Maksimalkan Ramadhan 1444 Hijriyah, Sebelum Tiba Saat Berpisah
Maksimalkan Ramadhan 1444 Hijriyah, Sebelum
Tiba Saat Berpisah
(Oleh: Dr.H.Sukarmawan,M.Pd.)
Momentum
Ramadhan 1444 Hijriyah sudah sepatutnya disambut gembira oleh seluruh umat
Islam. Wujud kegembiraan dalam menyambut datangnya Ramdhan, mengoptimalkan
ibadah-ibadah wajib termasuk juga memaksimalkan berbagai amalan sunnah agar
ibadah puasa kian sempurna nilai pahalanya hingga memperoleh predikat Insan
yang Taqwa pada akhirnya.
Pada
momentum Ramadhan 1444 H/ 2023 M ini, kaum muslimin haruslah berupaya
semaksimal mungkin untuk meningkatkan ketakwaan agar tidak termasuk pada
golongan atau kelompok orang berpuasa tetapi hanya mendapat lapar dan dahaga,
sementara pahala puasa tidak didapatkannya.
Setidaknya
terdapat 5 kelompok orang yang dalam puasa Ramadhan dikategorikan hanya akan
mendapatkan rasa lapar dan haus semata. Untuk itu, Ramadhan di tahun 2023 ini
mesti menjadi perhatian khusus bagi umat Islam di seluruh penjuru dunia,
termasuk Umat Islam di Indonesia. Berikut ini 5 kelompok orang puasa tetapi
hanya mendapatkan lapar dan haus, yaitu:
Pertama: Orang yang Berdusta
Sesungguhnya
orang yang menjalankan ibadah puasa Ramadhan akan diganjar pahala besar oleh
Allah SWT. Namun demikian, hal ini tidak diberlakukan bagi orang-orang yang
bermaksiat di bulan Suci Ramadhan ini. Salah
satu bentuk perbuatan maksiat yang dimaksudkan yaitu perkataan dusta.
Orang-orang yang berdusta di bulan Ramadhan hanya akan mendapatkan lapar dan
haus. Rasulullah SAW bersabda,
Dalam
berpuasa, kita dilarang keras berkata dusta. Begitu pula berkata dusta
terlarang sepanjang waktu pada sebelas bulan di luar bulan puasa. Sungguh
berkata dusta tidak pernah membawa kebaikan, yang ada hanyalah keburukan atau
kemudharatan.
Larangan
berkata dusta saat berpuasa telah disebutkan dalam hadits berikut ini,
مَنْ
لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ
يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa
yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh
dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no. 1903)
Kata “Zuur “ yang dimaksud
dalam hadits di atas adalah perkataan dusta. Berdusta dianggap bernilai
jelek di setiap waktu. Bahkan akan semakin jelek nilainya jika dilakukan di
bulan suci Ramadhan. Hadits di atas menunjukkan bahwa berkata dusta sungguh
sangat tercela. Oleh karena itu, kita harus menjauhinya.
Sesungguhnya
berkata dusta merupakan tanda kemunafikan dalam diri seseorang. Sebagaimana
hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
آيَةُ
الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا
اؤْتُمِنَ خَانَ
“Ada
tiga tanda munafik: jika berkata, ia dusta; jika berjanji, ia mengingkari; dan
jika diberi amanat, ia khianat.” (HR. Bukhari no. 33)
Berdasarkan
Hadis tersebut di atas bermakna, sesungguhnya berdusta hanya akan membuat puasa
seseorang tidak mendapat pahala yang maksimal. Bahkan, puasanya berpotensi
tidak mendapatkan balasan pahala dari oleh Allah SWT.
2. Mengumbar Syahwat melalui Pandangan
dan Lisannya
Orang-orang
yang sering mengumbar syahwatnya melalui pandangan dan lisannya juga berpotensi
akan merugi. Terutama ketika kalimat syahwat itu ditujukan kepada yang bukan
pasangannya (suami/istri).
Padahal
puasa adalah sebagai perisai diri dari perbuatan tercela, sebagaimana Nabi
Muhammad SAW bersabda :
إِنَّمَا
الصِّيَامُ جُنَّةٌ يَسْتَجِنُّ بِهَا الْعَبْدُ مِنَ النَّارِ
”Puasa adalah perisai yang dapat
melindungi seorang hamba dari siksa neraka” (H.R. Ahmad, shahih).
Oleh
karena itu, agar puasa bisa diterima Allah SWT, maka kita mesti menghindari pandangan
mata dan kalimat-kalimat yang mengandung bahkan mengundang syahwat.
