Keluarga yang Ta’at akan Merasakan Kebahagiaan di Dunia dan di Akhirat
Keluarga yang Ta’at akan Merasakan
Kebahagiaan di Dunia dan di Akhirat
(Oleh: Dr.H.Sukarmawan,M.Pd.)
Sesungguhnya,
keluarga merupakan persoalan yang sangat penting untuk diperhatikan dalam
kehidupan kita. Hal inilah yang dijadikan barometer kebaikan oleh Rasul SAW terkait
dengan kebaikan diri seseorang kepada keluarganya. Bahkan Rasulullah SAW mensejajarkan upaya
seseorang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya merupakan perbuatan yang mulia
bahkan setara dengan Jihad di jalan Allah SWT. Sebagaimana salah satu hadis
yang diriwayatkan oleh Ka’ab bin ‘Ujrah, ia berkata, “Ada seorang laki-laki lewat di hadapan Nabi SAW, maka para shahabat
Rasulullah SAW melihat kuat dan sigapnya orang tersebut. Lalu para shahabat
bertanya, “Ya Rasulullah, alangkah baiknya seandainya orang ini ikut (Jihad) fi
sabilillah”. Lalu Rasulullah SAW merespon pernyataan sahabat tersebut
dengan pernyataan sebagai berikut:
اِنْ
كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى وَلَدِهِ صِغَارًا فَهُوَ فِى سَبِيْلِ اللهِ
“Jika ia keluar bekerja untuk mencukupi
kebutuhan anaknya yang masih kecil, maka ia (Jihad) fi sabilillah”.
Dalam redaksi
hadis lainnya, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya : “Jika ia keluar bekerja untuk mencukupi kebutuhan kedua orang tuanya
yang sudah lanjut usia maka ia (Jihad) fi sabilillah. Jika ia keluar bekerja
untuk mencukupi kebutuhannya sendiri agar terjaga kehormatannya, maka ia
(Jihad) fi sabilillah. Tetapi jika ia keluar karena riya’ (pamer pekerjaannya)
dan kesombongan maka ia di (Jihad) jalan syaithan”. [HR. Thabrani]
Harus
kita ketahui bahwa “Rumah” yang merupakan tempat tinggal keluarga dalam konteks
bahasa Arab disebut dengan kata “Maskan” yang berarti “tempat yang menciptakan ketenangan”
(Sakinah).
Jika seseorang menghadapi persoalan yang rumit di kantornya atau di tempat
kerja maka ketika ia sampai di rumahnya, tentunya ia akan merasakan adanya ketenangan
di dalam batinnya, begitu juga ketika seseorang telah menghadapi persoalan saat
dalam perjalanan maka ketika ia sudah tiba di rumah dan berada di tengah-tengah
keluarganya hatinya akan merasakan ketenangan seakan-akan tidak pernah terjadi
persoalan sebelumnya. Hanya saja yang menjadi persoalan utama, bagaimana jika ia memiliki masalah di dalam
rumah tangganya? Hal ini tentunya akan menjadi masalah yang sangat serius
karena dimana lagi ia akan menemukan ketenangan hatinya ? Dengan demikian,
sangat dituntut peran dan tanggung jawab kepala keluarga dalam upaya
menciptakan dan membina keluarga yang “Sakinah Mawaddah dan Rahmah”, (SaMaRa). Sakinah
adalah terciptanya ketenangan, Mawaddah artinya terwujudnya
rasa cinta kasih dan Rahmah adalah terciptanya persaan
yang penuh kasih dan sayang.
Sosok
seorang kepala keluarga juga memiliki kewajiban mencari nafkah untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya dan ini adalah hal yang utama dan berpahala yang sungguh
luar biasa. Sebagaimana Rasulullah SAW telah bersabda :
دِينَارٌ
أَنْفَقْتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى رَقَبَةٍ
وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى
أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِى أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ
“Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan
Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak,
lalu satu dinar yang engkau yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin,
dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka
pahalanya lebih besar (dari amalan kebaikan yang disebutkan tadi).” [HR
Muslim]
Dan
akan terjadi sebaliknya, jika ia menyia-nyiakan keluarganya maka dosa besar yang akan ditanggungnya. Sebagaimana
sabda Rasulullah SAW :
كَفَى
بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ
“Cukuplah dianggap berdosa seseorang yang
menelantarkan orang yang menjadi tanggungannya.” [HR Abu Dawud]
Namun
demikian, profil dari keluarga SaMaRa tentunya tidaklah hanya berorientasi
kepada materi semata, tetapi akan ditentukan juga oleh sikap atau perilaku
seorang kepala keluarga. Sikap dan perilaku yang baik dari seorang kepala
keluarga tentunya akan menjadi kunci utama dan ini pula yang menjadi rahasia
Rasululullah SAW yang sukses dalam membina kehidupan rumah tangganya. Sebagaimana
pernyataan Imam Ibnu Katsir rahimaqumullah:
وَكَانَ
مِنْ أَخْلَاقِهِ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ جَمِيْلُ الْعِشْرَةِ دَائِمُ
الْبِشْرِ، يُدَاعِبُ أَهْلَهُ، وَيَتَلَطَّفُ بِهِمْ، وَيُوسِّعُهُم نَفَقَتَهُ،
وَيُضَاحِكُ نِسَاءَهُ، حَتَّى إنَّهُ كَانَ يُسَابِقُ عَائِشَةَ أُمَّ
الْمُؤْمِنِيْنَ يَتَوَدَّدُ إِلَيْهَا بِذَلِكَ.
