Membangun Negeri Berbasis Keluarga Islami
Membangun
Negeri Berbasis Keluarga Islami
(Oleh:
Dr.H.Sukarmawan,M.Pd.)
Keluarga Islami menjadi dambaan bagi setiap keluarga
muslim. Sosok keluarga Islami tentunya akan senantiasa diwarnai dengan
nilai-nilai Islam dalam kehidupan seluruh anggota keluarganya. Rumah yang senantiasa
diwarnai dengan nilai-nilai Islam seringkali disebut sebagai rumah keluarga
muslim (albaitul muslim), yang di dalamnya dipenuhi dengan
limpahan rasa cinta (mawaddah), rasa kasih sayang (rahmah)
dan suasana kedamaian serta ketenangan (sakinah). Dengan ketiga limpahan
atau karunia inilah yang akan menjadikan suasana dalam rumah semakin
menyenangkan dan menyejukkan bagi para penghuninya.
Guna mewujudkan sosok keluarga Islami yang menjadi
dambaan semua orang, tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Paling
tidak ada enam hal yang mesti dilakukan agar bisa membangun keluarga muslim
yang ideal (Keluarga Islami).
Hal
yang Pertama, ciptakan
hubungan/ komunikasi atau interaksi yang baik antar anggota keluarga. Hal
ini merupakan langkah awal untuk menuju ’rumahku
surgaku’. Dengan terciptanya komunikasi atau interaksi yang baik, maka
antara anggota keluarga (suami, istri, dan anak-anak) akan terjalin hubungan
yang sehat dan harmonis. Guna terciptanya interaksi yang baik maka setiap
anggota keluarga harus memahami hak dan kewajibannya masing-masing.
Hal
yang Kedua, sosok keluarga
muslim (keluarga islami) adalah keluarga yang senang dalam berbagi atau berinfaq,
bukan keluarga yang pelit atau kikir dalam dalam menginfaqkan sebagaian
ridzkinya kepada orang lain yang sangat membutuhkan bantuan. Tentu saja dalam
berinfak, kebutuhan keluarga hendaknya tercukupi terlebih dahulu. Keutamaannya,
seseorang dianjurkan untuk melakukan
kebajikan kepada orang yang paling dekat dengan dirinya terlebih dahulu. Sebagaimana
sabda Rasulullah SAW, “Sebaik-baiknya dinar adalah yang diinfakkan
seorang laki-laki terhadap keluarganya, dan dinar yang ia infakkan untuk
tunggangannya di jalan Allah; dan dinar yang ia infakkan kepada
sahabat-sahabatnya di jalan.” (HR.
Muslim).
Hal
yang Ketiga, hindari setiap
keluarga muslim dari sikap rakus dan tamak. Sikap rakus dan tamak adalah sikap
yang menginginkan semua yang dimiliki orang lain. Pada akhirnya, sikap buruk
ini akan memicu kepada sikap yang tidak terpuji, seperti mengemis dan
meminta-minta, meski sebenarnya tanpa mengemis pun ia sudah bisa mencukupi.
Rasulullah bersabda, “Tidaklah orang-orang itu meminta-minta agar
berlebih melainkan ia meminta-minta bara api.” (HR. Muslim).
Hal
yang Keempat, keluarga muslim adalah keluarga yang mampu
bekerja secara mandiri sehingga dapat menghidupi kebutuhannya tanpa
menyandarkan dirinya kepada bantuan orang lain. Hakikat bekerja dalam pandangan
Islam bukanlah semata-mata hanya berorientasi kepada uang atau materi (money
oriented), tetapi bekerja
adalah wujud dari ibadah, yaitu mencari ridzki untuk menghidupi keluarga atau “ma’isyah” . Maka tidak mengherankan
bagaimana para nabi memberikan teladan kepada kita, bagaimana mereka tetap
bekerja meski sebenarnya tanpa bekerja pun mereka sudah mampu mencukupi
kebutuhan hidupnya. Hal ini tentunya sejalan dengan sabda Nabi SAW “Tidaklah
seseorang menyantap makanan itu lebih baik dari seseorang yang menyantap
makanan hasil dari pekerjaan tangannya. Dan Nabi Allah Dawud as juga menyantap
makanan hasil dari pekerjaan tangannya.” (HR. Bukhari).
Hal
yang Kelima, sosok keluarga muslim diharapkan menjadi sumber mata air
keberkahan dalam kehidupan. Berkah dapat diartikan “Yuzidu fitho’ah” yang artinya “Meningkatkan diri dalam keta’atan kepada Allah SWT”. Hakikat berkah
pun dapat dimaknai dengan kebaikan yang melimpah, baik itu kebaikan bersifat
materi maupun non-materi. Rasulullah saw menggambarkan bagaimana porsi makanan
untuk satu orang bisa dimanfaatkan untuk dua orang, atau jatah makan untuk dua
orang bisa dimanfaatkan untuk empat orang, dan untuk empat orang bisa mencukupi
untuk delapan orang, dan seterusnya. Inilah hakikat dari keberkahan. Yaitu asas
manfaat yang optimal dan maksimal, tanpa ada pemborosan dan kemubaziran dalam
kehidupan. Oleh karena itu, Rasulullah sangat menganjurkan agar tak menyisakan
makanan yang akhirnya terbuang sia-sia. Rasulullah SAW telah mengingatkan
kita melalui sabdanya: “Sesungguhnya engkau tidak tahu di makanan kalian
yang mana yang terdapat keberkahan di dalamnya.” (HR. Muslim).
Hal
yang Keenam, keluarga muslim
adalah keluarga yang peduli dan peka terhadap anak-anak yatim dan fakir miskin.
Rasulullah bersabda, “Pengurus anak yatim untuknya atau untuk orang
lain, saya dan dia (pengurus anak yatim) posisinya seperti ini
(antara telunjuk dan ibu jari di surga).”
Guna terwujudnya negeri yang islami, tentunya
harus diwujudkan terlebih dahulu membangun keluarga yang islami.
Komentar
Posting Komentar