orang-orang yang harus diperiksa dan diawasi, meskipun polisi-polisi tersebut sebenarnya tidak berhak untuk tinggal dalam rumah itu.

Kedua: Iblis tidak masuk ke surga, tetapi ia hanya mendekati langit dan berbicara dengan Adam dan Hawa.

Ketiga: Mungkin juga dia hanya berada di pintu surga, lalu memanggil dan bersumpah kepada Adam dan Hawa, tanpa masuk ke dalamnya.

Keempat: Diriwayatkan bahwa ketika iblis hendak masuk ke surga, para penjaga surga melarangnya. Kemudian ia masuk ke dalam mulut ular dan ular itu membawa iblis masuk menemui Adam dan Hawa tanpa disadari para penjaga.

Mereka yang berpendapat bahwa surga Adam a.s. adalah surga abadi mengatakan, salah satu dalil yang menunjukkan bahwa itu adalah surga abadi adalah bahwa kata 'surga' disebutkan dalam bentuk definitif, yaitu kata 'surga 'dalam setiap ayat di atas disertai dengan huruf laam ta'riif . Seperti dalam firman Allah SWT,

وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ

"Tinggallah kamu dan istrimu dalam surga!" (QS. al-Baqarah: 35)

Tidak ada surga yang dikenali dan diketahui obyek pembicaraan kecuali surga abadi, yang dijanjikan oleh Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya yang beriman kepada yang gaib. Dengan demikian, nama ini menjadi isim 'aalam (nama tetap) bagi surga, meskipun jannah mempunyai arti 'kebun yang penuh dengan buah-buahan', seperti halnya nama madiinah (kota) untuk kota Rasul, an-nujum untuk bintang Tsurayya (bintang Kartika) dan semacamnya. Maka, disebutkannya lafal aljannah dengan ungkapan definitif yang didahului huruf alif dan laam, menunjukkan makna surga yang lazim dikenal oleh orang-orang mukmin. Adapun jika yang dimaksud adalah surga yang lain, maka mestinya disebutkan dengan lafal nakirah (indefinitif), seperti firman Allah,

جَنَّتَيْنِ مِنْ أَعْنَابٍ

 "Dua kebun anggur." (QS. al-Kahfi: 32)

Atau disertai dengah idhaqfah (penyandaran kepada kata lain), seperti firman Allah,

وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ

 "Dan mengapa kamu tidak mengucapkan ketika kamu memasuki kebunmu:" (QS. al-Kahfi: 39)

Atau jika terikat dengan konteks yang menunjukkan bahwa surga tersebut ada di bumi, seperti firman Allah SWT,

إِنَّا بَلَوْنَٰهُمْ كَمَا بَلَوْنَآ أَصْحَٰبَ ٱلْجَنَّةِ إِذْ أَقْسَمُوا۟ لَيَصْرِمُنَّهَا مُصْبِحِينَ

"Sesungguhnya Kami telah mencobai mereka (musyrikin Mekah) sebagaimana Kami telah mencobai pemilik kebun ketika mereka sungguh-sungguh akan memetik hasilnya di pagi hari." (QS. al-Qalam: 17)

Konteks dalam kalimat-kalimat tersebut menunjukkan bahwa surga itu sebuah kebun yang ada di bumi. Orang-orang yang berpendapat bahwa surga Adam a.s. adalah surga yang abadi juga mengatakan, seluruh pengikut Ahlusunnah wal-Jama'ah telah sepakat bahwa surga dan neraka telah diciptakan. Hadits-hadits mutawatir mengenai hal ini banyak sekali, seperti yang terdapat dalam kitab Shahih Bukhari-Muslim, yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a. dari Nabi saw. bahwa Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya jika salah seorang di antara kalian mati, maka tempat duduknya disuguhkan kepadanya slang dan malam. Jika dia penduduk surga, maka kursi itu dari kursi penduduk surga. Dan jika dia penduduk neraka, maka kursi itu kursi penduduk neraka. Lalu dikatakan kepadanya, inilah tempat dudukmu hingga Allah membangkitkan kamu pada hari kiamat." (HR Bukhari dan Muslim)