“Termasuk akhlak Nabi SAW, beliau sangat baik
dalam mempergauli istri, selalu berseri-seri, suka bersenda gurau dan bercumbu
rayu dengan keluarga, bersikap lembut dan melapangkan nafkahnya serta tertawa
bersama istrinya. Sampai-sampai, beliau pernah mengajak ‘Aisyah Ummul Mukminin
berlomba lari untuk menambah kasih sayang.” [Tafsir Ibnu Katsir]
Rasa kasih
sayang haruslah ditumbuhkembangkan di dalam pergaulan keluarga
sehari-hari. Abu Hurairah RA berkata: “Suatu ketika Nabi SAW mencium
Al-Hasan bin ‘Ali, dan di sisinya ada Al-Aqra’ bin Habis At-Tamimy
yang sedang duduk. Maka Al-Aqra’ berkata, ‘Aku punya 10 orang anak, tidak
seorangpun dari mereka yang pernah kucium.’ Maka Rasulullah SAW pun melihat
kepada Al-‘Aqra’ lalu beliau berkata,
مَنْ لا
يَرْحَمُ لا يُرْحَمُ
“Barangsiapa yang tidak menyayangi maka ia
tidak akan disayangi.” [HR Bukhari]
Sesungguhnya Rasulullah SAW merupakan sosok Lelaki dan kepala keluarga yang
terbaik, sebagaimana diriwayatkan dari A’isyah RA, Rasul SAW bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Lelaki terbaik diantara
kalian adalah yang terbaik kepada keluarganya dan aku adalah lelaki terbaik
untuk keluargaku” [HR Turmudzi]
Kita akui dan harus pula kita sadari bahwa “Harta yang
paling berharga adalah keluarga”. Begitu pula “Istana yang paling indah adalah
keluarga” dan ‘Mutiara yang tiada tara indahnya adalah keluarga.” Keluarga
memanglah sumber kebahagiaan yang utama dalam hidup kita. Orang yang
bergelimang harta, memiliki jabatan tinggi namun ia hidup sendiri, tidak
memiliki keluarga maka kebahagiaannya tidaklah
sempurna. Bukankah kenikmatan surga dengan semua fasilitas yang
serba ada, dirasa hampa oleh seorang Nabi Adam dan kurang
sempurna tanpa kehadiran sosok istri “Siti Hawa” di sisinya ?
Sungguh dapat hidup bersama dengan keluarga akan menjadi
penyempurna kebahagiaan kita, hal ini tentunya tidak hanya terjadi saat di
dunia saja bahkan juga berlaku di akhirat kelak. Sebagaimana Ibnu Abbas RA
berkata :
إِنَّ اللهَ لَيَرْفَعُ ذُرِّيَةَ الْمُؤْمِنِ مَعَهُ فِي الْجَنَّةِ
وَإِنْ كَانُوا دُوْنَهُ فِي الْعَمَلِ لِتَقِرَّ بِهِمْ عَيْنُهُ
Sesungguhnya Allah
mengangkat keturunan dari seorang mukmin bersamanya di surga, meskipun amalan
mereka berada dibawahnya. Hal ini dikarenakan untuk membahagiakannya.
[Dzurrul Mantsur]
Hal ini pun sangat sesuai dengan firman Allah SWT di
dalam QS.at-Thur ayat 21 :
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ
أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ
“Dan orang-orang yang
beriman dan disertai oleh anak cucu mereka dalam keimanan maka Kami pertemukan
mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga)”…[QS.
At-Thur: 21]
Supaya keluarga kita bisa bersama-sama di surga nanti
maka, sebagai sosok seorang Kepala Keluarga, kita diperintahkan untuk menjaga
mereka dari perbuatan maksiat yang menyebabkan mereka masuk neraka. Sebagai
peringatan dari Allah SWT :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ
نَارًا
Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka ..
.[QS at-Tahrim :6]
Komentar
Posting Komentar