Waspadalah dengan Benih Ketamakan yang Bisa Membawa pada Kehinaan

 

KETAMAKAN MEMBAWA KEHINAAN

Waspadalah dengan Benih Ketamakan yang Bisa Membawa pada Kehinaan

(Oleh: Dr.H.Sukarmawan,M.Pd.)

Sesunguhnya di dalam diri setiap manusia terdapat sifat-sifat buruk yang mesti dihindari,  salah satunya sifat tamak. Tamak merupakan sifat yang melekat pada diri seorang yang selalu cenderung dan memiliki ketergantungan kepada selain Allah SWT. Ada pandangan dari sebagian ulama bahwa sifat Tamak adalah salah satu sifat nafsu yang  terdapat dalam diri manusia dan sifat tamak merupakan pangkal kehinaan di hadapan makhluk, dan senantiasa mendorong manusia yang tamak tersebut untuk menafikan kekuatan  dari Allah SWT. Hal ini senada dengan firman Allah SWTdalam QS.al-Munafiqun ayat 8:

يَقُولُونَ لَئِن رَّجَعْنَآ إِلَى ٱلْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ ٱلْأَعَزُّ مِنْهَا ٱلْأَذَلَّ ۚ وَلِلَّهِ ٱلْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِۦ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَٰكِنَّ ٱلْمُنَٰفِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ

Mereka berkata: “Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari padanya”. Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui. (QS. al-Munafiqun: 8)

Berdasarkan redaksi ayat diatas, telah jelas bahwa segala kekuatan itu hanyalah milik Allah. Sesungguhnya tidak ada satupun kekuatan yang mampu mengalahkan kekuatan Allah, begitu juga dengan sifat tamak. Hal ini senada dengan pandangan Syekh Ibnu ‘Athoillah as-Sakandari dalam kitab al-Hikamnya yang telah menyebutkan bahwa tamak merupakan benih-benih dari kehinaan:

 ما بسقت أغصان ذل إلا على بذر طمع

“Tak akan tumbuh dahan-dahan kehinaan kecuali dari benih-benih ketamakan.”

Mengapa sifat tamak disebut sebagai benih-benih kehinaan? karena tamak dapat memalingkan perhatian dari seseorang terhadap ketergantungan, kepercayaan, penyandaran, dan kepasrahan diri orang tersebut kepada Allah SWT.

Sungguh di dalam ketamakan terdapat empat kehinaan dalam diri seseorang yang bersifat Tamak, yaitu:

Pertamamenunjukkan keraguannya terhadap kekuatan Allah yang menjadi tempat bergantungnya semua perkara yang diberi kekuatan.

Keduamenunjukkan sikap cari muka di hadapan pihak yang diharapkan.

Ketigamerasa rendah dan hina ketika meminta.

Keempat, merendahkan derajat wajahnya ketika berhadapan dengan pihak yang diminta.

Syeikh Abu al-Hasan al-Warraq berpendapat bahwa siapa saja yang dalam dirinya merasa cinta kepada dunia, maka pada hakikatnya dia telah membunuh dirinya itu dengan pedang ketamakan. Siapa saja yang tamak kepada sesuatu, maka sesuatu itu akan menghinakan dirinya. Akibat kehinaannya itu, akhirnya dia akan celaka.

Selanjutnya, Syekh Ibn ‘Athoillah pun berkata, “Memastikan sifat warak dari dirimu lebih mudah daripada menemukan sifat yang lain dan membersihkan sifat tamak terhadap makhluk. Sebab, andai orang tamak membersihkan sifat tamaknya dengan tujuh samudera, pasti dia tidak akan mampu melakukannya kecuali mereka akan putus asa dan perhatian mereka akan terangkat.”

Ibnu Athaillah telah telah menjelaskan terkait hikmah mutiaranya bahwa kehinaan itu tidak akan muncul kecuali dari benih-benih ketamakan. Tumbuh-tumbuhan bisa besar jika ada bijinya. Tumbuh-tumbuhan diibaratkan pada kehinaan. Jika tamak ditanam maka akan tumbuh kehinaan. Dan jika ingin mulia (tidak hina) maka seorang hamba harus mengikuti agama Allah SWT.

Alla SWT  adalah dzat yang telah menciptakan semua yang ada di alam semesta ini. Allah SWT adalah yang paling berkuasa dan Allah lah yang paling kaya. Ini adalah ajaran tauhid yang harus ditanam dalam hati sejak kecil. Tauhid semakin tertanam maka seseorang akan semakin mulia. Seseorang tidak akan takut kepada selain Allah dan tidak akan tamak kecuali kepada Allah. Seperti halnya sebuah timbangan, jika yang berat adalah ingat kepada Allah maka sesungguhnya dia telah menang melawan hawa nafsu, termasuk sifat tamaknya.