Begitu juga halnya dalam riwayat lain, yaitu dalam Shahih Bukhari dan Muslim, dari Sa'id al-Khudri bahwa Nabi bersabda, "Surga dan neraka bertengkar. Surga berkata, 'Mengapa tidak masuk kepadaku kecuali orang-orang lemah dan rendahan.' Dan neraka berkata, "Mengapa tidak ada yang masuk kepadaku selain orang-orang kejam dan sombong.' Maka Allah berfirman kepada surga, 'Engkau adalah rahmat-Ku. Denganmu, Aku merahmati orang yang Aku kehendaki.' Dan berfirman kepada neraka, 'Aku mengazab denganmu siapa yang Aku kehendaki.'"(HR Bukhari dan Muslim)

Dan dalam kitab-kitab Sunan, terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah bersabda, "Tatkala Allah menciptakan surga dan neraka, Dia mengutus Jibril ke surga dan berfirman kepadanya, 'Pergi dan lihatlah kepadanya dan kepada apa yang Aku persiapkan untuk penghuninya.' Lalu Jibril pun pergi melihat surga dan apa yang dipersiapkan untuk penghuninya."(HR Tirmidzi dan Ahmad)

Dalam dua hadits sahih tentang ism', Rasulullah bersabda, "Kemudian aku diangkat ke Sidratul-Muntaha. Aku melihat daun-daunnya lebarnya seperti telinga gajah, buahnya seperti punuk unta yang paling baik, dan ia memiliki empat sungai. Sungai lahiriah dan sungai batiniah. Lalu aku bertanya kepada Jibril, 'Apa ini wahai Jibril?' Jibril menjawab, 'Sungai lahiriah adalah sungai Nil dan Eufrat, sedangkan sungai batiniah adalah dua sungai yang berada di surga.' (HR Bukhari dan Muslim)

Dan dalam hadits di atas juga disebutkan, "Kemudian aku dimasukkan ke dalam surga. Maka (kulihat) dinding surga itu terbuat dari mutiara dan tanahnya dari misk." Dalam shahih Bukhari dari Anas r.a. disebutkan bahwa Nabi saw. bersabda, "Ketika aku berjalan di dalam surga, aku berada di sungai yang kedua pinggirnya terbuat dari kubah yang terbuat dari mutiara cekung. Lalu aku bertanya, 'Apa ini Jibril?' Jibril menjawab, 'Ini adalah al-kaustar yang diberikan kepadamu.' Lalu malaikat memukul dengan tangannya, maka kulihat tanahnya adalah parfum dari minyak kasturi." (HR Bukhari dan Ahmad)

Dalam shahih Muslim dari Ibnu Mas'ud r.a., yaitu tentang penafsiran firman Allah, "Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati! Tapi mereka hidup. Mereka diberikan rezeki disisi Tuhannya." (Ali Imran: 169) Rasulullah saw. bersabda, "Ruh mereka berada dalam perut burung hijau yang memiliki lampu-lampu yang tergantung di Arsy. Mereka terbang dari surga ke mana saja dihendakinya. Kemudian mereka kembali berlabuh dalam lampu-lampu itu. Lalu Tuhanmu melihat keadaan mereka dan berfirman, 'Apakah kalian menginginkan sesuatu?' Mereka menjawab, 'Apa lagi yang kami inginkan, sedangkan kami terbang dari surga kapan saja kami hendaki.'" (HR Muslim dan Tirmidzi)

Dalam hadits shahih, dari hadits Ibnu Abbas r.a. disebutkan bahwa Rasulullah bersabda, "Tatkala saudara-saudaramu terbunuh, Allah menjadikan ruh mereka dalam perut burung hijau yang selalu mendatangi sungai-sungai surga, makan dari buahnya, bernaung di bawah lampu-lampu yang terbuat dari emas tergantung dalam payung Arsy. Tatkala mereka merasakan kelezatan makanan, minuman, dan tempatnya, mereka mengatakan, 'Siapakah yang akan memberitakan kepada saudara-saudara kami bahwa kami dalam surga, kami diberi rezeki supaya mereka tidak segan-segan berjihad dan tidak menahan diri pada saat perang? Lalu Allah menjawab, 'Aku yang akan memberitahukan mereka tentang kalian-kalian. 'Lalu Azza Wajalla berfirman, 'Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang terbunuh di jalan Allah ....'" (HR Ahmad)