3. Berbuat
Zalim atau Tindak Kejahatan
Sesungguhnya
Allah tidak pernah berbuat zalim kepada hamba-Nya. Oleh karena itu, Allah SWT
melarang manusia berbuat zalim atau kejahatan, baik zalim terhadap diri sendiri
maupun terhadap diri orang lain. Sesungguhnya, kezaliman atau kejahatan akan
merusak pahala puasa Ramadhan. Bahkan, penting bagi setiap diri umat Islam
untuk menghindari dari perilaku buruk ini, bahkan termasuk di luar bulan
Ramadhan.
Sebagaimana
Hadis Nabi SAW dalam sebuah hadis qudsi, dari Abu Dzar RA, dari Rasulullah SAW
tentang apa yang Rasulullah riwayatkan dari Allah SWT, bahwasanya Allah SWT berfirman,
“Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhya Aku
mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku mengharamkan kezaliman di antara
kalian semua, maka janganlah kalian saling menzalimi.” (HR. Muslim).
4. Melakukan
Perbuatan yang Sia-sia
Momentum
Bulan Ramadhan seharusnya dimanfaatkan untuk meningkatkan amal salih/ amal
kebaikan. Kaum muslimin harus menghindari dari aktivitas yang menyia-nyiakan momentum
Bulan Ramadhan. Salah satunya yaitu dengan sikap bermalas-malasan selama
mengerjakan puasa Ramadhan. Termasuk mengerjakan hal yang tidak berguna dan
tidak bermanfaat. Ketika awal Ramdhan tiba, tampak umat Islam gembira/ ceria
dengan ungkapan kegembiraan melalui syair lagu “Ramadhan tiba !....Ramadhan
tiba !
Akan
tetapi, setelah Ramadhan berlangsung beberapa hari, yang tampak terjadi adalah
“Ramadhan tibra !...Ramadhan tibra ! ,artinya hari-hari Ramdhan hanya diisi
dengan aktivitas tidur yang sangat nyenyak dan berlangsung dalam durasi yang
cukup lama, itulah makna “Tibra” dalam kosa kata Bahasa “Sunda/Bekasi/Betawi”
"Ada
orang dari ba’da Sholat Subuh hingga mendekati waktu Sholat Dzuhur tidur dengan
“Tibra”, dan aktivitas tidurnya berlanjut kembali setelah Sholat Dzuhur hingga
mendekati waktu magrib tiba. Sehingga durasi puasanya hanya dijalani dalam
waktu 1 sampai 2 jam saja. Oleh karena itu, jangan jadikan puasa hanya untuk
bermalas-malasan dengan aktivitas yang sia-sia tanpa menghasilkan nilai pahala ,"
5.
Bertikai atau Bertengkar
Hindari
pertikaian atau pertengkaran saat mejalankan puasa Ramadhan, begitu pula
hari-hari di luar bulan Ramdhan. Rasulullah SAW bersabda, “Puasa adalah membentengi diri, maka bila salah seorang kamu di hari ia
berpuasa janganlah berkata kotor dan jangan teriak-teriak, dan jika seseorang
memakinya atau mengajaknya bertengkar hendaklah ia mengatakan 'Sesungguhnya aku
sedang berpuasa.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika
ada seseorang yang memancing diri orang yang sedang berpuasa untuk bertikai/
bertengkar dengannya maka bagi seseorang yang berpuasa hendaknya menjelaskan
kepada orang tersebut bahwa dirinya sedang berpuasa. Hal itu patut dilakukan
untuk menghindari dari pertikaian atau pertengkaran.
Pada
momentum Ramadhan ini pada hakikatnya kita sedang mengikuti program Pendidikan dan
pelatihan (Tarbiyah) untuk perbaikan diri dengan berpuasa sebulan penuh. Puncak
dari program Pendidikan dan pelatihan (diklat) di bulan Ramdhan ini adalah mencapai
predikat insan yang bertaqwa. Insan yang bertaqwa diperoleh setelah melaksanakan
puasa dengan penuh keimanan di siang hari dengan menjaga dari hal-hal yang
membatalkan dan mengurangi pahala puasa, dilanjutkan dengan mendirikan salat di
malam hari dengan penuh keimanan dan mengharpkan ampunan dari Allah SWT.
"Sudah
barang tentu kita akan menjadi orang yang sangat istimewa dan luar biasa jika ibadah
puasa Ramadhan kita laksanakan sesuai
dengan tuntunan Rasulullah SAW. Oleh karena
itu, mari kita maksimalkan ibadah di bulan suci Ramadhan 1444 Hijriyah, sebelum
tiba saat berpisah dan Ramadhan meninggalkan kita.
Komentar
Posting Komentar