Jika seseorang masih tamak kepada yang lain maka sungguh keislamannya belum sempurna. Ada baiknya kita petik hikmah dari sosok Imam Sa’id An-Nursy yang merupakan orang Kurdi. Dia pernah ditahan di Rusia ketika negara tersebut perang melawan Daulah Utsmany. Suatu ketika jendral pasukan Rusia datang sehingga semua pasukan langsung berdiri untuk menghormatinya. Namun hal tersebut tidak dilakukan oleh Imam Sa’id An-Nursy, dia tetap saja duduk. Imam Sa’id pun ditanya apakah dia tidak tahu siapa yang datang? Imam Sa’id pun menjawab bahwa dia telah mengetahuinya. Selanjutnya dia menjelaskan bahwa dia tidak mau berdiri karena Allah telah memerintahkannya agar menjadi orang yang mulia dan tidak boleh menjadi hina dihadapan mahluk termasuk di hadapan manusia.  Atas jawaban ini maka Imam Sa’id pun diputuskan untuk dihukum mati. Sebelum dibunuh, Imam Sa’id meminta agar dia boleh shalat 2 rakaat terlebih dahulu. Karena keberaniannya tersebut maka jendral pun heran kepadanya sehingga akhirnya Imam Sa’id tidak jadi dibunuh. Hal ini tak lain karena hati manusia itu bisa berubah-ubah tergantung pada kuasa Allah SWT yang maha membolak-balikkan hati hamba-Nya. Dalam salah satu hadits Nabi SAW, Beliau telah bersabda :

“Oleh karena itu kita tidak boleh terlalu senang kepada orang lain dan juga tidak boleh terlalu benci karena hati itu dikuasai oleh Allah SWT.”

Sesungguhnya, orang yang sangat menginginkan jabatan dan kekayaan karena dalam dirinya ada sifat tamak, sangatlah bertentangan dengan firman Allah dalam surat Al-Isra’ ayat 70 :

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”

Maksudnya dari kandungan ayat tersebut di atas bahwa Allah SWT memudahkan bagi anak Adam pengangkutan-pengangkutan di daratan dan di lautan untuk memperoleh penghidupan.

Namun hal ini juga tidak perlu kita pertanyakan lagi karena pada dasarnya inilah watak asli manusia. Sebagaimana Allah SWT nyatakan di dalam QS. Al-Adiyat ayat 8 :

وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ

“Dan Sesungguhnya dia sangat bakhil Karena cintanya kepada harta”.

Sebagian dari para ahli tafsir telah menerangkan bahwa maksud ayat ini ialah: manusia itu sangat Kuat cintanya kepada harta sehingga ia menjadi bakhil. Hal ini pun Allah SWT pertegas dengan firman-Nya dalam QS. Al-Fajr ayat 20:

 وَتُحِبُّونَ ٱلْمَالَ حُبًّا جَمًّا

Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan”

Yang menjadi bahan pertanyaan, lalu bagaimana agar diri manusia tidak menjadi hina? Jawabannya, Agar tidak menjadi hina maka  manusia harus kembali pada ajaran tauhid bahwasanya yang memberi segala sesuatu hanyalah Allah SWT. Tidak akan ada harta atau kekayaan kecuali hanya Allah lah yang memberi. Hal ini sebagaimana yang telah Allah SWT firmankan di dalam surat Al-Imran ayat 26 :

قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

Sesungguhnya, perasaan inilah yang harus selalu tertanam kuat dalam hati setiap manusia. Sebagaiman firman Allah SWT dalam surat Ad-Dzariyat ayat 58:

إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلرَّزَّاقُ ذُو ٱلْقُوَّةِ ٱلْمَتِينُ

 Sesungguhnya Allah dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh”.

Oleh karena itu, manusia harus mencari rizki dan memintanya hanya kepada Allah. Sesungguhnya, Allah SWT lah Dzat yang maha melihat dan maha mendengar. Dalam surat Thaha ayat 46 telah dijelaskan olehAllah SWT :

قَالَ لَا تَخَافَا ۖ إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَىٰ

"Janganlah kamu berdua khawatir, Sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat".

Sungguh sebelum Nabi SAW diutus, masyarakat Arab adalah masyarakat yang sangat hina karena mereka tidak pernah ingat dan berdzikir kepada Allah. Mereka tidak tahu bahwa yang memberi sesuatu adalah Allah. Namun setelah Nabi SAW mennyebarkan Islam di Jazirah Arab maka mereka menjadi mulia karena mereka telah tahu bahwa pertolongan hanyalah dari Allah. Oleh karena itu, kita tidak boleh melupakan terhadap hikmah Ibnu Athaillah bahwa "Dahan-dahan kehinaan tidak tumbuh kecuali dari benih-benih ketamakan" maka “Waspadalah dengan Benih Ketamakan yang Bisa Membawa pada Kehinaan”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KONSEP PERNIKAHAN DALAM PANDANGAN ISLAM

5 RESEP DALAM MEWUJUDKAN KELUARGA ISLAMI

NASEHAT INDAH GUNA MENJAGA KEHARM0NISAN DALAM KELUARGA