Dalam kitab al-Muwaththa terdapat sebuah hadits dari Ka'ab bin Malik r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya jiwa orang mukmin dimakan seekor burung yang terbang di surga hingga Allah mengembalikannya kepada jasadnya pada hari dibangkitkannya." (HR Malik)

Dalam shahih Bukhari disebutkan bahwa ketika Ibrahim putra Rasulullah wafat, maka Rasulullah saw. bersabda, ''Ibrahim mempunyai seorang ibu yang menyusuinya di surga." (HR Bukhari dan Ahmad) Dalam Shahih Bukhari dari Imran bin Hushain r.a. disebutkan bahwa Rasulullah bersabda, "Saya menengok ke surga. Saya melihat sebagian besar penghuninya adalah para fakir. Kemudian saya menoleh ke neraka dan saya melihat bahwa sebagian besar penghuninya adalah kaum perempuan." (HR Bukhari dan Ahmad)

Adapun atsar yang berkaitan dengan masalah ini sangat banyak. Sedangkan, pendapat yang mengatakan bahwa surga dan neraka belum diciptakan adalah pendapat para pengikut bid'ah, yaitu kesesatan Mu'tazilah. Mereka mengatakan bahwa surga yang darinya Adam diturunkan adalah surga yang berada di sebelah Timur dan Barat bumi ini. Namun, hadits-hadits di atas dan semisalnya telah membantah pendapat mereka. Orang-orang tersebut mengatakan, "Argumentasi kalian dengan segala bentuknya mengenai surga, dan bahwa dalam surga di mana Adam a.s itu diturunkan darinya tidak ada perkataan hina, dusta, cobaan, ketelanjangan dan sebagainya adalah benar, serta tidak seorang pun dari umat Islam yang mengingkarinya. Akan tetapi, surga itu hanya dimasuki orang-orang mukmin kelak pada hari kiamat, sebagaimana ditunjukkan oleh konteks ucapan tersebut. Dan, ini tidak menafikan apa yang dikisahkan Allah SWT tentang kejadian antara Adam a.s. dan iblis yang berupa ujian dan cobaan. Kemudian ketika orang-orang mukmin akan memasukinya, maka kondisinya menjadi seperti apa yang disebutkan Allah Azza wa Jalla. Jadi tidak ada pertentangan antara keduanya."

Mereka yang berpendapat bahwa surga Adam a.s. adalah surga yang abadi mengatakan, "Adapun pendapat kalian bahwa surga adalah tempat pembalasan dan pahala, bukan tempat menerima taklif. Padahal di dalamnya Allah SWT telah membebani Adam dengan larangan mendekati pohon Khuldi. Jawaban bagi hal ini ada dua. Pertama: Surga tidak dapat menjadi tempat pembebanan apabila dimasuki orang-orang mukmin pada hari kiamat. Pada saat itu beban taklif terputus. Sedangkan, tidak terjadinya beban taklif di dalam surga di kala dunia masih ada tidak ada dasarnya. Kedua: Beban taklif yang ada di dalam surga Adam tersebut bukan dalam bentuk pekerjaan yang dibebankan kepada manusia di dunia ini, seperti puasa, shalat dan semisalnya. Akan tetapi, beban taklif tersebut hanya berupa larangan mendekati sebuah pohon yang ada di dalamnya. Dan, ini tidak menjadi alasan bahwa kejadian tersebut bukan di dalam surga yang abadi, sebagaimana di dalamnya setiap orang dilarang mendekati istri orang lain. Jika yang kalian maksud surga itu bukan tempat menerima beban taklif sehingga tidak mungkin terjadi hal tersebut, maka kalian tidak mempunyai dalil tentang kemustahilan itu. Dan apabila yang kalian maksudkan adalah sebagian besar beban yang ada di dunia tidak ada di dalamnya, maka hal itu benar, akan tetapi itu tidak sejalan dengan keinginan kalian.

Mereka juga mengatakan bahwa pendapat orang-orang yang mengatakan bahwa surga Adam tersebut bukan surga abadi memerlukan dalil-dalil dan dukungan dari pendapat salaful-ummah. Karena , menurut mereka ,” tidak seorang ulama pun yang berpendapat demikian, maka pendapat ini tidak dapat dipegang dan tidak layak untuk dilirik." Orang-orang yang mengatakan bahwa surga Adam itu bukan surga abadi, berkata, "Jawaban atas apa yang kalian sebutkan di atas terbagi menjadi dua; secara global dan terperinci." Pertama, jawaban secara global, bahwa sesungguhnya kalian sama sekali tidak menyebutkan satu dalil yang menjadi dasar kokoh, baik dari Al-Qur'an, sunnah maupun atsar yang benar dari sahabat dan tabi'in yang sanadnya bersambung maupun yang terputus. Sekarang kami hadirkan salah seorang ulama terkemuka yang sependapat dengan kami, yaitu Sufyan bin Uyainah ketika mengomentari firman Allah SWT, "Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang." (Thaahaa: 118) Sufyan bin Uyainah berkata, "Di dalamnya maksudnya di bumi."

Abdullah bin Muslim bin Qutaibah dalam kitabnya al-Ma'arif, setelah menyebutkan penciptaan Adam a.s. dan istrinya, ia berkata bahwa sesungguhnya Allah mengeluarkannya dari surga Aden yang ada di ujung timur dunia ke bumi, tempat asal ia diambil. Hasan Bashri menceritakan dari Ubai bin Ka'ab, bahwa tatkala Adam a.s. menjelang ajal, dia menginginkan buah dari buah surga. Lalu anak-anaknya berangkat mencarikan buah untuknya. Di dalam perjalanan mereka bertemu dengan malaikat. Malaikat itu bertanya, "Wahai anak-anak Adam mau kemanakah kalian?" Mereka menjawab, "Ayah kami menginginkan buah dari surga." Malaikat itu berkata kepada mereka, "Kembalilah! Kalian sudah cukup berbuat untuknya." Mereka menghentikan pencarian sampai di situ, lalu dicabutlah nyawa Adam a.s.. Kemudian mereka memandikannya, menaburi tubuhnya dengan wangi-wangian dan mengkafaninya. Lalu Jibril dan anak-anak Adam a.s. beserta para malaikat menshalatinya, kemudian menguburkannya. Lalu para malaikat itu berkata, "Inilah yang harus kalian lakukan terhadap jenazah kalian." Abu Shalih menukilkan penafsiran Ibnu Abbas r.a. terhadap firman Allah, "Turunlah dari surga itu!", bahwa ia berkata, "Ini sama dengan jika kita mengatakan 'Si fulan turun ke bumi di wilayah ini dan di wilayah itu'."

Wahab bin Munabbih menyebutkan bahwa Adam a.s. diciptakan di bumi, di mana dia tinggal dan di dalamnya ada Firdaus yang dibangun untuknya. Adam saat itu berada di 'Aden. Dan sungai Seihun, Jaihun dan Eufrat hulunya berasal dari sungai yang ada di surga, dan Adamlah yang menyiraminya dengan air. Inilah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Mundzir bin Sa'id al-Baluthi dalam kitab tafsirnya, dan didukung dengan apa yang telah kami sebutkan darinya. Di luar tafsir, dia menyebutkan pendapat Abu Hanifah yang berbeda dengan hal ini, lalu mengapa ia mempunyai pendapat seperti di atas dalam masalah ini?

Abu Muslim al-Ashbahani, salah seorang pengarang tafsir dan kitab-kitab lainnya, sependapat dengan Ibnu Mundzir. Abu Muslim mendukung dan membela pendapatnya dengan berbagai dalil, sebagaimana terdapat dalam kitabnya. Abu Muhammad Abdul Haq bin Athiyyah, dalam tafsirnya menyebutkan dua pendapat mengenai kisah Adam pada surah al-Baqarah. Abu Muhammad Ibnu Hazm juga menyebutkan dua pendapat dalam kitabnya al-Milal wan-Nihal. Ibnu Hazm berkata, "Al-Mundzir bin Sa'id al-Qadhi berpendapat bahwa surga dan neraka telah diciptakan, tapi menurut al-Mundzir itu bukan surga tempat asal Adam a.s. dan istrinya.

Dan di antara orang yang menyebutkan tentang kedua pendapat tersebut adalah Abu Isa ar-Rumani di dalam tafsirnya, dan dia memilih bahwa surga Adam a.s. itu adalah surga yang abadi." Abu Isa ar-Rumani berkata, "Mazhab yang kami pilih adalah pendapat Hasan Bashri, Amru bin Washil dan beberapa ulama lainnya. Ini sebenarnya pendapat Abu Ali dan guru kami Abu Bakr, dan itulah yang diikuti para ahli tafsir." Di antara ulama yang menyebutkan kedua pendapat tersebut adalah Abul Qasim ar-Raghib dalam tafsirnya, ia berkata, "Orang-orang berbeda pendapat tentang surga yang pernah ditempati Adam. Sebagian ulama ahli kalam berkata, 'Itu adalah kebun yang dijadikan Allah sebagai ujian untuknya, bukan surga tempat kembali.' Barangsiapa yang berkata bahwa itu bukan surga tempat kembali karena di surga tidak ada taklif sedangkan Adam dibebani, maka jawabannya adalah bahwa pada akhirat kelak surga bukan tempat pembebanan taklif, tapi tidak ada yang menghalangi bahwa surga itu menjadi tempat taklif pada saat-saat tertentu sebelum hari akhir, sebagaimana manusia diberi beban taklif pada waktu tertentu, dan tidak ada beban taklif baginya pada waktul ain."

Di antara ulama yang menyebutkan perbedaan pendapat dalam masalah ini adalah Abu Abdullah bin al-Khathib ar-Razi. Di samping kedua pendapat di atas, dia menyebutkan pendapat ketiga yaitu tidak memilih ini dan itu. Abu Abdullah bin alKhathib ar-Razi mengatakan bahwa tidak ada jalan untuk melakukan konsesi dan tidak mungkin sampai kepada suatu kepastian, sebagaimana yang akan kita lihat dari pendapatnya. Di antara para mufassir juga ada yang hanya menyebutkan satu pendapat. Yaitu bahwa surga itu bukan surga kekekalan, tetapi ia adalah suatu tempat di bumi yang dikehendaki Allah SWT. Mereka mengatakan bahwa matahari dan bulan terbit di dalamnya, dan iblis berada di dalamnya kemudian dikeluarkan darinya. Ar-Razi mengatakan bahwa seandainya itu adalah surga yang abadi, maka iblis tidak akan dikeluarkan darinya. Di antara ulama yang menyebutkan kedua pendapat tersebut adalah Abul Hasan al-Mawardi. Dia mengatakan dalam kitab tafsirnya, "Orang-orang berbeda pendapat tentang surga yang didiami Adam a.s., pendapat itu terbagi menjadi dua. (1) la adalah surga abadi. (2) la adalah surga yang khusus dipersiapkan untuk Adam dan Hawa, yang dijadikan Allah SWT sebagai tempat ujian, bukan surga kekekalan yang merupakan tempat pembalasan. Orang-orang yang mempunyai pendapat terakhir ini berbeda dalam dua hal. (a) Surga dunia ini berada di langit, sebab Adam dan Hawa diturunkan dari sana. Ini adalah pendapat al-Hasan. (b) Surga tersebut berada di bumi, karena Allah SWT menguji keduanya di dalamnya dengan melarang mereka mendekati satu pohon dari berbagai macam pohon yang ada. Ini adalah pendapat Ibnu Yahya. Semua ini terjadi setelah iblis diperintahkan untuk bersujud kepada Adam a.s. Hanya Allah yang mengetahui kebenaran hal ini."

Ibnul Khathib dalam tafsirnya berkata, "Para ulama berbeda pendapat: apakah surga yang disebutkan dalam ayat itu ada di bumi, atau berada di langit. Jika ia berada di langit, apakah surga itu surga tempat pembalasan, surga kekekalan ataukah surga lain?" Abul Qasim al-Bulkhi dan Abu Muslim al-Ashbahani berpendapat bahwa surga tersebut berada di bumi. Ini pendapat pertama. Sedangkan, turunnya Adam dan Hawa darinya diinterpretasikan sebagai perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain, sebagaimana firman Allah SWT, "Pergilah kamu ke suatu kota" (al-Baqarah: 61) Pendapat kedua adalah pendapat al-Jubbai bahwa surga itu berada di langit ketujuh. Dia mengatakan bahwa dalil untuk pendapat ini adalah firman Allah SWT, 'Turunlah (kalian semua)!'

Al-Jubbai mengatakan bahwa peristiwa turun yang pertama adalah dari langit ketujuh ke langit pertama, dan peristiwa turun yang kedua adalah dari langit ke bumi. Pendapat ketiga adalah pendapat mayoritas ulama yang semazhab dengan kami, bahwa surga itu adalah tempat menerima imbalan. Dalil atas pendapat ini adalah huruf alif dan laam pada lafal al-jannah (surga) tidak memberikan arti umum, sebab menempatkan Adam a.s. dalam semua surga adalah mustahil. Karena itu, pengertiannya harus dialihkan kepada makna yang lazim. Dan makna jannah yang dikenal di kalangan orang-orang muslim adalah tempat menerima imbalan. Maka, mau tidak mau lafal tersebut harus dikembalikan kepada makna ini. Pendapat keempat adalah yang menyatakan bahwa segala sesuatu mungkin saja terjadi. Sedangkan dalil-dalil naqli yang ada, adalah lemah dan kontradiktif. Karena itu, kita harus menahan diri dan tidak menyatakan pendapat secara pasti. Mereka mengatakan, "Kami tidak mengikuti salah satu dari pendapat tadi, dan kami tidak bersandar kepada yang mereka sebutkan. Hanya dalil yang benar yang bisa menjadi pemutus bagi orang-orang yang berselisih pendapat." Mereka juga mengatakan, "Kami telah berbicara cukup tentang hal ini.

Adapun jawaban secara terperinci, maka kami akan berbicara berdasarkan dalil-dalil yang telah kalian sebutkan, dengan harapan dapat mengungkap kebenaran. Kalian telah menyebutkan sebuah dalil dari riwayat Abu Hurairah r.a. dan Hudzaifah r.a., yaitu tatkala manusia berkata, 'Wahai Adam, mintalah kepada Tuhan untuk membukakan surga bagi kami!' Lalu Adam a.s. menjawab, 'Kalian keluar dari surga adalah karena kesalahanku, bapak kalian.'Hadits ini tidak menunjukkan bahwa surga yang mereka minta untuk dibukakan adalah surga yang pernah ditempati Adam. Sebab jannah adalah nama untuk satu jenis, di mana setiap kebun juga dinamakan dengan jannah. Seperti firman Allah SWT, 'Sesungguhnya Kami telah mencobai mereka sebagaimana Kami telah mencobai pemilik-pemilik kebun ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik hasilnya di pagi hari.' (al-Qalam: 17)

“Dan mereka berkata, 'Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami” (QS. al-lsraa : 90-91)

'Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di daratan tinggi.' (al-Baqarah: 265)

 'Dan berikanlah kepada mereka sebuah perumpamaan dua orang laki-laki. Kami jadikan di antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggurdan Kami kelilingi keduanya dengan pohon-pohon korma....' Hingga firman Allah, 'Dan mengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu 'Ma syaa Allaah, laa quwwata ilia billah' (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).' (QS. al-Kahfi: 32-39)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KONSEP PERNIKAHAN DALAM PANDANGAN ISLAM

NASEHAT INDAH GUNA MENJAGA KEHARM0NISAN DALAM KELUARGA

5 RESEP DALAM MEWUJUDKAN KELUARGA ISLAMI